Mar 18, 2015

Kost Bu Haji Pur

March 18, 2015 0 Comments
Kost Bu Haji Pur adalah kost'an tua yang nyaman dan lumayan murah dibandingkan dengan sekitarnya. Jarang sekali ada kamar kosong tiap kali penghuni keluar tak berapa lama akan terisi lagi. Kamarnya ada 7, dulu harganya sama aja mau bawa barang elektronik magic com, kulkas, TV ga ada penambahan biaya. Sekarang karena biaya listrik mahal jadinya dikenakan biaya lagi. Letaknya strategis dekat dengan rumah sakit, kampus dan kawasan industri. Untuk karyawati rumah sakit dan mahasiswi bisa dengan jalan kaki, tapi untuk karyawati di kawasan industri masih perlu naik ojek. Dekat jalur angkot dan bus antar propinsi.

Masing-masing kamar punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Pertama kamar paling depan (grup kamar luas) sebelumnya ditempati oleh Siti tapi sekarang telah resign dan ditempati oleh Nazia. Kamarnya lumayan luas dibanding kamar Saya, Cita, Yuyun dan Hani (grup kamar sempit). Tapi kunci pintunya rusak jadi harus pakai gembok. Dindingnya masih bersih tapi langit-langitnya pendek. Kalau musim kemarau panasnya bener-bener oye. Di depannya ada kolam lele dan lelenya pernah lompat malem-malem masuk ke sepatunya Siti.

Kamar kedua kamarnya Titis, dulu ditempati oleh Yuyun. Kamarnya sama seperti kamar Nazia, luas tapi langit-langitnya pendek. Pintunya juga rusak dan harus pakai gembok. Catnya bersih tapi kalau hujan suka bocor dan air dari depan pintu kalau hujannya deres suka masuk. Langit-langitnya pernah jebol diinjak kucing.

Kamar ketiga, dulu pernah ditempati Anggi, Saya, Ayu dan terakhir Hani tapi sekarang masih kosong karena pintunya rusak. Kamarnya setipe dengan kamar Nazia dan Titis, luas tapi langit-langitnya pendek. Langit-langitnya pernah jebol juga diinjak kucing. Temboknya rontok luar biasa dan catnya juga kotor sekali. Dulu saya tutupi pake bekas kalender biar kelihatan agak bersih dan masih menempel sampai sekarang. Pintunya dimakan rayap tiap hari pasti banyak rontokannya, pokoknya setiap masuk kamar harus nyapu dulu dan inilah yang menyebabkan pintunya makin lama makin lapuk hingga sampai sekarang belum juga dibenerin. Padahal sudah banyak yang nengok pengen nempatin. Mejanya fraktur sekarang masih mangkrak diluar. 

Keempat kamarnya Yuyun. Sebelumnya ditempati oleh Lusi, Fitri dan Esti. Pernah dicat oleh Yuyun jadi kelihatan paling bersih, tapi lebih sempit dibanding kamar Titis dan Nazia. Kamar paling khas karena setiap dibuka pintunya berderit kegosrok lantai (istilah lain kegosrok apa ya?). Ketauan banget kalau Yuyun datang atau keluar kamar pasti pintunya bunyi NGOOOKK..!! Kalau hujan suka lembab dan bikin lemari jamuran. Deket dengan meja kompor, meja TV dan kursi tempat kongkow-kongkow, jadinya sering kebrisikkan.

Kelima kamarnya Hani, sebelumnya kamarnya Mita. Sama dengan kamar Yuyun punya ciri khas pintu berderit kegosrok lantai tapi masih mending. Tidak begitu lembab. Catnya lumayan dekil banyak bekas-bekas lem untuk menempelkan sesuatu oleh anak-anak kost terdahulu.

Keenam kamarnya Cita. Menurut saya kamar paling sempurna diantara yang lain, termasuk golongan kamar yang sempit. Ga lembab karena sinar matahari pagi bisa masuk. Pintunya pun juga bagus bisa ditutup walaupun tidak dikunci. Tapi tidak dikasih lemari karena bawa sendiri dari kost yang lama. Dindingnya sama aja banyak lukisan abstrak.

Ketujuh kamar saya, sebelumnya ditempati oleh Alis. Paling pojok dekat dengan kamar mandi, tangga ke loteng dan dapur ibu. Kalau ibu lagi masak-masak pasti baunya masuk ke kamar. Termasuk golongan kamar sempit juga tapi paling adem karena langit-langitnya tembok bukan asbes seperti kamar yang lain. Diatas kamar saya ada loteng dan kamar mandi tempat kami mencuci baju. Kena sinar matahari pagi tapi karena bersebelahan dengan kamar mandi jadi sedikit lembab. Kalau siang agak gelap kalau mo baca lampu harus dinyalakan. Pintunya ga bisa ditutup harus diselot atau dikunci sekalian. Dindingnya lebih abstrak dari pada kamar Cita.

Temen kesayangan Yuyun, tersangka yang suka ngacak-acak tempat sampah dan nyolong makanan di meja, tidurnya selalu di rak sepatu Mita.

Begitulah masing-masing kamar punya cerita yang unik. Dulu kami semua sempet berkeluh kesah karena lemarinya reyot semua dan satu per satu pintunya lepas. Tapi akhirnya diganti yang baru. Mengenai tempat tidurnya semua rata, spring bed jadul warnanya dekil yang hanya terselamatkan bersihnya karena tertutup sprei. Kalau ditidurin suaranya kerkit-kerkit per'nya beradu dengan tulang. Hahhaa...

Sudah lama saya pengen pindah ke kost ini karena ada teman kerja yang seruangan yaitu Alis dan Cita, dan juga teman-teman sekantor di ruangan lain. Selain itu juga di kost yang lama sering tidak nyaman, banyak cowok temen anaknya ibu kost yang berisik maen game di ruang tengah, yang mana setiap mau ke toilet harus lewat ruang itu. Risih jadinya. Awalnya ga enak karena ibu kost bersahabat karib dengan Ibu Haji Pur, temen ngerumpi sehari-hari. Pernah suatu hari ngobrol pengen pindah ga taunya nyampe ke telinga ibu kost dan ga dibolehin. Akhirnya saya bertahan. Tapi suatu hari ibu kost dengan terpaksa minta maaf karena kamar saya mau ditempati anaknya, dan saya disarankan pindah ke kost Bu Haji Pur. Horeee... Dengan senang hati donk. 

