Jan 14, 2015

Backpacking Bersama Ibu Part 3 - Melaka Kota Warisan Dunia

January 14, 2015 3 Comments
Cerita sebelumnya kami kehabisan bus ke Melaka di terminal Larkin Johor Bahru. Saya merasa berdosa mengajak ibu kleleran. Walaupun beliau juga tidak kaget karena sebelumnya sudah dijelaskan bahwa jalan-jalan ini berbau sengsara yang mana ada satu malam yang kita buat menginap di hotel berjalan alias tidur di bus. Menurut perkiraan mungkin akan sampai di Melaka terlalu pagi jadi akan tidur-tiduran di terminal sampai terang. Kenyataannya malah kehabisan bus ke Melaka.

Saya tidak browsing tentang Johor Bahru karena memang tidak berencana menginap. Hanya mengandalkan cara terakhir jika sudah mentok langsung naik bus ke KL dan rencana ke Melaka dilewatkan saja. Sempat terpikir juga untuk berpindah haluan ke Penang karena masih ada bus yang menuju kesana. Tapi sampai disana mau ngapain belum browsing tentang Penang dan segala isinya.

Dengan berbagai pertimbangan dan merasakan kondisi badan yang sepertinya harus segera direbahkan saya pun membeli tiket bus ke KL. Tentunya bus yang banyak direkomendasikan oleh para traveler. Untung saja akan berangkat 20 menit kemudian sehingga tak menunggu lama kami sudah dipersilahkan naik ke bus. Busnya nyaman sekali seat 2-2 kursinya empuk dan luas, ada sandaran kaki dan juga selimut. Tepat jam 11 malam waktu Malaysia bus mulai bergerak meninggalkan terminal Larkin. Entah gimana kondisi di luar sana yang pasti saat bus mulai masuk ke tol saya langsung terlelap. BLEG!

Saya mulai terbangun karena terganggu dengan laju bus yang sebentar-sebentar berhenti, rupanya sedang antri di pintu keluar tol. Di kanan kiri jalan banyak gedung-gedung tinggi selayaknya di kota besar. Apakah sudah sampai di KL? Saya sih berharap belum karena masih jam 2 dini hari dan masih pengen melanjutkan tidur lagi. Ibu juga masih terbuai di alam mimpinya.

Tiba-tiba bus berhenti di sebuah bangunan yang bagus dan megah yang saya kira adalah airport. Karena melihat beberapa papan iklan besar-besar bertuliskan "KLIA Transit" "Fastest Way to KLIA 2" lengkap dengan gambar keretanya. Saya pikir itu adalah terminal baru KLIA 2 yang menggantikan LCCT.

Terlihat beberapa penumpang mulai berkemas-kemas meninggalkan tempat duduknya. Saya masih tetap duduk berselimut karena saya pikir bus akan melanjutkan perjalanan ke KL Sentral yang mana masih 1 jam lagi dari airport. Tapi semakin lama kok semua siap-siap turun dan lampu bus pun mulai dinyalakan untuk memberikan kemudahan penumpang yang berkemas. Dengan sangat terpaksa saya bangunkan ibu.

Lalu kami turun dan menarik koper masuk ke gedung mewah itu mengikuti penumpang yang lain. Saya lihat di dinding depan gedung ada tulisan TBS. Emang ada ya bandara TBS? Wes mbuh lah urusan nanti, yang penting cari tempat duduk dulu untuk menumpulkan segenap nyawa. Banyak kursi hampir di setiap pojokan. Di tengah ruang lobby utama ada LCD selayaknya LCD di sejumlah bandara yang bertuliskan berbagai rute seperti Singapura - Kuala Lumpur, Kuala Lumpur - Seremban, Kuala Lumpur - Melaka dan masih banyak lagi tapi anehnya tidak ada nama pesawatnya. Masih penasaran bandara apa sih ini? Apa mungkin terminal bus? Kalau terminal bus kok fasilitasnya mewah banget dibanding dengan Soekarno Hatta rasanya kalah jauh.

Banyaknya papan iklan ini yang meyakinkan saya bahwa tempat itu adalah KLIA 2

Tempat bersih begini wajar kan kalau disangka airport...

