Apr 29, 2015

RSHS Bandung

April 29, 2015 0 Comments
Rabu, 29 April 2015

Hari ini hari ketiga saya dan Christine pelatihan di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Namanya juga RS pemerintah yang menjadi rujukan utama dari seluruh Jawa Barat jadi gede, luas dan rame banget. Tiap kali lewat salah satu lorongnya serasa berada di terminal bus atau stasiun kereta. Banyak banget orang berlalu lalang dengan berbagai wajah khas dari daerah atau negara asalnya baik pengunjung, dokter, perawat ataupun petugas kesehatan lainnya. Entah masih pendidikan atau memang sudah mengabdi disitu susah banget dibedakan. Sering melihat wajah khas Indonesia Timur, Arab bahkan nehi-nehi. Nehi-nehi paling mudah diciriin selain dari warna kulitnya juga karena titik kecil bulet yang berada di tengah jidat kadang item kadang merah atau goresan putih seperti bedak apa kapur entahlah. Kalau ga, hidungnya dikasih anting. Sesekali saya mencuri dengar bahasa-bahasa mereka, ada yang bahasa Inggris, bahasa India, bahasa Indonesia tapi dengan dialek yang berbeda-beda kadang bahasa sunda biarpun wajahnya Arab atau nehi-nehi. Serasa di luar negeri karena banyak yang asing buat saya.

Di sekitar rumah sakit banyak penjual makanan dari ujung ke ujung melingkari setengah area rumah sakit. Awalnya kegirangan lonjak lonjak karena banyak pilihan menu makanan, mengingat rumah sakit di tempat saya bekerja hanya ada 2 gerobak penjual nasi goreng dan somay, sesekali ada bubur ayam. Tapi setelah 3 hari berlalu belum juga mencicipi semuanya rasanya udah bosen, kadang jadi males makan saking tumplek uweknya dan bingung mau beli apa.

Saya tinggal di kost-kost'an tidak jauh dari rumah sakit. Tiap istirahat bisa pulang makan siang, sholat dan tiduran dulu. Biarpun di luar panas kegerahan tapi setelah masuk ke kamar, jadi kedinginan padahal tidak ada AC. Bandung memang sejuk. Saya salah membawa kostum, baju tidur yang pendek semua alhasil tiap malem saya harus meringkuk kedinginan. Apalagi hanya selimutan pake kain bali yang tipis gembring. Kalau kelewat dingin terpaksa harus dirangkepin pake baju seadanya. Ga pernah terpikir bakal sedingin ini. Waktu packing sempat terpikir untuk membawa baju yang panjang-panjang tapi berhubung packingnya sambil kegerahan jadi ga mikir lebih dalam lagi. Yang penting pilih baju yang berbahan ringan dan kecil saat dilipat sehingga ga menuh-menuhin ransel.

Di tempat pelatihan sampai hari ketiga ini masih terasa kaku. Saya juga masih beradaptasi. Sepertinya masih ada yang mengira Saya dan Christine anak PKL karena mungkin badan kami yang kecil-kecil. Dengan ibu-ibu karyawati disana belum akrab semua.

Pembimbing kami yang baik hati

Bimbingan dari beliau-beliau semua sangat bermanfaat, biarpun tujuannya sama tapi teknik dan caranya lebih praktis dan benar tentunya. Memang itu yang kami ingin tau ilmunya. Karena selama ini hanya mengandalkan teknik dan teori dasar dari kampus beberapa tahun lalu yang sudah banyak terlupakan. Saat ditanya kembali kami hanya melongo sambil senyum-senyum untuk menutupi malu. Hihihi... Lupa bu lupa dulu ga bisa sekarang lupa... It's oke saya berjanji akan memanfaatkan kesempatan ini dengan belajar yang bener. Setidaknya lebih mengerti dibanding sebelumnya.

Apr 18, 2015

Rumitnya Naik Kereta Di Jepang

April 18, 2015 7 Comments
Kereta adalah salah satu angkutan umum yang sangat efisien walaupun kadang ongkosnya tidak selalu lebih murah dari pada naik bus kota. Saya pernah naik kereta di negara orang seperti Singapore, Kuala Lumpur, Bangkok dan Seoul, semua praktis tinggal toel toel menunggu sebentar kereta datang. Paling pertama kali hanya bingung cara beli tiket di vending machine dan sesekali kebalik arah. Rutenya pun juga jelas apalagi di beberapa stasiun banyak tersedia map yang bisa diambil secara gratis. Tapi begitu berhadapan dengan kereta di Tokyo, HUUAAAAA......BLEG!!!

