Apr 30, 2022

Camkoha

April 30, 2022 2 Comments
Saat ini saya dalam perjalanan pulang ke kampung halaman naik Tayo. Alhamdulillah lancar jaya karena tol diberlakukan 1 arah. Sambil dengerin alunan musik mau menyapa yang berada di pulau seberang. Hai adik-adik Bengkulu apa kabar? Kangen ya dengan kalian semua. Idak ngicu. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT di manapun berada.

Tiga bulan menjauh dari kampung halaman bukan waktu yang sebentar. Jauh dari orang tua dan orang-orang tersayang pastinya berat sekali. Mengharu-biru susah diungkapkan seperti saat menatap langit senja. Seandainya nangis bisa mempercepat jalannya waktu pasti bakal nangis sejadi-jadinya biar mimpi itu segera berlalu. Halah...

Dilepas di lingkungan kerja rumah sakit yang mana pada saat itu gelombang ketiga covid sedang puncak-puncaknya. Begitu datang langsung berhadapan dengan kerjaan bejibun dan antrian pasien yang mengular tiada hentinya. Entah dinas pagi, siang atau malam tak ada bedanya. Sibuuuk semua. Untuk sekadar bertegur sapa pun terkadang tak ada waktu.

Itulah yang membuat saya susah kenal dengan kalian. Dari 12 orang yang saya tau hanya Fia. Karena Fia pernah ikut saya onsite ke sebuah perusahaan. Kedua Deno karena ikut onsite juga beberapa minggu setelahnya. Sehingga jika berpapasan bisa menyapa "Hai Fia... Hai Deno... " Sedangkan yang lain cukup hai saja malah kadang gak ditegur kalau terlalu lelah hahaha... Sombong kan!! 

Begitu aja seterusnya sampai 2 bulan berselang. Sampai akhirnya kasus covid menurun, sampel PCR mulai berkurang dan semua boleh ikut belajar ke ruang PCR secara bergiliran. Barulah saya bisa mengenal satu per satu.

Pertama grup Fia, Deno dan Tissa. Saya sebut mereka grup serius karena tegang seperti sidang skripsi di ruang panas. Tidak banyak omong, hanya senyum-senyum dan terkesan formal sekali. Tapi by the way ternyata itu bohong yes hanya intermezzo aja karena baru kenal dan baru pengalaman pertama ikut ke PCR. Masih belum mencair ceritanya.

Berhubung belum ikut ekstraksi jadi masih semangat pengen belajar lagi dari awal proses sampai selesai. Nah hari-hari berikutnya mulai mengalir seadanya. Ramai juga ya. Sambil ngabuburit iseng ngrontokin belimbing, metik cabe di kebon belakang rumah sakit dan pastinya gak ketinggalan foto-foto ala boyband.
 
Tissa, Saya, Fia, Deno, Bu guru Isna dengan background pohon belimbing.
Ngabuburit di lorong kehidupan
Menggapai asa meraih belimbing. Segala kekurangan adalah anugerah terindah. Gak nyambunglah.

Minggu berikutnya ikut lagi grup Teh Cici. Saya sebut begitu karena diantaranya ada yang mirip Teh Cici senior di lab. Bahkan lebih ingat dan sering memanggil Teh Cici daripada nama aslinya yaitu Tika. Teman-temannya biasa memanggil mbaknya. Rajin sekali bersih-bersih semua dilap sampai kinclong dan dirapikan sampai mulus. Segrup dengan Aisyah yang kocak dan Mutia yang pandai memanjat pohon. Grup ini lumayan heboh dengan tiktok dan karaokean. Di sela-sela kerja disempatkan bergaya ala pengamen sambil nyanyi "Tongkrongan kami pecundang... pecundang...." Entahlah lagu apa itu baru pertama kali dengar, lanjutkan deh yang penting happy ya...

Saya, Aisyah, Mutia, Teh Cici, Bu guru Isna

Tim Karaoke. Saat videonya diputar lagi setelah berpisah ternyata bikin sedih.

Aauuwooooww... Panen belimbing.

Grup selanjutnya adalah grup pendiam yaitu Aji, Refita dan Emelia. Yang pendiam hanya Emelia tapi seolah semua jadi ikut diam. Menghadapi grup pendiam cukup membingungkan krik krik mati gaya jadi mending ikut diem aja. Untung ada bu guru Isna yang bisa mencairkan suasana. Hanya grup ini yang tidak kemana-mana disela-sela istirahat, cukup diam di tempat dan tidak ada foto-foto juga. Begitu selesai belajar langsung kembali ke lab depan. Tidak sempat ikut ke PCR lagi karena keburu masa PKL selesai. Melihat kehebohan grup yang lain akhirnya protes "Kami kecewa gak diajak jalan-jalan..." Hahaha...

Bu guru Isna sedang mengajari murid-muridnya. Refita sadar kamera.

Grup terakhir adalah tim hore. Azizah, Windy dan Kinan. Ramai dan asyik dari sananya (dibaca brisik ups!!). Mereka begitu antusias berebut ikut ekstraksi memakai hazmat. Karena hanya 1 jadi hompimpah berkali-kali siapa yang menang dia yang dapat. Hari pertama dimenangkan oleh Azizah. Hari kedua Kinan. Untuk Windy anda belum beruntung. Tidak apa panas pakai itu gak ada enak-enaknya...

Saat kamu pengen nonton konser tapi gak punya tiket.

Tim Horeeee Yeeiiy....

Overall semua pinter, rajin dan santun sekali. Jarang dimiliki oleh anak-anak PKL sebelumnya dari kampus lain. Kalian memang beda pokoknya the best deh. Kami semua sangat kehilangan saat kalian pergi. Selama 3 bulan sangat-sangat terbantu. Terlebih saat banyak onsite, antrian panjang di ruang sampling maupun loket dan juga urusan input peduli lindungi. Terimakasih banyak yaa...

Selamat melanjutkan perjuangan ya adik-adik hingga akhirnya bisa mewujudkan semua mimpi-mimpi. Semoga kita bisa ketemu lagi di lain kesempatan atau jadi teman kerja beneran. Siapa tau rejeki kerja di RSKM Cilegon setelah lulus nanti. Aamiinnn. Salam sukses. Camkoha!!

Wait kita selipkan juga album kenangan yang terabadikan di setiap kesempatan.

Buka bersama di rumah Selen. Ada yang pakai drama nyasar segala, Azizah, Kinan, Windy dan Dang Deno gara-gara driver Maxim tidak hafal tempat dan google map menyesatkan. Akhirnya mereka buka puasa dulu di jalan sebelum dijemput.

Buka bersama di Laboratorium sekaligus perpisahan.

Bertukar peran jadi anak PKL dibimbing oleh Kakak Aisyah

Teman-teman seperjuangan Teh Cici dan Mutia.