Tempat melepaskan segala kepenatan.
Kondisi lemarinya kamar sebelah, sebut saja kamarnya inem, sebelum diganti yang baru.

Dulu ada teteh yang tiap pagi bersih-bersih rumah ibu dan kost'an tapi sekarang telah berhenti. Akhirnya dibersihkan sendiri oleh ibu kadang-kadang kami juga kalau lagi rajin tapi jarang banget. Jadinya diluar kamar sering kotor dan berantakan, apalagi sering ada kucing yang suka ngacak-ngacak tempat sampah. Menyebalkan.

Kamar Yuyun sebelum pindah yang kelihatan gantungan gemboknya.

Rak piring dan segala isinya, banyak barang peninggalan anak kost yang dulu-dulu.

Makanan anak-anak kost.

Karena ada saja yang males beres-beres jadi bikin peringatan ini diatas namakan ibu kost, tapi tetap aja susah berlaku. Oleh ibu dikasih pinjem tabung gas 3 kg dan kami patungan membeli kompor.

Sebelum kost disini saya suka maen, masak dan makan bareng rame-rame. Bersama Ima, Nci, Cita, Alis dan Siti.

Tempat anak-anak kost kongkow kongkow ketawa bersama. Kalau ketawanya kekencengan suka ditegur pak erte yang rumahnya bersebelahan "Dasar karyawati ga punya etika!!!" Hahaha... Tapi akhir-akhir ini pak erte sering sakit dan sepertinya mengalami gangguan pendengaran jadi jarang marah-marah. Kalau duduk disini harus hati-hati kadang diatas ada cicak yang dengan santainya buang kotoran.

TVnya Cita dan Yuyun serta parabolanya, di cuaca cerah gambarnya renyek kalau habis hujan bagus. Magic comnya punya Mita.

Hani, Bu Haji Pur, Saya, Siti dan Yuyun saat mengantarkan Siti pindahan. Hiks hiks...tersenyum dalam tongsis.

Rumah Bu Haji Pur tampak dari luar.

Mar 13, 2015

Cerita Dari Tanah Suci

March 13, 2015 4 Comments
Menyimak pengalaman orang saat berada di tanah suci, kadang seperti sesuatu yang sulit dipercaya. Masa sih? Kok Bisa? Ya memang benar adanya. Begitulah dahsyatnya kekuasaan Allah. Perbuatan dan perkataan apapun entah baik atau buruk begitu cepatnya akan mendapat balasan dari-Nya. Wallahualam saya sendiri beberapa kali pernah merasakan. Dikira hanya berlaku buat jamaah haji ternyata umroh pun juga begitu.

Saat di Madinah beberapa hari saya tidak pernah bermasalah meletakkan sandal di rak. Asalkan hafal nomer pintu dan raknya pasti tidak susah menemukannya lagi. Tapi hari terakhir sebelum pindah ke Mekah saya meletakkan sandal sambil bercanda dengan teman “Di sini mah sandal ga bakal ilang”. Setelah itu jadi membayangkan seandainya sandal hilang pulangnya gimana ya?. Ternyata benar saat pulang sandal tidak ada. Padahal disatukan dengan teman-teman yang lain berempat. Hanya tersisa sandalnya ibu-ibu, saya berdua teman sesama jomblo harus nyeker pulang ke hotel sambil panas-panasan.

Pernah iseng bareng teman di lift hotel. Kebiasaan orang Indonesia kalau antri lift suka dorong-dorongan tidak sabar. Saat itu kami bareng dengan jamaah di lantai 3 dan 4, hanya tersisa kami berdua yang akan ke lantai 7 tapi mencet tombol sampai lantai 10 sehingga akan bergerak terus ke atas dan berhenti di setiap lantai. Padahal di bawah masih ada yang antri. Dua hari kemudian setelah pindah ke Mekah, tidak ada yang iseng atau apa, tapi lift yang kami naiki tiba-tiba jatuh. BREGGGGG!!!! Baju saya ketumpahan kopi yang dibawa seorang bapak. Astaghfirullahaladzhim… Seketika gemetar ingat keisengan di Madinah. Kapok banget Ya Allah tidak akan pecicilan lagi. Kapoookk. Ampun Ya Allah.

Sholat di Masjidil Haram tenang sekali tidak banyak suara anak kecil nangis seperti di Masjid Nabawi. Saya membatin “Disini kok ga ada anak kecil nangis ya”. Eh pas sholat-sholat berikutnya ada saja anak nangis teriak-teriak malah ada yang persis di sebelah saya.

Pernah di sebelah saya entah orang mana, di depannya ada ibu-ibu Turki berbadan gede. Rakaat pertama masih lancar, rakaat kedua beliau susah berdiri dan melanjutkan sambil duduk. Tapi duduknya terlalu ke belakang sehingga menghalangi orang di sebelah saya untuk sujud. Jadi harus mendorong pantat ibu gede itu tapi karena terlalu gede susah bergeser sedikitpun dan sujud di tempat seadanya hampir mencium pantat orang. Selesai sholat beliau marah-marah menegur ibu Turki itu. Saya ketawa melihatnya. Tiba-tiba saat sholat berikutnya saya mengalami hal yang sama persis, susah sujud ada pantat gede di depan menghalangi. Astaghfirullahaladzhim... Tuh kan gara-gara menertawakan orang...

Melihat banyak burung berterbangan di atas Ka’bah, saya hanya berpikir “Burung segitu banyak apa ga ada yang buang kotoran ya?” karena Masjidil Haram selalu bersih tidak ada kotoran burung. Tak berapa lama tiba-tiba melihat kotoran burung yang sudah kering menempel di atap lantai satu. Jalan beberapa langkah melihat lagi, jalan sebentar melihat lagi terus saja sampai berkali-kali. Bahkan ada yang masih basah. Saya berdoa “Ya Allah sudah cukup jangan tunjukkan kotoran burung lagi”. Benar saja tidak pernah melihatnya lagi.