Map kereta di Tokyo gabungan antara JR East, Tokyo Metro dan Subway. Gara-gara nemu gambar ini jadi pusing dan mual. Susah menjelaskannya karena terlalu panjang dan rumit. Silahkan dipelajari sendiri.

Melihat rute kereta yang kya benang kusut itu stres sendiri dan berhenti browsing selama 2 hari. Padahal keberangkatan ke Tokyo yang mendadak tinggal beberapa hari lagi. Berhubung "dizzy seven arround" jadi bodo amat ga mau lagi browsing, dari pada tambah pusing bisa-bisa ga jadi berangkat. Yang penting nyampe dulu disana dan terserah mau ngapain. Saya ga bikin itinerary yang banyak-banyak, tujuan utama pengen melihat gunung fuji. Walaupun tidak mengharapkan hal buruk terjadi tapi seandainya kesasar atau salah kereta sudah siap lahir dan batin. Sehingga sebelum pergi saya hafalkan kata-kata ini "Sumimasen, sen wo machigaemashita" katanya sih artinya "Maaf saya salah ambil jalur kereta". Kata teman saya "Welcome to The Jungle, Welcome to The Real of Japan".

Nama stasiun di Tokyo banyak yang mirip, tapi jaraknya berjauhan. Seperti nagano dengan nakano, kawagoeshi dengan kawaguchi, komagawa dengan kumagaya dan masih seabreg lagi. Ada juga beberapa stasiun yang berbeda nama tapi jaraknya berdekatan.

Tiket kereta di Tokyo tergantung jauh dekatnya tempat tujuan. Untuk jarak paling dekat yang pernah saya beli seharga 170 Yen (1 Yen = Rp 115). Karena yakin pasti bakal bingung saya mencari pass yang kira-kira cocok untuk pemula seperti saya. Seandainya beberapa kali nyasar berapa uang yang akan keluar setiap kali naik kereta. Pass yang paling keren adalah National Japan Rail Pass bisa dipakai untuk keliling seluruh Jepang termasuk naik kereta Shinkansen. Harga untuk 7 hari 236 USD, 14 hari 377 USD dan 21 hari 483 USD. Atau bisa pilih Regional Japan Rail Pass silahkan di lihat di http://www.japan-rail-pass.com. Tapi buat saya kemahalan karena hanya 5 hari di Jepang dan masih belajar pula.

Saya menemukan pass yang lebih murah yaitu JR Kanto Area Pass seharga 8300 Yen bisa digunakan untuk 3 hari, mengcover Narita Express yaitu kereta dari Bandara Narita ke kota Tokyo, jika membeli one way seharga 3100 Yen dan kereta biasa sekitar 1400 Yen. Selain itu juga mengcover kereta ke Kawaguchiko tujuan utama saya, harga biasa one way dari Stasiun Shinjuku ke Stasiun Otsuki 1320 Yen, lanjut dari Stasiun Otsuki ke Stasiun Kawaguchiko 1140 Yen. Jika naik Bus dari Shinjuku ke Kawaguchiko PP 3500 Yen. Setelah dihitung-hitung pastinya lebih hemat pakai JR Kanto Area Pass ini bukan. Bahkan kalau mau merasakan naik Shinkansen juga bisa dari Stasiun Tokyo ke Nagano, Jomo-Kogen dan Nasushiobara. Untuk lebih jelasnya silakan lihat gambar di bawah ini.

Rute yang dicover oleh JR Kanto Area Pass

Saya membeli pass ini setelah sampai di Bandara Narita, bisa dipakai sesuka hati di daerah kanto dan mau nyasar kemana juga ga akan bayar lagi. Setiap masuk dan keluar gate tinggal tunjukkan tiket ke petugas.

Setelah membeli pass ini saya ditanya kapan kartu akan mulai dipakai dan tujuan pertama mau kemana? Saya akan ke Ueno stasiun yang dekat dengan penginapan, sehingga diberi tiket Narita Express ke Stasiun Tokyo dan disuruh pindah kereta Tokyo-Ueno Line ke Stasiun Ueno. Pertama kali cari track Narita Express saya mulai bingung untung ada bapak-bapak yang membantu. Beliau mengantar saya sampai di pintu kereta. Ternyata kereta sudah siap jalan. Seandainya ga ditunjukkan bapak itu pasti ketinggalan.