Anak PKL baru, Zizah (susternya Simba, Keke dan Ameena) dan Deno. Saranghaeyo Dang...

Ini yang saya kenal pertama kali. Hai Fia...
Kinan. Namanya sama dengan kucing saya hahahaa... Katanya masih pengen banyak nanya-nanya tapi pas ketemu malah lupa lalu tiba saatnya berpisah bye bye...

Feb 23, 2022

Kenapa Tes PCR Covid-19 Hasilnya Lama?

February 23, 2022 8 Comments
Sering kali kita dibuat berdebar dalam menunggu hasil tes PCR yang tak kunjung selesai. Kenapa lama? Kenapa di tempat Anu bisa lebih cepat? Kata pak presiden kan bisa 1x24 jam? Baiklah. Mari kita mengintip dapur PCR seperti apa. Laboratorium Biomolekuler. Saya akan membahas cara kerja tes PCR di tempat dimana saya pernah belajar. Sebatas yang saya tau tentunya. Dengan metode, alat dan reagen yang digunakan di tempat itu. Bisa saja berbeda dengan yang digunakan di tempat lain.

Metode yang digunakan adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) yaitu pemeriksaan RT-PCR (Real Time PCR). Jenis tes ini memeriksa material genetik virus dalam tubuh. Metode inilah yang direkomendasikan oleh WHO dalam pemeriksaan molekuler untuk pasien yang terduga terinfeksi COVID-19.

Ekstraksi di dalam BSC. Bukan bergaya ala pocong karena hazmat terlalu besar sehingga dibuat senyaman mungkin.

Ada beberapa tahap dalam rangkaian proses tes PCR yang mana terdapat 2 proses utama yaitu ekstraksi RNA dan PCR itu sendiri. Semua tahap harus dilakukan dengan steril. Sebelum dan sesudah bekerja semua peralatan harus didesinfeksi menggunakan tissue yang telah disemprot alkohol 70%.

1. Identifikasi Sampel Dan Persiapan

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi sampel. Sampel yang telah terkumpul diberi nomer urut, dicatat dan dipastikan telah ditempel barcode karena jika tidak akan menyulitkan di setiap tahapannya. 

Pencatatan manual tetap diperlukan karena akan memudahkan ceklist saat mengeluarkan hasil agar tidak tercecer atau tertinggal dan juga memudahkan telusur dokumen. Setelah itu check in scan barcode agar semua sampel yang akan diperiksa masuk ke komputer.

Disayang satu per satu. Corona aja disayang apalagi kamu.

Selanjutnya menyiapkan microtube steril untuk menampung hasil ekstraksi (RNA) sejumlah sampel yang akan diproses. Jika ekstraksi manual harus menyiapkan 2 per sampel sedangkan automatic cukup 1 saja. Dari pabriknya microtube ini tidak ditutup sehingga harus ditutup satu per satu dengan hati-hati agar tetap steril.

Microtube steril. Buka-tutupnya lumayan keras tak jarang menyebabkan jempol sakit hingga kapalan.

Selain itu menyiapkan semua peralatan yang diperlukan. Seperti pipet dan tips dengan berbagai ukuran, tempat limbah, alkohol, tissue serta melarutkan reagen jika terdapat ekstraksi manual.

2. Ekstraksi RNA

Ekstraksi ini berfungsi untuk mengubah DNA menjadi RNA. Ada 2 cara yaitu automatic dan manual. Alat dan reagen yang digunakan untuk ekstraksi automatic adalah produk TianLong. Nucleic Acid Ectraction Kit dan Nucleic Acid Extractor.
Alat ekstraksi automatic
Reagen ekstraksi automatic

Sedangkan untuk ekstraksi manual menggunakan berbagai macam reagen tergantung yang disediakan oleh bos. Ada produk Roche, Bio Flux, Bio Sensore, A Star dan lain-lain yang secara garis besar cara kerjanya hampir sama. Pastinya lebih rumit dan tahapannya lebih panjang dibanding automatic.

Contoh prosedur kerja ektraksi manual. Tidak usah dijelaskan karena terlalu panjang.

Sampel yang telah diurutkan dibagi per 16 karena 1 plate reagen automatic berisi 16 sampel. Jika tidak genap 16 berarti harus diekstraksi manual.

Batas maksimal yang mampu dikerjakan oleh 2 petugas yang berdinas selama 8 jam adalah 224 sampel jika ekstraksinya automatic. Sedangkan untuk ekstraksi manual 120 sampel. Selebihnya akan ditunda dan dikerjakan oleh shift berikutnya. Semakin banyak sampel antrian semakin panjang.

Langkah pertama memulai ekstraksi,  sampel divortex agar material genetik yang menempel di lidi swab rontok dan bercampur dengan cairan VTM (Viral Transport Medium). Lalu dibuka, dipipet dan dimasukkan ke dalam plate. Tidak ada nomor atau tanda apapun di plate sehingga harus benar-benar konsentrasi agar tidak salah lubang.

Sedikitnya membutuhkan waktu 20-30 menit untuk memproses 16 sampel dan harus dilakukan di dalam Biosafety Cabinet (BSC) serta petugasnya memakai APD level 3.

Kemudian dimasukkan ke alat dan siap running. Sekali running bisa 2 plate atau 32 sampel. Alat bekerja selama 20 menit. Setelah selesai alat dibersihkan memakai tissue alkohol dan di-UV selama 10 menit. Hasil RNA dipipet dimasukkan ke dalam microtube yang telah disiapkan. Hati-hati memipet RNA harus ingat posisinya karena plate tidak ada nomornya. Begitu seterusnya. Ribet yah... Banget!! Terlebih jika sampelnya ratusan dijamin lengan bakal cangkeul.

Lebih ribet lagi ekstraksi manual dikerjakan satu per satu bukan 16 sekaligus seperti automatic. Setelah sampel divortex, dipipet, dicampur reagen trus divortex lagi, diinkubasi, dicampur reagen lagi, disentrifus, diganti tabung dan seterusnya masih panjaaaang...

RNA hasil ekstraksi ini harus segera diperiksa ke tahap selanjutnya yaitu proses RT-PCR di ruang master mix. Karena proses RT-PCR harus dilakukan sekaligus pada semua sampel maka RNA disimpan dulu di dalam freezer agar tidak rusak selagi menunggu proses ekstraksi selesai.

3. Master Mix

Selamat datang di tahap paling rumit dan memusingkan. Di sini amat sangat dibutuhkan konsentrasi, kesabaran, ketelitian dan ketajaman penglihatan. Ditinggal kedip aja bisa buyar apalagi diajak ngobrol oh no...!! Jadi tahap ini sebaiknya dilakukan dalam suasana tenang.