Tak jauh dari kami duduk ada bantuan kecemasan (pusat informasi) yang dijaga oleh 3 bapak security. Saya pun segera mendatangi tempat itu.

“Pak cik ini airport bukan?”
“Bukan ini TBS, Terminal Bersepadu Selatan, kalau airport masih jauh lagi. Memangnya mau kemana?”
“Mau ke KL sentral, naik apa kalau kesana?" untuk menutupi linglung keluarkan saja kata KL Sentral.
“Kalau sekarang harus naik taksi, nanti bisa naik LRT tapi mulai buka jam 6 pagi”
“Kalau ke Melaka naik apa pak cik?”
“Woow... Melaka itu jauh lagi itu beda tempat bukan KL, naik bus besok pagi dari sini”

Saya masih bingung, lalu diberi buku panduan lengkap tentang Malaysia, termasuk juga map KL sambil diterangkan beberapa. Pak securitynya baik-baik banget.

Belakangan saya baru tau bahwa Terminal Bersepadu Selatan atau disebut Bandar Tasik Selatan ini adalah sebuah terminal bus yang paling megah seantero Malaysia. Bisa jadi saat itu masih paling megah seAsia Tenggara. Dengan gedung yang sangat megah dan fasilitas yang sangat modern selayaknya bandar udara berkelas internasional. Terletak di selatan pusat kota Kuala Lumpur. Beroperasi sejak tahun 2011. Melayani bus antar negara dan kota di semenanjung Malaysia bagian selatan. Maklum donk kalau saya sampai mengira bandara. Rasanya bangga sekali kesasar ke tempat bagus seperti itu.

Hebatnya para cleaning servis di terminal ini jam 3 dini hari sudah mulai bekerja, sehingga sejam dua jam kemudian pada saat terminal mulai ramai keadaan sudah kinclong dan siap pakai semua. Termasuk toilet. Bagus untuk ditiru ya.

Malam itu kami menghabiskan waktu di terminal. Ibu duduk di kursi sambil membaca buku panduan yang saya ambil dari informasi. Saya berkeliling melihat-lihat isi terminal. Bus dan kereta akan mulai beroperasi pukul 6 pagi masih harus menunggu 3 jam lagi. Tapi saya masih bingung antara ke KL aja atau melanjutkan acara ke Melaka. Hati kecil rasanya berat sekali kalau harus melewatkan Melaka karena kelamaan di KL rasanya membosankan. Tapi ingat ibu, masih kuatkah? Setelah saya tanya rupanya tetap semangat. Yes!

Saya naik ke lantai 4 nanya ke hotel transit, harganya tidak terlalu mahal lupa berapa per jamnya. Lalu nanya ke ibu apakah mau istirahat dulu di hotel, tapi katanya takut keenakan bablas ketiduran atau belum tentu juga bisa tidur dalam keadaan yang masih terbebani pikiran untuk melanjutkan perjalanan lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di lantai 4 yang ACnya tidak begitu dingin sambil menyandarkan kepala ke atas meja yang pada akhirnya bisa tidur-tidur ayam sampai subuh.

Selesai sholat subuh di mushola yang berada di lantai 4 kami siap-siap turun ke lantai 3 untuk membeli tiket bus ke Melaka. Jam 5.30 kami baru diijinkan turun ke lantai 2 ke ruang tunggu. Ruang tunggunya mirip mau naik ke pesawat. Sebelum naik bus tiket diperiksa satu per satu oleh dua orang petugas di pintu keluar. Tepat jam 6 pagi bus mulai meninggalkan terminal yang megah itu. Busnya sama nyamannya seperti bus yang dari Johor Bahru hanya tidak ada selimutnya. Tak berapa lama kemudian saya pun terlelap kembali. 

Saya terbangun saat bus mulai masuk daerah Melaka. Di kanan kiri jalan penuh dengan pohon kelapa sawit. Kira-kira jam 8.30 bus sampai di Melaka Sentral. Dari Melaka Sentral ke kota Melaka harus naik bus kota yaitu Panorama Bus. Banyak sekali pilihan dengan berbagai tujuan. Tak lupa saya mampir ke pusat informasi untuk meminta peta.