Sampai di Stasiun Tokyo saya mencari Tokyo-Ueno Line. Karena rame banget banyak orang yang jalan cepat kya mengejar maling dan udara yang dingiiinn sampai menusuk hati, saya mulai kehilangan konsentrasi. Badan menggigil, sempat kepikiran kena malaria karena 2 minggu sebelumnya saya dari Ujung Kulon. Haaisshh...

Lalu saya ke Line Shinkansen yang saat itu paling mudah ditemukan. Ke Stasiun Ueno bisa juga naik Shinkansen. Tapi saya tidak menemukan tulisan Ueno yang ada tulisan Jepang semua dan beberapa tulisan biasa tapi ga kenal tempatnya. Beberapa kali nanya ke petugas sampai ke cleaning servis segala, tapi ga tau semua menjawab apa, kedengerannya kya "kuro kuro horek tempe rasa coro..."

Karena ga tahan dingin saya asal aja naik Shinkansen dengan membaca bismillah. Saya masuk ke gerbong unreserved seat, disitu masih banyak kursi yang kosong. Tak berapa lama kereta berangkat, mulai deh ada pemberitahuan dan alhamdulillah saya naik kereta yang benar, Ueno-Omiya-Kumagaya-Karuizawa-Nagano dan lain-lain lupa. Baru juga 5 menit sudah sampai di Stasiun Ueno, karena masih kedinginan dan masih penasaran dengan kereta cepat yang halus itu saya bablas saja rencana pengen sampai di Karuizawa, setelah melihat-lihat sebentar di dekat stasiun akan balik lagi. 

Ternyata lumayan jauh sampai tertidur bangun beberapa kali belum nyampe juga. Melihat mapnya cuma kecil kirain deket. Setelah sampai di Stasiun Annakaharuna berarti tinggal satu stasiun lagi, kereta banyak lewat ke lorong bawah tanah saya hampir tertidur lagi karena keretanya bener-bener nyaman. 

Setelah keluar dari lorong panjang di bawah tanah tiba-tiba di sekeliling terlihat putiiihh semua, wooow ternyata SALJU. Subhanallah saya melihat salju. Seketika rasa kantuk menghilang. Akhirnya kereta berhenti di Stasiun Karuizawa. Saya turun dari kereta dan Bbbrrrrrrr... Udara dingin menampar pipi. Maksud hati pengen menghangatkan badan malah nyasar ke tempat bersalju. Tapi alhamdulillah bersyukur sekali, ga nyesel.


Yuhuuii...bikin boneka salju, tapi ga berhasil dingin banget.

Menggigil saya semakin hebat, tiap 30 menit sekali harus menghangatkan badan ke toilet. Hanya betah sekitar 1,5 jam bermain salju setelah itu kembali naik Shinkansen dan balik lagi ke Tokyo. Sampai di Stasiun Ueno walaupun bingung asal keluar tapi alhamdulillah bener. Tadinya pengen nitipin ransel di loker koin, berhubung ruwet begitu jadi takut ga bisa balik lagi. Mendingan kemana-mana gendong ransel sekalian buat ngangetin badan.

Hari kedua saya ke Kawaguchiko, sengaja berangkat pagi-pagi agar waktunya panjang. Pagi itu hujan kecil dan kabut sempat was-was juga khawatir gunung fujinya ga kelihatan. Saya keluar dari penginapan ke Stasiun Minami Senju dan membeli tiket Tokyo Metro Hibiya Line seharga 170 Yen ke Stasiun Ueno. Padahal bisa pakai tiket JR Kanto Area Pass yang ga bayar lagi yaitu ke JR Joban Line, tapi saat itu belum tau. Gatenya berjauhan harus muter ke belakang melingkari gedung, sedangkan gate Tokyo Metro begitu masuk ke stasiun langsung kelihatan. Begitulah kadang bodoh itu susah menghilang.