Reagen PCR master mix disimpan di dalam freezer sehingga harus dicairkan dulu dengan sempurna pada suhu ruang. Alat PCR menggunakan Light Cycler 480 II dengan multiwell plate 384. Dimana bisa running 384 sampel sekaligus. Alat ini bisa menerima banyak reagen. Saya akan mengambil contoh 1 saja reagen yang pernah saya pakai yaitu produk BioSewoom.

BioSewoom yang berwarna biru terdiri dari 6 komponen reagen.

Sebelum memakai reagen produk apapun harus dioptimasi terlebih dahulu dengan kontrol negatif dan positif. Dicoba menggunakan beberapa reaksi antara 1 reaksi, 0.5 atau 0.25. Jika uji kontrol sudah sesuai barulah bisa digunakan untuk uji sampel pasien.

Sebelum membuat master mix penting sekali untuk membuat peta plate seperti di bawah ini.

Peta panduan untuk mengisi multiwell plate 384 dan program di komputer alat PCR. Sebelum memproses RNA harus diprogram dulu dimasukkan nomor sampelnya dengan scan barcode agar hasilnya bisa langsung online di sistem komputerisasi. Insya Allah dapat menghindari kesalahan akibat human error saat merelease hasil.

Multiwell plate 384. Lubang penyiksaan mata. Di sebelah kiri dari atas ke bawah tertulis huruf A-P. Bagian atas dari kiri ke kanan tertulis angka dari 1-24. Cara mencari lubang misalkan sampel 150 di H-15 cari kolom H lalu ke kanan sampai kolom 15. Mengerjakan ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF) dengan penerangan minimal alias remang-remang tidak boleh di bawah cahaya langsung. Karena reagen master mix sensitif dengan cahaya. Ya begitulah kuatkan mata... Bedanya BSC di ruang ekstraksi dengan LAF adalah jika BSC melindungi petugasnya agar tidak terinfeksi sedangkan LAF melindungi reagen agar tidak kontaminasi.

Cara membuat master mix

Perhitungan membuat master mix BioSewoom. Fokus ke kolom CFX96 untuk alat sejenis Light Cycler 480 II. AB7500 adalah jenis alat lain jadi abaikan saja.

Perhitungan pada tabel di atas adalah untuk 1 reaksi. Sedangkan pada alat Light Cycler 480 multiwell plate 384 lebih bagus menggunakan 0.5 reaksi. Sehingga angka-angka yang berada di dalam tabel tersebut harus dibagi dua. 

Contoh perhitungan untuk 250 sampel. Disarankan membuat lebih karena pada saat dibagi-bagikan ke plate akan ada reagen yang menempel dan ikut terbawa sekian mikro di tips (pippeting errors). Misalkan 250 setidaknya ditambahkan 20 untuk pippeting errors dan 2 kontrol jadi 272. Jika tidak cukup meraciknya lagi lumayan ribet.

Berapa banyak reagen yang harus dipipet?
- PCR Mix : 6.25 uL x 272 = 1700 uL
- PROBE : 1.5 uL x 272 = 408 uL
- Enzyme : 0.5 uL x 272 = 136
- Water : 1.75 uL x 272 = 476
* Total 10 uL x 272= 2720 uL.

2720 uL master mix ini kemudian dipipet 10 uL ke multiwell plate dengan panduan peta yang telah dibuat. Lalu ditambahkan RNA pasien (hasil ekstraksi) sebanyak 2.5 uL. Menambahkan RNA ini harus ekstra hati-hati. Selain volumenya sangat kecil, warnanya pun bening. Pastikan benar-benar terpipet dan letak lubang tidak boleh salah. Konsentrasi full. Sebaiknya didampingi asisten untuk membacakan petanya. 

Bagi petugas baru yang belum terbiasa disarankan tidak mengerjakan dalam jumlah yang banyak karena proses ini harus dilakukan secepatnya mengingat stabilitas reagen master mix tidak lebih dari 3 jam (tergantung jenis reagen). Untuk memproses 250 sampel membutuhkan waktu setidaknya 2 jam bagi yang sudah terlatih.

Doi sedang membagi reagen master mix ke multiwell plate 384 serta menambahkan RNA. Karena sudah terbiasa tidak perlu pendampingan. Tapi jadi sombong sekali ditegur diem aja telpon juga tidak diangkat hahaha.... Konsentrasi gaes!! Jika di tengah-tengah mulai pusing langsung memanggil temannya minta didampingi.

4. Real Time-PCR

Setelah semua sampel masuk ke dalam multiwell plate lalu plate ditutup menggunakan sealing foil dan siap diproses ke tahap selanjutnya yaitu dimasukkan ke alat RT-PCR Light Cycler 480 II. Alat ini akan bekerja selama 1.5 jam.

Alat PCR Light Cycler 480 II dengan Multiwell Plate 384

Sambil menunggu proses petugas bisa istirahat, sholat dan makan. Tapi biasanya berhubung mengejar target waktu jam kerja 8 jam beberapa tahap yang bisa ditunda akan dilakukan pada waktu ini. Seperti check in scan barcode, memprogram plate di komputer alat PCR serta membarcode nomer sampel dan mencatat sampel di buku manual. Harus bekerja secara efektif dan efisien agar tidak pulang telat hehehe....
 
5. Analisa Hasil
 
Hasil yang keluar dari alat PCR akan langsung terkirim ke sistem komputerisasi di laboratorium. Pada reagen BioSewoom terdapat 3 target yang digunakan untuk mendeteksi virus SARS-CoV2 yaitu Gen RdRP, Gen E dan HRP. Bisa juga berbeda nama gen target pada reagen lain seperti Gen Orf1ab dan Gen N. Penjelasannya nanti diakhir cerita.

Hasil dinyatakan positif jika keluar nilai (CT value) pada ketiga target tersebut sedangkan hasil negatif akan keluar nilai HRP saja. HRP adalah DNA manusia yang bisa dijadikan sebagai kontrol ekstraksi. Nilai HRP ini harus keluar baik pada hasil positif maupun negatif. Jika tidak maka hasil dianggap invalid (ekstraksi tidak berhasil) dan harus diulang proses dari awal. Hasil invalid ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, bisa karena ekstraksi yang bermasalah atau pengambilan sampel swab yang tidak benar sehingga tidak ada material genetik yang terambil. Jika diulang proses tetap tidak berhasil berarti harus diambil swab ulang. Teknik pengambilan swab juga berpengaruh terhadap hasil tes PCR ini.

Jika hanya keluar salah satu gen antara RdRP atau E saja maka harus diulang PCR. Hanya diulang di proses yang direaksikan dengan reagen master mix. Mutlak tidak boleh tidak. Sedangkan diulangnya harus menunggu shift berikutnya jika sehari di lab yang bersangkutan terdapat 2 shift. Tapi jika hanya 1 shift terpaksa harus menunggu hari berikutnya bersamaan dengan sampel-sampel yang baru. Jadi sabar yaa...