Tenggorokan sering terasa kering jadi harus sering minum. Tapi setelah minum selalu beser. Paling males terasa pengen pipis saat di dalam masjid. Masjidnya besar sekali kadang muter cari toilet tidak ketemu. Jadi mending ditahan sampai pulang ke hotel. Sejak itu sebelum minum air zam-zam selalu saya tambahkan doa “Ya Allah mohon jangan dikasih beser” dan benar saja selalu kerasa pengen pipis jika sudah sampai di hotel. Alhamdulillah.

Cerita dari seorang teman, sebelum berangkat umroh beliau berniat akan mengutamakan ibadah tidak akan belanja-belanja. Ternyata baru sehari sampai di Madinah diminta tolong temannya buat anter belanja. Rupanya jadi tergiur dan belanja juga. Eh pulangnya tersesat sampai 2 jam tidak ketemu jalan ke hotel dan ke masjid padahal jaraknya tidak seberapa jauh. Setelah bertanya kesana kemari akhirnya ketemu tapi sampai di masjid kakinya sakit luar biasa. Sholat berikutnya tidak bisa ikut ke masjid. Lalu nangis memohon ampun kepada Allah sambil mencuci kakinya dengan air zam-zam dan Alhamdulillah sembuh.

Satu lagi cerita teman sekamar, kami hendak ke sholat ke masjid. Sebutlah Ibu Dian beliau akan bareng suaminya yang kamarnya bersebelahan dengan kamar kami. Kami pergi duluan. Ternyata suaminya tidak jadi berangkat dan Ibu Dian nekad berangkat sendiri.

"Emang berani?" tanya suaminya. 
"Berani" jawabnya dengan perasaan kesal. 

Tak taunya pulang dari masjid beliau tersesat sampai dua jam tidak ketemu jalan pulang. Padahal jarak hotel dengan halaman Masjidil Haram hanya 100 meter. Atap hotelnya pun terlihat dari pintu 1 King Abdul Aziz. Tapi kata beliau benar-benar lupa dan tidak melihat hotel itu. Akhirnya kembali ke masjid nangis sambil berdoa kepada Allah minta ditunjukkan jalan pulang, setelah itu baru kelihatan hotelnya "Ternyata deket banget". Sampai di hotel beliau nangis gemetaran.

Saya dan Ain teman iseng.

Doa yang dipanjatkan disana katanya akan dikabulkan. Saya berdoa pengen ke tanah suci lagi bersama ibu baik pergi haji ataupun umroh, alhamdulillah 2 tahun kemudian diberi kesempatan umroh lagi bersama ibu. Ada juga doa-doa yang lain yang terkabul tapi rahasia ah hehehe...

Suatu hari saya, ibu dan nenek teman sekamar, duduk di Masjid Nabawi selesai sholat dhuha. Tiba-tiba ada seorang ibu dari Indonesia yang terlihat jalan terburu-buru hendak ke Raudhah. Kami coba mengikutinya dan ternyata Raudhah masih dibuka. Saat itu jam 10.15, jika sampai jam 11.00 belum bisa masuk, kami akan balik ke hotel karena belum mandi ikhrom. Selepas dzuhur harus berangkat ke Mekah. Ternyata tidak sampai 30 menit bisa masuk ke Raudhah dengan gampang sekali tidak berdesakkan seperti sebelum-sebelumnya. Awalnya susah sekali tidak ada tempat sholat tergeser lagi tergeser lagi. Jangankan sholat berdiri saja susah. Saya berdoa dalam hati " Ya Allah mohon berikan kami tempat sholat". Dan seketika orang-orang disekitar kami seperti minggir sendiri-sendiri sehingga kami bisa sholat dengan membuat shaf bertiga. Seandainya di depan dibuat 1 shaf lagipun masih bisa. Benar-benar merinding begitu kecilnya Raudhah, taman surga tempat mustajab yang diinginkan oleh umat muslim di seluruh dunia, saat itu terasa longgar sekali. Kami bisa sholat dengan tenang tanpa tersenggol oleh jamaah lain. Subhanallah benar-benar kuasa Allah. Tepat jam 11.00 kami kembali ke hotel dengan perasaan seperti mimpi.

Selain pengalaman-pengalaman diatas ada juga pengalaman lucu. Saat saya, ibu dan nenek teman sekamar sholat subuh ke Masjid Nabawi bersama Mbak Ida, ibu dan adenya. Kami duduk tidak satu shaf tapi berdekatan sehingga pulangnya masih bisa bersama. Ibu menggandeng nenek, saya mengikuti di belakangnya. Ibu Mbak Ida digandeng adenya diikuti Mbak Ida dari belakang. Tiba-tiba karena berdesakan saya kehilangan jejak ibu dan malah mengikuti ibunya Mbak Ida. Akhirnya misah mencari ibu tapi malah ketemu dengan Mbak Ida.

"Mbak ibu saya mana ya?"
"Tadi ada di depan gw, gw juga nyari emak gw mana ya?"
"Tadi juga ada di depan saya mbak"
"Waduh gimana ini emak kita ilang"
"Sandal saya dibawa ibu mbak"
"Sama gw juga"
"Gimana sih mbak ga bisa njagain ibunya"
"Lo juga ga bisa jagain ibunya" hahaha...

Kami mencari ke segala arah tidak juga melihat beliau-beliau semua. Sekian lama menunggu di halaman masjid akhirnya kami berdua pulang ke hotel sambil nyeker. Kami langsung ke restoran dan rupanya beliau semua sudah berada disana.

"Tadi nyasar ga bu?"
"Sedikit"
Hiks.. Kasian :(

Waktu di Mekah pulang dari masjid saya pernah kehilangan ibu juga. Saya pegang mukenanya dari belakang, hanya sebentar sekali ditinggal melirik cowok ganteng tau-tau kok jadi megang mukenanya orang. Sumpah ganteng bangeeett. Dan lagi-lagi ketemu dengan Mbak Ida yang juga kehilangan ibunya gara-gara lihat pedagang. Entah pedagang atau dagangannya yang dilihat.

Paling berkesan lagi, kami segrup kebanyakan manula dari 26 orang hanya beberapa saja yang masih muda termasuk saya (ciee..masih muda ya). Semua kompak sekali saling menjaga satu sama lain. Nurut semua tidak ada yang ketinggalan karena kebanyakan belanja. Ada nenek-nenek yang ribut mulu dengan anaknya, ada sepasang kakek nenek yang biasa kami panggil pak haji dan bu haji. Pak haji suka menghilang tapi tiba waktunya berangkat tiba-tiba nongol sendiri. Sedangkan bu haji, sandalnya dibawa siapa, tasnya dibawa siapa, handphonenya dibawa siapa, orangnya tidak ada. Kalau ketemu teman segrup senangnya luar biasa. "Alhamdulillah inna ma'al yusri yusron, untung ketemu neng ibu takut ga bisa pulang ".