Kami akan menuju ke Clock Tower di Red Square dan akan mencari penginapan di sekitar sana. Dari pusat informasi kami disarankan naik Bus Panorama nomor 17. Harus menunggu beberapa saat karena bus nomor 17 belum datang. Setelah 30 menit akhirnya bus pun datang. Semua calon penumpang bergantian masuk dan membayar ongkos sesuai tujuan pada pak sopir sebelum mencari tempat duduk. Ongkos sampai ke Clock tower seharga 1.50 RM.

Sepanjang jalan saya berjaga-jaga melihat ke sekeliling takut kebablasan. Penumpang naik turun silih berganti. Semakin ramai semakin galau lalu saya beranikan tanya ke pak sopir dan sekaligus minta ditunjukkan jika sudah sampai. Setelah melewati jalan kecil yang kanan kirinya ramai dipenuhi oleh toko bernuansa China dan beberapa kali melewati kemacetan akhirnya sopir bus berteriak sambil menoleh ke saya "Clok Tower... Clock Tower..."

Sampai juga kami di Red Square yaitu komplek bangunan tua yang masih terawat dengan baik didominasi cat berwarna merah. Diantaranya adalah Clock Tower dan Christ Church Melaka, gereja tertua di Melaka yang sering saya lihat di internet maupun buku panduan pariwisata Malaysia. Begitu turun dari bus kami dikerubuti oleh abang becak yang menawarkan untuk mengantar ke penginapan. Ternyata penginapan yang saya incar jauh dari area itu.

Saya bertanya letak Jalan Hang Kasturi dan Hang Jebat, menurut abang becak tinggal jalan kaki menyeberangi jembatan yang berlokasi tidak jauh dari Clock Tower. Lalu kami menuju ke tempat itu. Karena belum tau akan menginap dimana, saya berkeliling sendiri mencari penginapan. Ibu menunggu di salah satu tempat yang teduh tak jauh dari Jalan Hang Jebat. Banyak sekali penginapan disitu tinggal pilih mau yang seperti apa. Ada hotel, guesthouse maupun hostel, tentunya harga membawa rupa. Kalau dilihat sepintas seperti rumah biasa tidak seperti bangunan hotel. Setelah bertanya kesana kemari akhirnya menjatuhkan pilihan ke Hotel Heeren Inn 90 RM/malam. Kamarnya luas, double bed, kamar mandinya di dalam, bersih, biarpun perabotan lama tapi masih terawat dengan baik. Hanya saja tidak ada jendela. Ibu sangat senang karena kamar mandinya di dalam tidak seperti penginapan di Singapura yang sharing di luar.

Jam 10.15 kami sudah diperbolehkan cek in. Alhamdulillah perjuangan panjang dari Singapura ke Melaka akhirnya membuahkan hasil. Hasil bener-bener bisa istirahat maksudnya. Setelah merebahkan badan rupanya kami langsung tertidur kembali. Tidur saat itu menjadi kebutuhan yang sangat penting akibat perjalanan panjang sebelumnya yang masih menyisakan letih dan pegel-pegel di kaki.

Setelah mandi, makan dan sholat dzuhur kami keluar jalan santai. Kami menuju ke area Red Square sambil jeprat jepret mengambil gambar bangunan kuno yang bertebaran sejauh mata memandang. Melaka memang kota bersejarah yang didaulat sebagai Kota Warisan Dunia (The World Heritage City) yang telah diakui oleh UNESCO sehingga banyak bangunan bersejarah peninggalan Eropa yang masih terlihat bagus dan terawat dengan baik.

Memulai selfie di pojokkan Jalan Tun Tan Cheng Lock tempat Hotel Heeren Inn berada yaitu sekitar lima rumah dari pojok jalan ini. Pagi sebelumnya saat saya mencari penginapan, ibu menunggu di pojok seberangnya saya berdiri.