Kira-kira begitulah kenapa tes PCR hasilnya bisa lama. Dibalik itu semua Inem di dapur telah berusaha semaksimal mungkin. Namun jika ternyata harus diproses ulang ya apa boleh buat. Kenapa proses ulang bisa terjadi? HANYA ALAT DAN ALLAH YANG TAU dan akan diketahui diakhir proses secara keseluruhan. Jadi tidak usah marah mending berdoa saja agar prosesnya lancar.

Apa yang dimaksud Gen RdRP, Gen E, Gen ORF1ab dan Gen N?

Virus SARS-CoV2 memiliki struktur yang kompleks dan tersusun atas protein diantaranya, spike protein (S1, S2), envelope protein (E),  nucleocapsid protein (N), protein membran, protein RdRP dan lain-lain.  Kompleks protein ini tentunya memiliki penanda gen tertentu, sehingga dalam tes PCR akan dideteksi gen yang mengekspresikan protein tersebut.

Beberapa gen target SARS-CoV2 tersebut telah disarankan oleh WHO diantaranya merujuk kepada protocol beberapa Lembaga Kesehatan di dunia seperti CDC Cina (ORF1ab dan N), Charite-Jerman (RdRp dan E), dan CDC Amerika Serikat (3 jenis sekuen gen N).

Pada tes PCR untuk COVID-19, alat PCR akan melakukan amplifikasi (pemeriksaan berulang) untuk menentukan apakah sampel mengandung materi genetik SARS-CoV2.

Satu siklus amplifikasi ini dinamakan CT value atau cycle threshold value. CT value bisa disebut sebagai nilai batas ambang siklus. Pada reagen BioSewoom pengulangan proses amplifikasi untuk mendeteksi keberadaan DNA atau RNA SARS-CoV2 adalah sebanyak 38 atau disebut CT value 38. Contoh lagi pada reagen Sansure Biotech mempunyai CT value 40. Setiap lab bisa berbeda standarnya, tergantung dari produk reagen yang digunakan.

Semoga semua ini bisa menjawab penasaran tentang dibalik layar pemeriksaan PCR untuk Covid-19. Tetap hati-hati patuh terhadap protokol kesehatan agar jangan sampai diswab. Jangan lupa juga makan makanan bergizi dan minum vitamin. Bisa dibeli di Apotek Herbana langganan saya. Yang pasti bisa di kirim ke seluruh Indonesia. Alamat dan nomor telponnya nanti deh biar ownernya sendiri menuliskan di kolom komentar. Bulek Tati ditunggu...

Feb 14, 2022

Putri Yang Tertukar

February 14, 2022 4 Comments
"Elu bisa ikut, masuk ke tim gue" kata Bulek Tati menjelang baksos lintas profesi di Baduy Lebak Banten. Layanan pengobatan gratis dan penyuluhan kesehatan dengan relawan yang terdiri dari 20 dokter (13 spesialis), 10 bidan, 10 perawat dan 25 apoteker serta tenaga lainnya. Nakes golongan saya tidak termasuk tapi syukurlah Bulek Tati menyelundupkan saya untuk membantu dokumentasi.

Berbekal kamera jadul jam 03.00 WIB saya memesan maxim untuk pergi ke rumah bulek. Harus pagi-pagi sekali karena lokasi baksos yang teramat jauh dengan medan berliku. Bulek sudah berdandan rapi dengan segala perbekalannya. Pak Iwan driver langganan bulek datang menjemput tak berapa lama kemudian.

Jam 03.30 kami berangkat menghampiri Chris. Rupanya Chris belum selesai mencukur kumis dan jenggot sehingga baru menampakkan diri 30 menit kemudian. Sementara kami duduk bertiga di bangku tengah. Chris di sebelah kanan, Bulek di sebelah kiri saya.

"Lu nginep?" tanya Chris mengira saya menginap di rumah bulek.
"Nggak tadi naik maxim"
"Naik maxim?" Chris memandang ke saya tampak bingung memikirkan sesuatu yang rumit.
"Iya tadi jam 3" jelas saya malah semakin membuat Chris berpikir lebih keras.

Saya menoleh ke bulek "Dia kenapa?"
"Kyanya elu dikira Zulhijrah hahahaa..." bisik bulek sambil menahan tawa.
"Kalau gitu gue diem aja ya"
"Iya diem aja, gue nggak bilang kalau elu ikut, pasti ntar kaget kok ada Zulhijrah lagi hahaha..."

Demi sempurnanya sandiwara saya diam membisu pura-pura mejamkan mata sambil sesekali melirik ke bulek. Untung pakai masker sehingga ada pelindung saat tak bisa berhenti menertawakan Chris.

Zulhijrah biasa disapa Mbak Izul adalah seorang apoteker teman bulek sesama pengurus ATB (Apoteker Tanggap Bencana). Tinggal di Cikande Serang. Naik maxim jam 3 pagi ke rumah bulek di Cilegon sepertinya agak janggal. Begitu mungkin yang dipikirkan Chris. Sebenarnya Mbak Izul menunggu di Rangkas Bitung.

Beberapa orang bilang Mbak Izul mirip saya. Tapi saya nggak merasa mirip. Justru lebih mirip ke sepupu saya. Sepintas mungkin ada sesuatu yang serupa karena kami sama-sama berkacamata dan bertinggi badan sama.

Merapat ke Rangkas Bitung, driver mulai sibuk menerima telpon dari Mbak Izul yang menjelaskan di mana posisinya. Akhirnya Chris tersadar ternyata dia salah orang. "Itu Izul nelpon trus ini siapa Cik Wen ya?" hahahaa...

Perjalanan menuju lokasi memakan waktu lebih dari 3 jam. Setelah mengalami banyak drama seperti menerjang hujan, mobil selip, mual-mual, kebelet pipis dan beberapa mobil rombongan terpisah akhirnya kami masuk ke desa lokasi baksos. Semakin mendekat ke area, jalan semakin licin, berlubang, berkelok dengan turunan dan tanjakan tajam. Mobil kecil tidak bisa menjangkaunya. Terpaksa harus berhenti di tempat aman dan penumpang dijemput dengan mobil Ranger. Pun begitu tak mengurangi semangat para relawan ini.

Baksos berjalan lancar didukung cuaca sangat cerah pada siang itu. Diluar dugaan pasien membludak 2 kali lipat. Para relawan berjuang keras agar semua terlayani walaupun akhirnya dengan terpaksa harus membatasi waktunya. Saya menyaksikan tulusnya beliau-beliau semua. Luar biasa. Hanya Allah yang akan membalasnya.