Saya, Ibunya Mbak Ida, Nenek, Ibu dan Mbak Ida

Jika mengingat semuanya rindu sekali ingin kembali lagi ke tanah suci. Semoga suatu saat Allah memberikan kesempatan buat kita semua untuk pergi haji ataupun umroh. Aamiin Ya Robbal Alamin. Dan semoga semua ini bisa menjadi pelajaran untuk senantiasa menundukkan diri kepada Allah SWT dimanapun dan kapanpun. Insya Allah.

Mar 11, 2015

Kuliah Lagi Buat Apa?

March 11, 2015 0 Comments
Diawal masuk kerja saya sangat merindukan bangku kuliah. Hanya sekedar masih pengen pegang bolpoint, tip-ex, pensil, penghapus, kangen diomelin dosen, kangen contek-contekan ama temen, kangen pusing ngerjain tugas dan kangen dengan seabreg dunia kampus. Ga perlu kampus terkenal, favorit atau bukan yang penting bisa jadi mahasiswa lagi dan merasakan pusingnya bikin skripsi. Kalau sudah lulus kepakai syukur ga pun ya ga masalah. Ilmu tidak hanya berguna untuk mengembangkan karir. Walaupun tidak dipungkiri harapannya semoga bisa mengubah karir setelah lulus nanti. Kebayang sih gimana kata orang kalau ternyata setelah lulus masih begini-begini saja. Tapi ya biarlah pasti suatu saat akan sangat berguna.

Salah satu alasan yang membuat semangat yaitu melihat foto ibu saya memakai toga. Saya bangga sekali dengan semangat beliau. Biar tinggal di kampung nyelip di antara sawah dan ladang berbukit-bukit, yang mana para tetangga sekitar masih jarang yang sekolah apalagi kuliah tapi ibu tidak terpengaruh. Beliau tetap menomorsatukan pendidikan buat dirinya sendiri dan terutama buat anak-anaknya. Termasuk saya tentunya.

Dulu masih kecil saya sering ditinggal ibu pergi kuliah, seminar, penataran dan kemana lah yang pasti saya hanya mengharapkan oleh-olehnya sewaktu pulang. Sesekali saya diminta membantu menuliskan tugas kuliahnya karena waktu beliau terbagi untuk memasak dan membereskan segala urusan di rumah. Maklum jaman dulu belum jaman komputer segalanya ditulis manual atau paling keren pakai mesin ketik. Begitulah sedikit cerita perjuangan ibu saya sampai akhirnya bisa lulus dan naik golongan di kantornya.

Saat sudah punya gaji sendiri dan belum punya tanggungan, saya merasa malu teringat begitu besar semangat ibu. Sambil bekerja dan membesarkan kami berenam masih juga menyempatkan kuliah lagi. Teringat juga pesan-pesan dari beliau "Kamu harus lebih baik dari ibu, biar wong ndeso tapi harus sekolah". Dari situ saya bertekad pengen kuliah lagi agar sedikit melaksanakan amanah beliau sekalian buat menyamakan ijazah dengan kakak-kakak saya. Saya sadar jika harus lebih baik dari ibu atau kakak-kakak mungkin terlalu berat karena hanya semangat pergi kuliahnya saja tapi kadang susah untuk konsentrasi belajar akibat suka ngantuk di kelas.

Saya mencari kampus yang mudah dijangkau dari kost yang mana kost saya dekat dengan tempat kerja. Agar suatu saat jika ada kuliah sore masih bisa dikejar setelah pulang kerja dan ongkosnya juga tidak terlalu mahal. Bersyukur masih ada kampus di pinggiran Jakarta yang bisa dijangkau dengan sekali naik bus dari Cilegon, disambung sekali naik angkot 5 menit. Saya mengambil jurusan seadanya yang penting nyambung dengan ijazah sebelumnya.

Bulan pertama masuk kuliah masih lancar mulus tanpa ada gangguan apapun hanya tabungan jadi terkuras semua untuk membayar cicilan. Bulan berikutnya tiba-tiba bos membuat jadwal kerja yang menyedihkan. Saya diberi jadwal full shift sehingga hampir tidak ada waktu buat kuliah. Padahal beliau sebelumnya sudah mengijinkan saya kuliah lagi. Selama setahun lebih saya diberi jadwal kerja nonshift yang liburnya sabtu dan minggu. Tiba-tiba kok ditukar posisi dengan teman saya. Maksudnya mungkin dirolling, tapi dirollingnya kok mendadak banget, seperti ada unsur disengaja. Banyak yang menolak masuk nonshift, saya yang jelas-jelas bersedia dan memang membutuhkan malah digeser. Yah begitulah kadang dunia suka berputar. Hanya Allah yang tau.

Seketika badan lemes kaki pun serasa tak bertulang. Ada apa gerangan apa salah saya? Memang tidak ada perjanjian hitam diatas putih. Hanya sekedar cerita bahwa saya mengambil kuliah sabtu dan minggu berharap beliau bisa pengertian. Saat itu tidak mempermasalahkan malah seperti ikut senang ada anak buahnya yang masih semangat untuk belajar lagi. Sayapun janji bahwa kerja tetap nomer satu anggaplah kuliah hanya main-main. Ternyata begitulah yang terjadi dikemudian hari entah apa alasannya. Seandainya tidak setuju seharusnya bilang dari awal sehingga saya bisa memikirkannya kembali. Kok ya pas setelah semua terlanjur dibayar.

Badan lunglai nyungsep di kasur sesekali mewek teringat pesan ibu. Ya Allah apa yang harus kulakukan. Sebenarnya ga apa-apa ga jadi kuliah tapi masalahnya sudah terlanjur bayar yang buat saya tidak sedikit dan pastinya tidak akan bisa kembali. Bapak, ibu, mbak dan mas mohon doanya...