Hard Rock Cafe, tak jauh dari Clock Tower di sebelah kanan jalan setelah melewati Jembatan Tan Kim Seng
 
Surau Warisan Dunia berada di seberang Clock Tower, di bawah surau ini ada Tourist Information Centre. Karena sore itu turun hujan rintik-rintik kami berteduh di surau ini makan rujak di terasnya sambil menunggu sholat ashar


Rujak jambu biji dan jambu air rasanya manis semanis wajah saya, beli di trotoar di bawahnya Hard Rock Cafe. Makanan yang selalu menarik untuk dibeli kapanpun dan dimanapun.



Ini lho yang namanya Clock Tower dipandang dari teras Surau Warisan Dunia. Di belakangnya ada Christ Church Melaka dan Melaka Art Gallery, di sebelah kanan ada Stadthuys, di sebelah kiri di seberang jalan terdapat Jembatan Tan Kim Seng. Sebelum jembatan ada yang jual cendol uenak banget, sehari saya beli sampai bolak balik 3x. Kawasan ini disebut Red Square / Dutch Square karena bangunan di sekitarnya bercat merah. Kawasan yang menjadi icon melaka ini selalu selalu penuh dengan turis disepanjang hari.


Ini dia tempatnya cendol enak (Cendol Jam Besar) harganya antara 1.80RM – 3.50RM. Kalau kesini lagi wajib membeli cendol ini.

Selesai sholat ashar setelah hujan mereda kami melanjutkan melihat-lihat ke belakang surau yaitu ke The Fort Wall adalah benteng perlindungan yang dibangun di sisi sungai Melaka oleh Portugis tujuannya untuk mengawasi perdagangan laut dan meningkatkan pertahanan kota Melaka pada masa itu.

Puing-puing benteng yang masih tersisa. Pada masa pendudukan belanda benteng ini juga dipakai untuk tempat pengawasan bandar Melaka sehingga gerak-gerik musuh atau kapal perang dapat diantisipasi.

Masih di sisi sungai tidak jauh dari benteng terdapat Kincir Air Kesultanan Melayu Melaka, merupakan kincir air yang pertama dan terbesar di Malaysia. Kincir setinggi 13 meter ini digunakan para pedagang untuk menimba dan mengalirkan air dari anak sungai.

Kincir Air Kesultanan Melayu Melaka. Dari kincir ini ada jembatan kayu yang menghubungkan ke Melaka River Cruise. 


Melaka River Cruise. Boat yang dihias dengan cantik ini akan membawa kita menyusuri sungai yang membelah kota Melaka sejauh 9 KM.

Tidak jauh dari dermaga Melaka River Cruise ini terdapat beberapa museum yang salah satunya adalah museum maritim. Kami menyempatkan diri masuk ke museum itu dengan membayar tiket seharga 6 RM untuk orang dewasa. Di dalamnya diceritakan tentang sejarah pelayaran dan perkapalan pada jaman Kesultanan Melayu Melaka lengkap dengan replika kapalnya mulai dari Portugis hingga Inggris.

Museum Maritim, masuk kesini alas kaki harus dilepas.

Puas melihat-lihat kami kembali ke hotel sambil mencari tempat makan. Kebetulan penginapan kami dekat dengan area Jonker Walk yaitu pasar malam yang hanya buka pada hari Jumat hingga Minggu. Banyak toko di kawasan ini yang buka setiap hari hanya saja puncak keramaiannya disetiap akhir pekan. Ada yang berjualan barang antik, kebutuhan rumah tangga, alat elektronik, pernak pernik dan yang tak ketinggalan adalah beraneka makanan. Tapi yang berjualan kebanyakan etnis Tionghoa jadi tidak tau halal dan tidaknya. Demi keamanan kami kembali ke restoran halal yang letaknya persis di sebelah hotel.


Jonker Walk, buat yang doyan belanja disini surganya.

Selesai makan kami kembali ke hotel untuk sholat maghrib. Setelah maghrib saya masih penasaran dengan Jonker Walk. Saya keluar sendiri karena ibu memilih istirahat saja di hotel. Tak berapa lama turun hujan rintik-rintik, saya berteduh ke sebuah toko souvenir yang ujung-ujungnya membeli souvenir untuk ibu agar dibagikan ke saudara di rumah. Saya lupa dan tidak tau kalau harganya bisa ditawar (selain memang tidak bisa menawar sih), begitu saya menyodorkan uang oleh engkohnya malah dikasih diskon. Makasi uncle... (bapak-bapak di Melaka dipanggilnya uncle).