Selesai baksos selang 2 hari Bulek Tati, Mbak Izul beserta jajarannya sudah membahas lagi rencana ke depan yaitu baksos berikutnya. Jadwal survey pun mulai ditentukan. Mantab jiwa tidak ada istirahatnya. Saya hanya melihat grup sambil rebahan dan memantau perkembangan siapa tau diajak lagi.

Sepuluh hari kemudian bulek sudah berangkat survey ke lokasi baksos berikutnya yaitu di daerah Bayah Banten Selatan, lebih jauh dari pada lokasi sebelumnya. Turut serta Mbak Izul dan Chris. Terlihat dari foto bersama tim survey di status WAnya.

Bulek Tati dan tim

Saya berangkat kerja seperti biasa. Mengumpulkan sampel swab di ruang sampling lalu membawanya ke lab PCR untuk diproses hingga merelease hasil positif atau negatif. 

Beberapa orang yang saya temui tiba-tiba menyapa "Abis jalan-jalan ya, acara apa?" Saya hanya bengong karena merasa tidak dari mana-mana selain kost'an dan RS. Sesekali memang ditugaskan mengambil swab onsite ke pabrik. Mungkin itu yang dimaksud jalan-jalan.

"Biasa abis dari pabrik" jawab saya alakadarnya.
"Bukan yang foto di pantai itu"
"Pantai yang mana?"
"Yang di status Bulek Tati, emang itu foto lama?"

Bulek Tati memang mampir sejenak ke pantai disela-sela survey baksos dan memasang foto di status WA.

"Oh itu di Sawarna, baru kemarin"

Agak mengherankan kenapa bulek yang pergi, saya yang ditanya. Kenapa nggak nanya sendiri?

Saya mulai teringat Chris saat pagi-pagi menuju Baduy. Apakah orang-orang ini juga mengira Mbak Izul adalah saya? Meluncur chat ke bulek minta foto di pantai yang ada Mbak Izulnya. Lalu saya coba pasang di status dengan caption "Refreshing dulu ya gaes".

Bulek Tati, Chris dan Mbak Izul

Benar saja saya mulai diberondong pertanyaan dari sebagian orang yang melihat foto itu. "Cik Wen ini dimana? Acara apa? Kapan? Sama siapa aja? Naik apa?" dan seabreg pertanyaan lainnya. O'ouw....!!! Jadi ini rupanya.

Melihat kekonyolan ini rasanya sayang sekali kalau tidak dibikin drama sekalian sampai 10 episode. Jangan klarifikasi dulu deh biarkan saja sampai mereka tersadar dengan sendirinya. Tapi mohon ampunilah dosa kami Ya Allah hahahaa...

"Itu di Sawarna..."
"Jauh ya"
"Banget...."
"Acara apa?"
"Survey baksos"
"Btw Cik Wen sekarang beda banget, lebih cantik, lebih gemukan, bikin pangling"
"Alhamdulillah... Sekarang udah makmur, gizinya bagus, vitaminnya cocok dan pakai skincare mahal makanya jadi lebih kinclong"
"Asli pangling beda banget loh"

Ya iya atuh beda banget namanya juga beda orang.

"Jadi mendingan gue yang dulu apa sekarang?"
"Yang sekarang donk, cantik banget" itu tuh Mbak Izul ya bukan gue hellooo...

Hari-hari berikutnya masih saja drama ini berlanjut. Masih saja ditanya tentang Bulek Tati begitu juga sebaliknya Bulek Tati ditanya tentang saya. Saya memang akrab dengan bulek tapi jarang ketemu. Susah sekali menyamakan waktu luang dengan bulek yang punya segudang acara sehari-harinya. Chat pun jarang kecuali memang lagi butuh obat buat anak-anak pesantren.

Santri Al-Muttaqin

Jika diingat-ingat kembali 3 tahun belakangan ini memang saya sering dibuat bingung. Paling membingungkan saat ditodong pertanyaan "Kemarin di Banten TV ngapain?" Untunglah sebelumnya bulek pernah cerita tentang syuting di Banten TV memberi edukasi soal obat. Saya diberitahu jadwal tayangnya walaupun akhirnya nggak nonton juga karena nggak punya TV. Setidaknya bisa menjawab pertanyaan orang-orang yang penasaran dengan kegiatan bulek.

Pernah juga bos di ruangan saya tiba-tiba nyeletuk "Kamu ikut Bulek Tati ke Bandung ya" Padahal saat itu sedang jarang sekali berinteraksi dengan bulek. Bulek sibuk RAKERNAS di Bandung. Jangankan ketemu chat aja nggak pernah. Dalam kondisi begitu bulek sudah pasti susah dihubungi. Chat nggak dibales, kalaupun dibales bisa besoknya atau beberapa hari kemudian.

Begitulah adanya tapi orang-orang selalu menganggap seolah kemana bulek pergi di situ pasti ada saya. Tanpa memandang acara apa. Kalau acara formal apoteker ya mana mungkin saya ikut. Entahlah mereka sering menyimpulkan demikian.

Setelah menghubungkan dengan kisah Chris yang sempat salah orang dan menelusuri kembali jejak bulek, rupanya selama berkegiatan mengenai apoteker bulek selalu beredar bersama Mbak Izul. Di Banten TV, di Bandung, baksos ATB, workshop atau acara apoteker lainnya. Daann rupanya pada salah orang Mbak Izul dikira saya. Akhirnyaaaa terbongkar juga setelah saya ikut di acara mereka berdua. Seandainya ya tau dari awal. Sandiwara bakal dibuat lebih panjang lagi.

Di acara Baksos Baduy pun saya sempet disapa oleh seorang dokter seperti sudah lama kenal padahal baru sekalinya ketemu. Entah memang beliau yang terlalu ramah atau salah sasaran.

Alhamdulillah hanya tukang rebahan jadi disangka aktif kemana-mana. Berkegiatan positif pula. Belum tau dia di balik itu semua ada putri yang tertukar.

Model Skincare

Jan 17, 2022

Selamat Jalan Bapak

January 17, 2022 0 Comments
Makna sesungguhnya dari kalimat "Sekarang sudah bahagia, sudah tenang di sana, sudah ga merasakan sakit lagi" benar-benar saya rasakan bukan sekadar penghibur belaka. Rasa lega dari hati yang paling dalam. Tiada air mata hanyalah ketenangan dan kedamaian. Ya hati ini sudah ikhlas. Itulah yang saya rasakan saat menghadapi kepergian bapak. Kembali ke kehidupan abadi ke pangkuan Illahi. Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Selamat jalan ya pak nanti kita akan berjumpa lagi.

Terimakasih Ya Allah atas kekuatan yang Engkau berikan. Kalaupun terkadang tak bisa menahan air mata bukan berarti kami tidak ikhlas. Kami hanya rindu saat-saat kebersamaan dengan beliau. Terimakasih atas segala kemudahan buat beliau. Sejak sakit hingga ke tempat peristirahatan yang abadi begitu banyak tangan dermawan berdatangan membantu urusannya. Terimakasih telah memberikan petunjuk buat saya agar pulang kampung untuk merawat dan menemaninya. Ternyata itu adalah saat-saat terakhir. Alhamdulillah berkat Rahmat-Mu saya bisa tegar Ya Allah.