Suatu hari seperti biasa saya berangkat kerja. Rasanya berat sekali. Kaki susah melangkah seperti diganduli beban sekwintal. Pikiran melayang jauh terbawa angin entah kemana. Wajah tak berdosa teman-teman seangkatan menatap penuh tanya dan iba karena mendengar sendiri percakapan saya dengan bos sebelumnya. Walau tau hal yang sebenarnya tapi tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya mendoakan yang terbaik. 

Tiba-tiba bos nomer 1 datang. Entahlah apa yang terjadi. Saya melihat bos nomer 2 keluar dari toilet dengan muka merah, mata sembab seperti habis menangis dan marah besar seakan mau menelan saya mentah-mentah. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi diantara bos-bos itu. Tiba-tiba saya melihat jadwal dikembalikan seperti semula. Jeddeeeerrr....!! Apakah saya senang? Tidak. Disisi lain memang ada rasa senang, tapi dibalik itu justru lebih menyeramkan lagi. Bos nomer 2 marah besar dan otomatis beberapa senior pun ikut-ikutan marah apalagi saya masih dianggap 'yesterday afternoon child'. "Anak baru udah macem-macem!!". Beeughhh....

Dari hari ke hari rasanya seperti berada di antara bara api. Segalanya harus super hati-hati agar tidak sampai melepuh kesenggol bara. Harus menjauhkan bahan-bahan yang mudah terbakar agar api tidak menjalar kemana-mana. Hanya teman seangkatan dan beberapa senior yang masih mau menegur saya. Sedangkan bos nomer 2 beliaulah yang paling mual muntah melihat saya diikuti oleh anak buahnya yang punya sengatan sehebat kalajengking. Sempat terlintas untuk mencari kerjaan baru tapi berpikir kembali disini sudah diberi waktu hanya harus bener-bener tebal muka, telinga dan perasaan. Sedangkan di tempat baru belum tentu jadi semakin mudah. Akhirnya saya bertahan dengan apapun yang terjadi. What ever will be will be.

Lama-lama jadi gondok sendiri melihat tingkah polah beberapa senior lebih gondok dari pada digosipin pacaran sama artis. Tidak ada urusan apapun, cembetat cembetut setiap hari mendiamkan saya. Dih siapa lo. Okey saya juga bisa kalo cuma diem. Lagian buat apa orang begitu dijadikan teman. Kalau dipikir-pikir apakah semua salah saya? Yang ada juga semua masalah yang seharusnya mulus malah dibikin ribet sendiri. Tapi pada akhirnya saya berterima kasih atas sikap mereka. Karena dibenci setiap hari justru itulah yang menjadikan semangat untuk melawan penyakit malas. Kalau ga ada kejadian seperti ini hidup saya juga datar aja ga akan seperti pelangi. Lihat aja bisa tahan berapa lama. Saya tandain kalender sejak pertama gendang berbunyi (ga ada kerjaan banget), tapi emang ngeselin awas aja kalau nanti lulus sampai ngebahas traktir-traktir hihihi... kesel buanget gitu ceritanya. Ternyata tidak lebih dari dua bulan semua telah baik-baik saja. Capek sendiri kan?

Masalah saya selesai, masih ada satu teman yang sama-sama kuliah lagi tapi beliau tidak seberuntung saya. Kami sama-sama berangkat bersama, saya diberi kesempatan walaupun sambil gonjang ganjing hebat sedangkan beliau tidak sama sekali. Bisa dibayangkan gimana rasanya. Walaupun dipihak yang beruntung rasanya miris melihat teman bernasib kurang baik. Saya tidak bisa berbuat apapun. Menyinggung sedikit aja bisa meledak lagi apalagi mau ngebahas. Hanya permintaan maaf dan doa dari lubuk hati yang paling dalam semoga Allah memberikan yang terbaik buat beliau. Di satu sisi saya ingin membahagiakan orang tua tapi di sisi lain ga tega melihat nasib teman. Hanya bisa pasrah.

Seiring berjalannya waktu, kuliah saya kadang lancar kadang tersendat. Tersendat karena benturan dengan  waktu kerja. Saya harus merelakan tidak lulus di satu mata kuliah dari pada harus bermasalah lagi di tempat kerja. Kebetulan mata kuliah yang itu dosennya bener-bener killer. Saya pun hanya ikut kuliah dua kali tau-tau ujian. Wajar kan. Untuk mata kuliah yang lain masih bisa dikejar sepulang kerja. Malem kerja pulang pagi lanjut berangkat kuliah sampai sore. Pulang kuliah istirahat di dalam bus sampai di kost kerja malem lagi. Begitu seterusnya sampai 3 hari. Hari berikutnya baru bisa balas dendam tidur. Tak jarang badan saya berontak sampai beberapa kali harus bobok di ruang perawatan rumah sakit. Kadang berpikir buat apa sih sampai badan bobrok begini? Lagi-lagi alasannya karena foto dan pesan ibu. Membayangkan wisuda bapak dan ibu datang dari kampung mendampingi saya, wahh... Semangat sekali. Nyontek kata-kata bijak dari novel "Sekiranya aku berhasil di dalam hidup, keberhasilanku adalah keberhasilan ibu".

Dua tahun berlalu setelah jungkir balik mengatur jadwal, bolak balik mendengkur di bus Cilegon - Jakarta, ngutang temen untuk beli leptop, ngurus ijin PKL, ijin penelitian dan mual muntah ujian skripsi, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang juga. Saya menelpon bapak dan ibu untuk menghadiri acara wisuda di kampus. "Bapak, Ibu ternyata anakmu bisa lulus hehehe...". Dari suaranya terdengar senang sekali. Dan tiada yang membuat saya bangga selain melihat mereka tersenyum.

Alhamdulillah akhirnya bisa mempersembahkan ijazah buat orang tua walaupun hanya dengan IPK yang pas-pasan. Hiks...!! Mewek bahagia. Jadi kuliah cuma pengen wisudanya? Hmmm... Iya juga sih...

Saya yang sangat bersyukur, bapak, ibu, kakak nomer 4, kakak ipar dan keponakan.
Inilah semangat saya, wisuda ibu Tahun 1995 (kalau ga salah) di Universitas Terbuka Malang.

