Terjebak Di Antara Suporter Bola
Wening Sastrojoyo
August 06, 2019
0 Comments
Gara-gara memanfaatkan tiket unlimited sore itu saya keliling sendirian di Amsterdam. Sekadar melangkahkan kaki daripada nganggur karena sudah beli tiket mahal kalau tidak dipakai sayang. Tiket yang mengcover hampir semua angkutan umum di Amsterdam seperti train, tram dan bus kota untuk 1 hari. Selagi masih berlaku ceritanya. Saya tidak berbekal itinerary apapun. Hanya selembar peta untuk keliling di sekitar jalur tram.
Saat itu malam minggu dan ternyata ada pertandingan bola Club Belanda melawan Club Jerman. Entah apa namanya karena bukan pecinta bola jadi tidak mau tau. Banyak orang segala usia keluar rumah untuk nonton bareng di cafe. Ramai sekali. Suara yel-yel dan teriakan bersahut-sahutan di beberapa sudut kota.
Semakin sore semakin ramai. Banyak orang berkejar-kejaran sambil teriak entah ngomong apa bahasanya Belanda semua. Segerombol pergi, segerombol datang lagi. Begitu seterusnya sampai beberapa kali. Saya mulai deg-degan teringat media massa yang sering memberitakan tawuran antar suporter bola. Jadi bingung, kalau kembali pulang berarti harus jalan ke Stasiun Central dan melewati kerumunan mereka, diam di pinggir jalan semakin tenggelam oleh mereka yang berdatangan dari segala arah, mau naik tram berjubel penuh dengan mereka. Bisa-bisa disangka penyusup karena secara pakaian saya beda sekali. Tidak ada orang berkerudung kecuali saya. Lalu hanya bisa pasrah di pojokan halte sambil makan rumput. Makan wafle ding tapi ketempelan rumput kering tidak sengaja kemakan hehhe... Syukurlah tidak memakai atribut apapun yang berbau bola. Warna baju juga tidak senada dengan kedua club itu.
Setelah agak sepi, datang tram di jalur 2 yang katanya jalur paling bagus banyak melewati landmark di Amsterdam. Karena lumayan kosong saya melanjutkan niat keliling memanfaatkan tiket unlimited. Saya naik dan duduk di tengah dekat ke jendela. Lumayan bisa berlindung dari pasukan yel-yel yang masih tersisa. Eh ternyata di halte berikutnya ada yang naik lagi. Sampai berjubel empet-empetan. Nyanyi teriak-teriak sambil gebrak-gebrak dinding tram. Tadinya kalau ketemu tempat yang bagus saya akan turun. Ternyata tidak bisa lewat. Ditambah bahasa pengumuman di tram juga roaming. Auto ngeblanck entahlah posisi sampai di mana. Pilihannya hanya pasrah dan berencana turun di pemberhentian terakhir lalu balik lagi.
Bonus di dalam Tram |
Menjelang stasiun terakhir penumpang tersisa 3 orang. Lokasinya semakin menepi dan sepi, entahlah stasiun apa. Atau mungkin belum stasiun terakhir saya juga tidak tau. Semua penumpang turun. Saya ikut turun dan berniat naik tram ke arah sebaliknya. Namun sial, tidak ada tram ke arah sebaliknya. Jalurnya hanya satu. Beberapa meter dari halte tram terdapat halte bus. Dua penumpang itu jalan kesana. Saya mengikuti di belakangnya. Tiba-tiba mereka naik ke bus yang lewat entah jurusan mana. Tinggallah saya sendiri dan 2 orang di halte seberang. Pengen nangis kejer tapi ditahan.
Saat pasrah menunggu keajaiban datanglah 2 bus berwarna biru dan merah. Saya bertanya ke pak sopir bus ke airport. Saya akan pulang. Hotel saya dekat dengan airport, sekali naik free shuttle bus dari sana. Tapi kata pak sopir, bus sudah berhenti beroperasi. Baru sadar biarpun masih terang benderang seperti jam 15.00 waktu di Indonesia ternyata sudah hampir jam 21.00. Sudah malam bok pantesan rumah-rumah banyak yang sepi. Musim panas waktu siangnya lebih panjang. Sedangkan angkutan umum tetap beroperasi sesuai jadwal tanpa tergantung pada musim. Pak sopir menyarankan naik bus berikutnya.
Tidak ada bus langsung ke airport harus transit di sebuah terminal yang saya tidak tau namanya. Pokoknya bus berhenti terakhir disitulah saya turun. Beruntung sekali bus itu berhenti tepat di sebelah bus jurusan Schipol Airport. Dengan bonus mas sopir yang baik, gagah dan berambut klimis. Rejeki anak sholeha di tengah kesulitan.
Celingukan menunggu keajaiban |
Setelah 30 menit menunggu, bus mulai meninggalkan terminal misterius itu. Biasanya dari airport ke pusat kota hanya beberapa menit menggunakan kereta. Berhubung naik bus ternyata jauh sekali. Melewati tengah kota dengan beberapa kemacetan akibat lampu merah dan masuk ke jalan tol. Syukurlah sampai di airport masih terangkut oleh shuttle bus terakhir ke hotel. Alhamdulillah akhirnya Inem bisa pulang dengan selamat. Sampai di hotel waktunya maghrib jam 22.30. Niat memanfaatkan aji mumpung malah berdebar sepanjang jalan.