RSUD Dr Soedono Madiun Perawatan Wijaya Kusuma kamar E-7 bed 1 menjadi tempat yang terpilih untuk menghembuskan nafas terakhir.  Tanggal 9 Desember 2021 tepat pukul 18.40 alhamdulillah sudah masuk ke malam Jumat. Bapak meninggalkan kami tapi sebetulnya beliau masih ada hanya beda alam. Insya Allah kami akan selalu kirimkan doa. Al-Fatihah.... 


Tanggal 17 Januari 2022 adalah 40 hari wafatnya beliau. Yang tenang di sana ya pak....

Nov 22, 2021

Pasrah Ya Allah

November 22, 2021 0 Comments
Hal terberat anak perantauan adalah kala orang tua di kampung sakit. Sudah kewajiban seorang anak harus berada di sampingnya. Namun pilihan yang tak kalah beratnya pun harus ditentukan. Jika harus menemaninya di kampung artinya harus berhenti kerja. Berhenti kerja artinya tidak punya gaji. Lalu jika tidak punya gaji trus mau bayar biaya rumah sakit pakai apa?

Seandainya daun bisa disulap menjadi uang. Uang memang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Istilah "Mangan ora mangan yang penting kumpul" itu tidak segalanya benar. Jangankan untuk beli makan jaman sekarang ke toilet aja harus bayar. Rasanya pengen tanya ke Koes Plus yang punya lagu "Hati tenang walaupun tak punya uang" Gimana caranya pak? Sepertinya itu hanya berlaku buat anak raja minyak yang kaya 7 turunan. Tak punya uang tinggal teriak panggil babehnya. Apalah saya yang turunan ke-12 ini. Haissh...

Doa saya saat ini Ya Allah jika bapak masih diberi umur panjang mohon segera angkat penyakitnya, berilah kesembuhan, jika bapak sudah saatnya kembali pada-Mu mohon mudahkanlah segalanya, mohon lindungilah beliau dari sakitnya sakaratul maut dan tutupilah aibnya. Tolonglah kami Ya Allah. Kuatkan kami dalam menghadapi semua ini. Apapun dari-Mu adalah yang terbaik.

* Cilegon, 21 November 2021, lagi galau di ruang PCR*

Jun 6, 2021

Terbalaskan

June 06, 2021 4 Comments
Saya mengakui bahwa saya bukanlah orang baik. Di lubuk hati masih sering menyimpan kekesalan yang kadang malas untuk menumpahkannya. Bisa dikatakan hanya masalah kecil yang seharusnya dilupakan dan dimaafkan. Tapi itulah jeleknya saya masih mengingat hal yang menyebalkan itu apalagi jika orang yang menyebalkan masih berkeliaran di depan mata.

Saya masih kesal jika teringat saat itu. Saat dimana kerja di ruangan baru dan kerjaan baru bersama teman yang saya kira orangnya asyik. Awalnya salut dengan anak baru sebutlah Nona Rosa dan Nona Viny. Masih fresh graduate tapi rajin sekali dan sikapnya sangat manis tidak emosional. Pernah kerja bareng beberapa bulan nyaris tidak pernah punya kenangan buruk. Semua berjalan baik dan akrab seperti yang lainnya.

Suatu hari saat corona menyerang dan dinyatakan pandemi saya ditugaskan di ruang baru. Sebut saja ruang corona. Saya disuruh memilih teman yang kira-kira bisa diajak kerja sama. Di tempat baru ini membutuhkan ketelitian dan kesabaran menggunakan benda-benda yang berukuran kecil untuk menemukan keberadaan makhluk renik yaitu virus corona. Makhluk yang lebih kecil daripada bakteri. Sebelumnya saya dipercaya mengolah bakteri bersama beberapa teman yang berminat di bidang itu. Belum tentu semua orang sabar mengerjakan identifikasi bakteri yang terbilang rumit.

Saya memilih teman berdasarkan antusias dan kesabaran mereka saat berhadapan dengan bakteri. Ditambah status mereka yang belum karyawan tetap diharapkan pengalamannya bisa menjadi nilai tambah jika ada perubahan status ke depan. Terpilihlah Nona Rosa dan Nona Viny. 

Satu lagi yang lebih senior yaitu Ibu Nela yang memang mengajukan diri karena berminat belajar tentang corona. Kami berempat ditraining bersama sebelum akhirnya diturunkan hanya tiga orang yaitu saya, Nona Rosa dan Nona Viny. Ibu Nela untuk back up karena matanya sudah punya perpaduan minus dan plus sehingga tidak kuat berlama-lama menatap benda yang terlalu mungil.

Seiring berjalannya waktu dari yang kami bekerja sambil meraba-raba memperbaiki setiap kesalahan hingga akhirnya menemui jalan kelancaran. Dari sampel sedikit hingga berjibun. Saya sungguh menikmati pekerjaan ini karena setiap hari selalu ada pelajaran baru. Menjadi penemu dan saksi pertama orang-orang yang terinfeksi corona merupakan tantangan tersendiri. Telpon berdering setiap waktu. Banyak yang ingin menanyakan kabar tentang hasil tesnya. Tapi saya tidak pernah memberitahu sebelum hasil keluar secara resmi. Ada tim sendiri yang akan menelponnya.

Di sela-sela asyiknya pekerjaan baru, saya mulai terusik dengan sikap para nona-nona ini. Mulai terlihat malas-malasan dan emosinya sebentar-sebentar meningkat. Jalannya edal-edol seperti kucing kekenyangan. Glendat-glendot antara mau dan tidak. Diajak mempercepat langkah jawabnya sengak "Ya udah duluan aja!!". Seakan "Ngapain sih ngatur-ngatur gue emang elu yang gaji gue!" Beda hal disaat jam pulang. Melesat secepat mungkin tak akan sabar menunggu saya untuk sekadar menukar sepatu. Sepatu untuk di luar ruangan beda dengan di dalam.

Ini sangat menyebalkan. Songongnya keluar 100% merasa di atas angin. Saat itu tes corona menjadi andalan utama sedangkan baru kami bertiga yang bisa mengerjakannya. Belum ada yang lain. Ibu Nela jarang diturunkan. Bangga sih tapi tidak perlu congkak juga. Siapapun juga bisa asal dilatih.