Sekarang ijazah saya masih mangkrak hanya buat alas tidur dan benar saja sering kali saya mendengar celetukan dari lingkungan sekitar, "Lo kuliah juga ga berguna kan, lo kuliah lagi tapi gaji kita sama aja ngapain juga repot-repot". Ya memang betul banget. Tapi dangkal sekali hari gini masih punya pikiran begitu. Dari pada berdebat dengan orang seperti itu lebih baik saving energi, anjing menggonggong katiyem tetap berlalu. Yakin deh pasti jauh di lubuk hatinya sebenarnya pengen juga tapi tidak kesampaian. Kalau ga pengen kenapa juga anak-anaknya disuruh sekolah. Tapi lagi-lagi perkataan seperti itulah yang membuat semangat sampai akhirnya bisa menulis blog ini.

Buat teman-teman saya nun jauh disana yang masih menyelesaikan kuliah, tetap semangat dan tetap memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan. Tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat.

Mar 9, 2015

Travelling Never Alone

March 09, 2015 3 Comments
Jalan-jalan sendirian memang terdengar aneh. Memang tidak punya teman sama sekali? Tidak takut tersesat, diculik, dijahatin dan seabreg pertanyaan lainnya. Walaupun judulnya jalan-jalan sendiri tapi di perjalanan atau sampai di tempat tujuan pasti tidak akan sendiri. Banyak sekali teman. Malah kalau sudah merasakan sekali ada perasaan menyesal, hari gini baru solotravelling kemaren kemana aja?

Saya pernah membuktikan. Suatu hari dari Langkawi (Malaysia) hendak ke Satun, Hatyai lalu ke Krabi (Thailand). Dua hari sebelumnya saat baru tiba di Langkawi, ada bapak sopir taksi yang baik hati membantu saya membeli tiket ferry Langkawi - Satun. Beliau mencarikan sampai ketemu, sampai rela muter bolak balik di Jetty Point memastikan jadwal ferry agar saya bisa memperkirakan waktu sebelumnya.

Dua hari kemudian sambil menunggu imigrasi di Jetty Point saya duduk bersebelahan dengan turis Amerika. Kami bercerita tujuan masing-masing. Beliau bersama suaminya hendak ke Trang sedangkan saya ke Krabi lewat Hatyai. Saya belum tau dari Satun ke Hatyai naik apa, rencana sambil jalan sambil tanya. Ternyata dikasih tau beliau kalau ke Krabi tidak usah lewat Hatyai. Katanya jelek tidak ada apa-apa, mending lewat Trang. Bisa naik bus atau van. Oh baiklah suhu. Terimakasih.

Di pintu keluar imigrasi Satun, banyak sekali travel yang menjual tiket ke berbagai tempat di Thailand Selatan dari mulai Trang, Koh Lanta, Krabi, Koh Phi Phi, Phuket, Hatyai, Koh Samui dan masih banyak lagi. Saya asal beli tiket van ke Krabi pada ibu berkerudung seharga 600 THB. Rupanya tidak banyak yang beli ke ibu itu tapi ke travel sebelah yang teriakannya lebih kenceng. Sempat khawatir salah beli. Ternyata tidak, beli dimanapun harganya sama dan akan dikumpulkan untuk berangkat bersama.

Hanya menunggu 15 menit saya diantar oleh ibu penjual tiket ke mobil van berkapasitas 18 orang. Saat itu hanya saya dan sopirnya yang berkulit cokolate. Semua bule Eropa berkulit putih kemerahan dan berambut pirang. Untung pakai kerudung jadi tidak kelihatan rambut hitam saya. Ada dari Norwegia, Finlandia, Jerman, Belgia, Belanda dan Denmark. Kami duduk diatur oleh sopirnya sesuai dengan tujuan masing-masing. Yang paling jauh di kursi belakang dan yang akan turun duluan di dekat pintu. Begitu juga dengan ransel, yang paling atas yang akan turun duluan. Salut dengan mereka tidak ada yang protes satu pun. Padahal ada yang separo kursinya kena tas ransel sehingga duduknya agak berdesakkan. Tidak masalah.

Setengah perjalanan menuju Trang (setelah 2.5 jam) mobil berhenti di pom bensin. Kami diberi waktu 30 menit untuk istirahat. Saya ditunjukkan oleh pak sopir warung makanan yang penjualnya ibu berkerudung “Muslim muslim halal...” Wuih Alhamdulillah...



Inilah van kami.

Dari Satun, Trang sampai Krabi banyak orang muslim jadi tidak susah mencari makanan halal.

Tepat 30 menit kami semua kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Satu setengah jam kemudian mobil berhenti di depan stasiun Trang. Rupanya disini kami dipisah-pisah. Tujuan Koh Lanta dipindahkan ke mobil yang lain. Saya dan penumpang tujuan Krabi dan Phuket juga dipindahkan. Entahlah sisanya kemana. Di mobil yang baru bertemu lagi dengan teman baru. Salah satunya adalah mbak-mbak dari Australia yang bisa bahasa Thailand jadi bisa menerjemahkan dialog antara kami dengan sopir van. Saya dikira dari Malaysia, setelah tau dari Indonesia beliau merespon dengan baik karena pernah ke Bali.

Sampai di Krabi sopir van menawarkan, “Mau turun di Krabi Town dan naik songthew sendiri atau nyewa van lagi dengan menambah 100 THB?” Tentunya setelah 7 jam perjalanan kami sepakat menambah 100 THB diantar sampai penginapan. Pak sopir tanya ke semua penumpang "Where do you stay?" Ao Nang Villa, Ao Nang Resort, Beach Resort Suit Suit, Grand grand apalah... Dari namanya terlihat tempat berbintang semua. Giliran saya, Ao Nang Backpacker... Mak jleb!!! Tuiiingg.... Valing qere bok.

Saya orang kedua yang diturunkan oleh pak sopir setelah mbak Australia, tepat di depan hostel. Saya bertemu dengan teman baru di kamar female dorm 6 orang dengan harga 300 THB semalam (Rp 117.000). Sekamar dengan turis dari Finlandia 2, Belgia 1, Hawai 1 dan 1 lagi kalau tidak salah dari Denmark. Lagi-lagi kulit dan rambut saya beda sendiri. Alhamdulilah baik-baiiik semua. Mbak Belgia menawarkan jalan bareng besoknya, mbak Hawai ngajak cari makan bareng dan semua mengijinkan saya untuk sholat di kamar.