Semakin lama hujannya semakin deras beberapa pedagang memilih menggulung dagangannya. Saya pun nekad pulang ke hotel menerobos sang hujan, lumayan membasahi kerudung dan jaket saya. Sampai di hotel istirahat dan menyiapkan tenaga untuk esok hari.

Pagi hari cuara sangat cerah. Kami bersantai dulu di hotel sebelum akhirnya harus beres-beres dan cek out. Jam 10.00 setelah semua beres kami cek out dan menitipkan koper ke resepsionis karena kami akan melanjutkan lagi mengubek-ubek Melaka sebelum pindah ke KL.


Stadthuys, dibangun oleh Belanda pada tahun 1650 sebagai kantor gubenur dan deputy Belanda pada masa itu.

Di Stadthuys ini kami hanya mengambil gambar di depannya saja, lalu naik ke atas lagi ke bukit St. Paul melewati beberapa komplek museum ada yang gratisan dan ada yang harus bayar. 

Tangga menuju ke bukit St. Paul, ga tinggi tinggi banget apalagi pemandangan di sekitarnya terlihat mempesona.




Di Depan Gereja St. Paul. Di sini kita bisa melihat kota Melaka dari ketinggian. Terlihat pula jalan layang di pinggir pantai yang begitu indah.

Gereja ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1521 dahulu hanya berupa bangunan sederhana kemudian dibangun dengan megah. Yang pada akhirnya hancur karena peperangan dan hanya menyisakan kerangka bangunan. Di dalam reruntuhan gereja ini banyak berderet batu nisan, seperti di film horor tapi karena kondisi yang ramai jadi tidak menyeramkan kecuali kalau sendirian malam-malam mungkin baru terasa. Ada juga sumur tua dengan uang koin yang berserakan. Konon yang melempar koin ke dalam sumur itu sambil "make a wish" katanya bakal terkabul.

Di depan gereja ini berdiri kokoh patung pendeta Francis Xavier adalah seorang missionary yang dahulu diberi kepercayaan sebagai penanggung jawab gereja ini. Konon katanya kalau malam hari patung ini suka menangis, kalau mau membuktikan ya silahkan saja.

Tapi disini saya agak terganggu dengan mahasiswi yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir. Saya dimintai tolong untuk mengisi quesioner, kirain sedikit ternyata sampai bejibun berlembar-lembar. Jadi kya ujian. Sampai yang halaman terakhir males baca, asal coret yang penting diisi dan cepat selesai. Hihihi... Maaf ya dek... Kakak mau menikmati dunia dulu. Selain itu juga sesekali didatangi oleh pedagang asongan yang terkesan memaksa.

Selesai mengerjakan ujian dari mahasiswi itu dan berfoto-foto, kami turun kembali ke depan Melaka Christ Church. Istirahat sejenak sambil menikmati cendol jam besar yang uenak sekali. Jangan melewatkan es cendol ini jika ke Melaka.

Berpose dulu di depan Melaka Christ Church.

Becak hias yang dilengkapi dengan musik dan siap mengantarkan wisatawan. Tarifnya lumayan mahal tapi masih bisa di tawar. Rata-rata 10 RM untuk mengeliling area Red Square.

Setelah menikmati segelas es cendol saya kembali ke hotel untuk mengambil koper. Ibu menunggu di taman di dekat gereja berkumpul dengan wisatawan dari berbagai negara. Disini pula kami menunggu bus panorama nomer 17 jurusan Melaka Sentral. Lumayan lama busnya ga nongol-nongol tapi dengan suasana yang menyenangkan jadi tidak terasa.

Jalan-jalan ke Melaka bisa dilakukan hanya dalam waktu 1 hari karena kotanya kecil dan letak objek wisatanya juga berdekatan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi buat saya 2 hari masih kurang karena sejauh mata memandang rasanya indah semua.

Setelah bus panorama datang dengan berat hati kami harus meninggalkan Kota Melaka bye bye semoga bisa bertemu kembali...