Mau mulai bekerja ada saja alasan untuk menundanya. Sarapan dan minum secukupnya menjadi kebutuhan utama sebelum memakai hazmat. Harusnya selesai ritual segera mulai bekerja. Tapi bermain henpon tampak lebih penting dari segalanya dan akan menunda pekerjaan bisa sampai 1 jam lebih. Disitu saya kesal sekali tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Kecuali mengalah atau mulai lebih dulu dan itu akan membuat mereka cemberut sepanjang hari. Saya bukan gila kerja tapi menunda sesuatu karena bermain henpon bukan jiwa saya. Apalagi mengingat teman-teman yang bertugas di tempat lain sudah bertempur sejak pergantian shift. Tim saya masih haha hihi nonton youtube Aurel dan Atta Halilintar. Gondok nggak sih!

Itu baru drama di pagi hari sebelum ritual kerja. Di tengah-tengah ada saja masalah yang seharusnya tidak perlu dihadapi dengan emosi. Seperti setel musik untuk membunuh sepi. Daripada mendengar musik henpon bersuara cempreng saya menyambungkan ke speaker bluetooth agar lebih jernih. Pilihan musik sesuai selera mereka saya tidak pernah mempermasalahkan.

Suatu pagi seperti biasa saya memberikan speaker. Tiba-tiba Nona Rosa berkata sengit entah apa saya kurang dengar diikuti sikapnya yang cemberut sepanjang hari. Entah apa yang salah di pagi itu. Saya merasa tidak membuat kesalahan jadi berpura-pura seperti tidak ada masalah. Sampai jam pulang tetap diam melengos dan sebisa mungkin menghindari kontak mata. Kejadian seperti itu diulang sampai hari-hari berikutnya. Bahkan lebih sering cemberutnya daripada sikap baiknya. 

Seharusnya semakin lancar, kapasitas sampel ditambah bukan semakin malas-malasan dengan sisa waktu. Saya sempat membahas mengutarakan niat itu tapi ditolak mentah-mentah. Sikapnya selalu lebih galak seperti kucing jantan yang sedang birahi. Malah semakin tidak mau bertegur sapa sebisa mungkin menghindari saya. Hanya mengobrol antara mereka berdua. Nasib saya saat itu hanya sebagai orang-orangan sawah yang terdampar.

Ada lagi masalah yang membuat saya agak mendidih yaitu soal lampu. Mereka selalu ingin gelap-gelapan cukup dengan penerangan dari lubang jendela. Alasannya lampu terlalu terang menyebabkan pusing. Sedangkan mata saya minus 4 dan silindris 1 sungguh tersiksa dengan hal itu. Mata perih pedes capek kepala nyut-nyutan sepanjang hari apalagi ada satu tahap di pekerjaan yang memang membutuhkan sedikit cahaya dan saat itu masih menjadi tugas utama saya. Dari pagi kekurangan cahaya saat turun ke ruangan yang remang-remang mata saya semakin pedih sampai berair karena harus bekerja lebih keras. Tapi hal ini tidak berlangsung lama. Saya katakan keberatan dan mereka minta maaf. 

Saya juga minta maaf dan minta diingatkan jika tiba-tiba lalai. Menurutnya hal yang tidak disukai tentang saya adalah saya mudah menyalahkan orang lain. Contohnya, mengeluh tentang bos berulang-ulang saat keadaan panik, itu bukan solusi yang baik justru hanya menambah panik. Okey saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi yang dicontohkan agak kurang nyambung. Mungkin yang mereka maksud seperti tidak mengembalikan barang pada tempatnya saya tidak suka karena akan menyusahkan untuk selanjutnya. Biarpun sepele tidak seharusnya dianggap wajar. Disiplin dari hal kecil akan memudahkan semuanya karena kami kerja tim. Suasana harmonis sempat terjalin kembali. Saling pengertian dan menjaga komunikasi dalam urusan kerja. Namun sayangnya tidak berlangsung lama. Nona kembali bertanduk seperti meong sedang berebut pacar.

Semakin lama sampel yang semakin bertambah banyak. Tenaga tambahan mulai datang. Grup dibagi dua masing-masing beranggotakan 3 orang. Saya segrup bersama Ibu Nela dan teman yang baru masuk dari cuti melahirkan yang biasa saya panggil Nong. Grup Nona Rosa dan Nona Viny ditambah anggota Nona Bibie tenaga job order. Tidak ada training khusus bagi tenaga baru. Latihan sambil terjun langsung dengan bimbingan kami yang lebih dulu belajar.


Jika sampel tidak terlalu banyak hanya satu grup yang diturunkan. Grup kurcaci (begitu bos memanggilnya) sementara ditugaskan di ruang utama bersama teman yang lain untuk turun ke lapangan mengambil sampel swab. Mereka akan dipanggil sewaktu-waktu ke ruang corona saat sampel berlimpah.

Grup kurcaci sudah sangat pintar, cerdas dan di atas awan semua. Bekerja sesuai kehendak mereka. Punya cara sendiri yang paling ajaib. Tidak perlu diskusi apapun apalagi dengan mahluk yang penuh dosa seperti saya. Cara ajaib itu adalah "Kalau ada yang ribet kenapa harus mudah". Seperti menulis daftar nama harus dua kali. Di kertas dulu baru dipindahkan ke buku. Padahal bisa langsung di buku. Tapi tampaknya repot itu kebanggaan tersendiri.

Saat itu melaporkan hasil masih manual. Saya menuliskan dengan membedakan jarak atau memodifikasi warna bolpoint agar mudah ditandai dan dihitung. Meminimalisir kesalahan mana yang positif, negatif atau diulang. Kurcaci lebih suka ditulis sesuka hati. Jaman digital menulis merupakan hal yang terpaksa. Benar saja sesuatu yang tidak diharapkan terjadi yaitu sampel yang seharusnya diulang jadi tertinggal. Tidak terlihat apakah itu harus diulang atau dikeluarkan karena sekilas tulisannya sama. Kejadian itu membuat mereka sadar (lebih tepatnya malu) betapa hal sepele bisa berefek panjang dan merugikan orang lain. Lebih baik ribet sedikit tapi akan memudahkan semua termasuk petugas yang membuat laporan di ruang utama.

Mereka juga sering tidak membalas pesan di whatsapp. Bertatap muka juga rasanya enggan. Maklum kami makhluk yang penuh dosa sehingga tidak perlu diajak bicara apalagi didekati takut menempelkan najis. Sedangkan komunikasi antar grup saat itu sangat penting. Tapi mereka pura-pura tidak membuka whatsapp padahal biasanya tidak bisa lepas dari henpon. Kami sering kali dibuat bingung saat meneruskan pekerjaannya. Akibatnya kamipun malas untuk berkomunikasi kecuali memang mendesak sekali dan harus sabar menunggu responnya karena nona pasti sibuk sekali terlalu banyak endorse.