Sore hari saya jalan-jalan ke pantai Ao Nang, dalam keadaan masih galau antara ikut mbak Belgia, tour James Bond atau ke Phi Phi Island. Sebenarnya lebih tertarik ke Phi Phi tapi berat rasanya berpisah dengan teman sekamar yang baik-baik itu. Selesai sholat maghrib saya duduk di masjid menunggu isya sambil berdoa memohon pada Allah agar ditunjukkan kemana harus melangkah. Anak-anak kecil yang sedang belajar mengaji memberikan salam akrab seperti kedatangan teman baru. Semakin memberatkan langkah saya untuk pergi dari Ao Nang. Tak terasa air mata meleleh, lebay sih tapi disitu saya merasa sedih.

Mbak Belgia mengajak rock climb, saya kurang tertarik karena takut ketinggian. Ikut tour James Bond rasanya masih trauma mabuk laut saat ke Anak Krakatau. Jadi yang sangat mungkin ke Phi Phi Island. Tiket ferry ke Phi Phi rata-rata 450 THB one way, banyak dijual di travel yang bertebaran di sepanjang pantai Ao Nang. Tapi alhamdulillah saya menemukan satu travel yang menjual 300 THB dijemput di penginapan. 



Selalu kangen dengan tempat ini

Biar berantakan tapi kamar ini bersih dan tetap wangi, bed saya diatas yang selimutnya biru.

Besoknya tepat jam 12 siang setelah cek out saya dijemput oleh mobil van bersama dengan 3 teman sepenginapan tapi beda kamar. Di dalam van sudah ada beberapa turis dari penginapan lain. Kami diantar ke pelabuhan tempat ferry jurusan ke Phi Phi. Masih sedih teringat segala suasana hangat selama di Ao Nang. Semoga di Phi Phi akan bertemu dengan teman yang baik lagi.



Ferry Ao Nang - Phi Phi

Setelah 1.5 jam mengarungi lautan, ferry merapat di pelabuhan Phi Phi. Begitu turun disambut oleh porter dan travel-travel yang menawarkan penginapan maupun paket tour. Saya bingung karena belum memegang peta. Beberapa tempat yang bertuliskan Information Center tidak mau membantu karena saya menolak menginap di hotel yang mereka tawarkan. Saya mencoba melangkah menyusuri lorong-lorong seperti pasar sambil bertanya dimana letak penginapan yang sudah saya booking. Hasilnya nihil.

Pundak saya mulai pegel kelamaan menggendong ransel. Saya pun pasrah dan akan menginap dimana saja. Saya coba menawar ke salah satu kamar dorm seharga 400 THB menjadi 300 THB. Kata pemiliknya kalau mau yang 300 THB akan diantar ke penginapannya yang satu lagi. Okey hanya buat selonjoran semalem yang murahan aja. Setelah melewati gang kecil dan belok belok akhirnya sampailah di penginapan yang bernama Lucky House. Dan ternyata penginapan inilah yang saya cari-cari sebelumnya. Lhadhalaah bikin tercengang, kok bisa sih nyasar ke tempat yang bener.

Penginapan itu memang punya review yang kurang bagus, tapi penasaran dengan stafnya yang katanya baik banget. Kalau tidak betah pengen pindah uangnya bisa dikembalikan. Saya diantar ke kamar dan ternyata benar adanya, seperti barak sekamar 20 orang campur cewek cowok, jarak antara bed hanya cukup dilewati sambil miring-miring. Sprei dan sarung bantalnya bersih tapi selimutnya agak bau, lantainya banyak pasir yang terbawa di kaki bule-bule yang abis dari pantai. Gubrakk... Sesuailah dengan harga.

Kalau diperhatikan sepertinya saya satu-satunya orang asia. Kebanyakan cowok berbadan gede dan berbulu. Hampir semuanya telanjang dada. Yang cewek hanya ber-6 termasuk saya. Semua bajunya hanya sepotong cukup untuk menutupi bagian yang terpenting. Biar sekamar rame-rame tapi semua cuek tidak saling mengganggu. Untungnya saya bisa menikmati segala suasana, malahan jadi membuka mata "Seganteng-gantengnya cowok bule pirang, I just wanna say no!" Cukup tau ajalah.

Setelah istirahat sejenak saya bermaksud melihat sunset ke view point. Muter kesana kemari mencari tangga menjulang yang katanya bikin nangis tidak ketemu. Petunjuknya tidak begitu jelas hanya nemu 2 kali itupun kecil-kecil. Tanya ke beberapa orang malah tersesat tembus ke pantai, ke penginapan orang dan akhirnya terdampar di warung makan halal. Sampai menjelang maghrib belum ketemu juga. Yo wes pindah haluan cari masjid. Ada petunjuk mosque tapi dicari tidak ketemu. Coba tanya ke salah satu orang eh malah diantar padahal lumayan jauh. Tampaknya tau ditunjukkin sampe dower juga tidak akan ketemu karena posisinya nyelip dipojokan dan tidak kelihatan seperti masjid. Alhamdulillah bertemu orang baik.

Selesai isya tiba-tiba ada mas-mas Pakistan menegur saya “Assalamu’alaikum, where are you from?" Sebut saja Mas X. Rupanya beliau merhatiin saya sejak maghrib, beliau adalah imamnya. Kami ngobrol sebentar lalu saya diantar ke restoran halal milik temannya untuk makan malam. Ternyata orang yang mengantarkan saya ke masjid sebelumnya. Lah... kok bisa? Biar disitu harganya mahal-mahal tapi okey lah sebagai rasa terima kasih.

Selesai makan saya dan Mas X jalan-jalan ke pantai, ngobrol sampai malem. Banyak yang lagi bermesraan tentunya kami tetap jaga jarak ya karena saya anak sholeha. Usut punya usut ternyata penginapan saya milik temannya. Dan orang yang punya penginapan seharga 400 THB juga temannya. Disitu tempat tinggal Mas X. Phi Phi sesempit daun kacang. Saat saya diantar pulang, pemilik penginapan keheranan dikira kami sudah saling kenal sebelumnya.