Suatu hari saya dan tim masuk seperti biasa. Jam 1 siang bersiap-siap menuju ruang tempur. Nona Rosa sedang sibuk bekerja sehingga tidak menghiraukan saya yang sedang kebingungan mencari troli untuk mengangkut barang. Sebisa mungkin membuang muka menghindari kontak mata jangan sampai ada kesempatan untuk berbicara. Saya juga sadar diri saya makhluk penuh dosa tidak mungkin mengusiknya.

Di tengah kebingungan salah satu senior kami mengatakan bahwa grup nona pagi itu salah jadwal. Troli sudah dibawa dan ditinggalkan di ruang corona. Mereka seharusnya tetap dinas di ruang utama tapi sempat diinformasikan dinas pagi di ruang corona. Padahal sampel sudah selesai semua oleh grup saya sehari sebelumnya. Nona tampak kesal sekali sampai tidak keluar sepatah katapun.

Itulah pentingnya komunikasi tapi mereka enggan melakukannya. Merasa tidak perlu bertanya kepada makhluk yang penuh dosa ini. Berangkat jam 5 pagi saat turun hujan itu lumayan perjuangan. Setidaknya harus bersiap-siap satu jam sebelumnya saat mata masih lengket. Eh ternyata salah. Di jadwal yang sebenarnya tidak perlu berangkat sepagi itu masih banyak waktu buat meringkuk di dalam selimut sembari menunggu hujan reda. Maaf ya kami harus tertawa puas karena merasa terbalaskan semuanya. Puaaass banget. Rasain!! Emang enaaakk...

Sekarang nona-nona ini jadi salah tingkah setiap bertemu. Sudah kembali bersikap baik. Dengan canggung dan dibuat-buat berusaha menciptakan suasana seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Tapi berhubung sifat aslinya sudah ketauan yang kalau disenggol sedikit bisa meruntuhkan dunia saya malas berinteraksi lagi dengan mereka. Sudah cukup. Bye!!! Nah begitulah jeleknya saya hehehe...

Dec 9, 2020

Myanmar Pada Suatu Hari

December 09, 2020 0 Comments
Malam itu saya beruntung bisa melewati imigrasi di Yangon International Airport dengan lancar. Kebagian petugas yang murah senyum walaupun mukanya tetap dingin dan datar seperti lempengan es. Tidak ada pertanyaan yang mendebarkan hanya ucapan selamat datang "Enjoy your vacation".

Keluar airport mulai disambut dengan tulisan keriting seperti bawang goreng setengah gosong. Sebagian ada terjemahannya, sebagian polos. Paras orang Myanmar seperti orang Indonesia hanya beda penampilan. Mereka sehari-hari memakai baju khas yang disebut Longyi. Seperti sarung untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan. Bagaikan kaum adam yang pulang dari masjid atau sedang sunatan massal. 

Gigi mereka berwarna merah kehitaman karena sering makan sirih (nginang). Serta cemong-cemong di muka memakai Thanaka atau bedak dingin kalau di Indonesia.


Belanja oleh-oleh di supermarket

Untuk menyambung nyawa di negaranya Ibu Aung San Suu Kyi, saya menukar uang ke money changer di pintu keluar airport. Uang Myanmar tidak dijual di Indonesia sehingga membawa USD menjadi solusi yang tepat. USD juga diterima untuk pembayaran di Myanmar. Tapi hanya seri terbaru dan yang masih kinclong. Dolar kucel bakal ditolak mentah-mentah karena sungguh tidak pantas, masih banyak yang lebih baik di luar sana. Halah! 

Saya menukar 100 USD menjadi 142.600 Ks, kalau dirupiahkan tinggal ditambah nol 1. Dari selembar ditukar jadi berlembar-lembar mendadak berasa jadi orang kaya. Maklum banyak pecahan 1000 bikin dompet jadi tebal.

Tak lupa saya membeli simcard lokal untuk mengaktifkan paket data internet. Koneksi internet sangat diperlukan di Myanmar terutama untuk melihat google map dan memesan grab. Saya membeli merk Ooredo 5GB 7000 Ks. Ada juga merk lain di gerai sebelahnya. Mbaknya memasangkan simcard ke Hp dan diaktifkan sampai beres.

Saya ketinggalan info jika bus umum ke kota sudah bisa di akses dari pintu keluar airport. Bus jurusan ke Sule Pagoda yang mana dekat dengan penginapan yang saya booking. Tinggal jalan kaki 500 m. Untuk naik bus ke kota sebelumnya harus keluar airport sekitar 1 km. Karenanya saya memesan grab langsung ke hostel dengan ongkos 8000 Ks. Padahal naik bus hanya 500 Ks. Ya gapapa kan orang kaya. Dompetnya aja tebal penuh dengan uang seribuan.

Sepanjang jalan diam membisu tidak ada obrolan dengan babang grab karena keterbasan bahasa. Babangnya bebetan sarung digulung di pinggang, pakai atasan kemeja putih yang sudah berubah warna dan giginya merah kehitaman karena tak henti mengunyah racikan daun sirih. Di kampung jaman dulu banyak mbah-mbah nginang tapi sekarang jarang sekali generasi penerusnya. Pernah nyicip rasanya pedes-pedes getir pait bhaaghh.. Gak jelas! Entahlah kenapa sangat disukai di Myanmar ini.

Sampai di penginapan saya segera tidur karena perjalanan 8 jam ditambah transit di Malaysia 3 jam lumayan melelahkan. Menyiapkan tenaga untuk esok hari. Untuk makan malam masih ada bekal dari kosan. Petugas di hostel baik-baik semua, sopan dan lancar bahasa Inggris biarpun dialeknya beda.

Sarapan pagi disediakan di hostel. Ada 2 pilihan mie goreng dan sandwich. Ditambah buah semangka dan kopi atau teh bikin sendiri. Saya makan mie goreng. Makanan halal di Myanmar tidak begitu mengkhawatirkan. Penduduknya mayoritas Buddist dan banyak vegetarian.

Selesai sarapan saya duduk di rooftop dan berkenalan dengan traveler dari Perancis, Valencia dan Grace. Mereka traveling 3 bulan keliling Indochina.

"Indonesia katanya negara yang bagus tapi kami belum bisa ke sana saat ini"
"Iya negara kami banyak pulau dan pantai. Apa kalian akan pergi ke Bali?" biasanya orang bule demennya Bali.
"Oh no, Bali banyak Australian rese kami tidak ingin kesana"
"Betul hahaha..."

Sok akrab sama bule ada untungnya juga. Sore harinya kami sama-sama pergi ke terminal Aung Mingalar yang jauh dari pusat kota Yangon. Ongkos naik grab 100 ribuan. Saya diajak bareng dan dikasih gratis. Rejeki anak mamih. Kami akan pergi ke Bagan naik bus malam. Bedanya saya naik yang bisnis class, mbaknya VIP. Segini dululah ya ceritanya kapan-kapan disambung lagi. Jiayou!!