Saya tidur tidak nyenyak, suara pintu sebentar-sebentar bergeser dan juga bisik-bisik tiada habisnya. Entah apa yang dilakukan bule-bule itu. Saya berharap malam itu segera berlalu. Jam 04.00 kurang saya tidak bisa memejamkan mata lagi. Suasana sepi hanya terdengar suara mendengkur bersahut-sahutan. Pagi itu saya janjian dengan Mas X ke masjid, masih ada waktu 1 jam untuk sholat malam. Saat mau keluar, ternyata masih tersisa dua bule yang sedang maen film dewasa di depan kamar di sebuah kursi yang disediakan untuk bersantai. Saya tertahan di dalam menunggu mereka selesai. Astaqhfirullah….!! Kucing sepertinya lebih beradab.

Sampai di Masjid masih tersisa sedikit waktu untuk sholat malam sebelum adzan subuh berkumandang. Muadzin dan imamnya Mas X sendiri. Selesai sholat, dzikir dan ngaji, Mas X mengajak saya melihat sunrise ke view point. Tempat yang saya cari dari kemarin tidak ketemu. Alhamdulillah ada guide gratis.



Biasa aja kok tempatnya sama aja kya di Indonesia melihat sesuatu dari ketinggian. Tapi disitu saya merasa senang.

Berlanjut trekking mengelilingi sebagian pulau Phi Phi. Lewat jalan setapak naik turun bukit, masuk ke kampung mirip kampung Baduy di Banten. Saya lebih excited kesini dari pada ikut tour james bond. Sudah kebayang paling begitu doank foto-fotonya di google juga seabreg. Kami berkeliling selama 4 jam sampai kakinya Mas X keseok-seok, alhamdulillah saya baik-baik saja.



Gubuknya penduduk Phi Phi

Lewat jalan setapak

Trekking

Long Beach, pantainya resort-resort mahal

Maya Bay (tempat syuting film James Bond) tampak dari kejauhan

Loh Dalam Beach

Island Hopping

Saya dan Mas X

Setelah mandi dan cek out saya tiduran di masjid menunggu sholat dzuhur. Lalu berpamitan dengan Mas X yang saat itu masih duduk berdzikir. Saya melanjutkan gelandangan ke Phuket naik ferry kedua jam 14.00. Saya pilih duduk di dalam ruang berAC bukan di atas seperti para bule kebanyakan. Sekejab saya tertidur, tiba-tiba terbangun karena mencium sesuatu seperti bau amis ikan busuk. Mak breenggg…. Setelah membuka mata rupanya di sebelah saya ada bapak-bapak gendut dari Perancis bersama pasangannya. Tiap kali bergerak mak breeng baunya. Hadeeuuhh… Bikin kepala pusing. Ada ya parfum aromanya ikan busuk. Untunglah tak berapa lama mereka pindah. Lega hidup saya.

Sampai di pelabuhan Phuket saya naik ojek ke Phuket town. Bosen tinggal di sekitar pantai kali ini akan menginap di tengah kota. Saya telah mengincar Win Backpacker Hostel seharga 200 THB semalam. Tempatnya cukup strategis dekat pangkalan bus, songthew ke segala arah dan fresh market yang ada makanan halal. Hanya saja tidak dekat masjid. Saya sekamar dengan cewek solo traveler dari Korea (Yoona) dan Swedia (Frida), dan cowok Argentina 2 orang, cowok Jerman 1 orang.

Malam itu saya bersama Frida dan Yoona jalan-jalan di sekitar Phuket Town, membeli buah ke pasar dan makan sea food di pinggir jalan. Saya tidak ikut makan karena ada menu pork. Saya hanya duduk menemani sambil makan buah dan telor rebus. Karena pelayannya susah berbahasa Inggris sehingga pesanan kami tidak sesuai semua. Seperti pesen nasi dikasih bubur. Jadi tidak mengenyangkan dan mencari tempat makan lagi. Ada salah satu cafe mewah yang di dalamnya banyak orang berkerudung. Tapi melihat tempatnya kami semua ragu takut mahal dan ternyata memang mahaal pemirsa tidak cucok untuk kantong backpacker. Ukuran orang Swedia aja mahal apalagi saya. “Oke I will come back tommorow” kata Frida. Sampai di luar “No... I don’t want to come back here “ Hahaha...



Saya, Frida dan Yoona

Kami kembali ke penginapan. Saya menyeduh bubur instan bekal dari Indonesia, mereka ikut mencicipi dan katanya enak. Kalau saya sih karena tidak ada makanan lagi jadi ya enak. Yoona suka dengan Indonesian food mie goreng with egg, karena masih menyimpan indomie maka saya bagikan satu-satu biar mengobati kerinduan mereka.

Saat saya sholat mereka diam melihat, lalu nanya-nanya pengen tau ini apa? Sajadah, Mukena. “Praying berapa kali?” “Sehari lima kali” “Haaahh…!! Banyak banget, I have no religion” hahahaa...

Jadwal biologis kami berbeda, saya jam 11 malem sudah teler sedangkan mereka masih pergi keluar entah kemana dan tidak tau pulang jam berapa. Pagi hari saya bangun mereka masih lelap. Saya keliling sendiri ke pasar bertemu ibu-ibu berkerudung yang semangat sekali menunjukkan tempat makanan halal. Padahal sudah duduk diatas bus jurusan Patong Beach tapi disuruh turun, katanya makanan halal di Patong susah dan mahal.

Di Patong Beach saya bertemu dengan pak cik dari Malaysia yang pada akhirnya ikut saya pulang ke Phuket Town. Jadi guide dadakan ceritanya. Alhamdulillah semuanya dibayarin dari ongkos bus, beli minum, jalan-jalan ke old town dan ke pasar. Sebelum perpisahan kami beli ayam goreng dan ketan lalu dimakan sambil duduk di pinggir jalan "Anggap aja kita duduk di cafe ya pak cik" hahaha....

Bersyukur sekali atas segala kemudahan yang Allah berikan. Rasanya bukan hanya kebetulan tapi Allah telah mengaturnya sedemikian rupa. Kembali juga pada niat, jika niat kita baik Insya Allah akan diberikan yang terbaik pula. Selain selalu bersama kita, Allah akan menghadirkan teman-teman baik yang tidak disangka-sangka. Jadi travelling sendirian siapa takut.

Perjalanan saya sebenarnya belum berakhir di Phuket masih berlanjut ke Bangkok dan bertemu dengan Simon (England) dan Summer (China) tapi nampaknya tulisan ini sudah kepanjangan jadi kapan-kapan dilanjut lagi ya... :)