Sampai di Stasiun Ueno saya naik Yamanote Line ke Stasiun Shinjuku. Padahal kalau mau yang agak cepat bisa ke Stasiun Tokyo dan naik Chuo Line dari sana, tapi lagi-lagi saya tidak tau. Sampai di Stasiun Shinjuku saya mencari Chuo Line ke Otsuki, begitu ketemu tracknya ada kereta yang telah terparkir tanpa pikir panjang saya langsung naik. Dan ternyata kebalik arah ke Stasiun Tokyo. Jiah buang-buang waktu lagi, lalu saya turun di stasiun berikutnya yaitu di Stasiun Yotsuya. Untuk pindah ke track sebelahnya harus nyebrang dulu muter lewat lantai bawah. Tiga menit kemudian kereta datang lagi, saya pastikan dulu apakah benar jurusan Otsuki dan ternyata benar. Awalnya harus berdiri karena kereta lumayan penuh, tapi sampai di Stasiun Shinjuku banyak yang turun. Karena perjalanan masih panjang saya mengikuti gaya orang Jepang tidur di kereta. Orang Jepang diem-diem, biar segerbong berjubel empet-empetan sampai penuh tapi ga ada satupun yang ngobrol. Hening kya di hutan.

Setengah perjalanan entah sampai di stasiun mana pengumuman di kereta lumayan panjang, yang sempet saya denger ada kata-kata "thank you for travelling with us" setelah itu kereta berhenti lama. Banyak orang yang turun hanya tinggal tersisa beberapa yang masih tertidur tapi setelah terbangun kaget dan turun juga. Saya bingung kenapa ya? Setelah melihat ke papan pengumuman di dinding kereta, ternyata berganti tulisan "For Tokyo". Rupanya harus pindah kereta. 

Saya turun dan mencari kereta ke Otsuki. Dengan setengah yakin saya masuk ke kereta yang telah terparkir, setelah kereta berangkat mulai ada pengumuman next station dan alhamdulillah bener. Tapi sampai beberapa next station lagi harus ganti kereta lagi. Setelah sampai di Otsuki harus ganti kereta lagi jurusan Kawaguchiko. Baru terasa ternyata kawaguchiko itu jauuuuh banget dari Tokyo. Dari penginapan 5 kali ganti kereta. Dan benar saja sampai disana gunung fujinya ketutupan kabut hiks... 

Saya coba menunggu sekitar 1,5 jam tidak juga ada tanda-tanda penampakan justru malah semakin gelap. Gigit jari deh. Tandanya saya harus balik lagi ke Jepang suatu saat nanti. Tapi masih berguna juga, bisa melihat bunga sakura di Kawaguchiko yang masih bagus-bagus ga seperti di Tokyo yang sudah rontok dan bercampur daun.

Hari ketiga sudah lumayan bisa nyari line kereta, tapi kebalik arah masih sering terjadi dan untuk exit-exit stasiun juga masih bingung. Pernah di Stasiun Shinjuku rasanya sampe mau nangis nyari west exit ga ketemu. Udah mah bingung,  kedinginan, laper lagi. Siapa suruh petakilan ke Jepang. 


Suasana di stasiun pada jam sibuk

Hari ke empat saya ke Nagoya ke rumah mbak Dini temennya temen yang kerja dan tinggal disana. 30 jam terakhir saya ga bisa menghubungi beliau karena ga dapet free wifi. Saya memang ga beli paket wifi selama di Jepang hanya mengandalkan yang free aja, sehingga ga bisa mengabari bahwa jadi berangkat. Tapi beliau sudah memberikan rute kereta ke rumahnya, ada dua pilihan naik JR Line atau Meitetsu Line. Kalau naik JR ambil yang jurusan Toyohashi turun di Kariya, pindah line Meitetsu jurusan Hakinen turun di Ogakie. Sedangkan kalau naik Meitetsu Line ambil jurusan ke Toyohashi turun di Chiryu, pindah line ke jurusan Hakinen turun di Ogakie. Terakhir contact kami janjian di Ogakie jam 8 pagi, setelah itu lost contact.

Saya naik bus Willer Express jam 11 malem dari Tokyo sampai Nagoya jam 7 pagi. Di Stasiun Nagoya saya mencari loket JR atau Meitetsu, dua-duanya ga ketemu. Yang ada loket Kinetsu, karena sama-sama berakhiran -etsu saya coba mencari tulisan Kariya. Boro-boro tulisannya Jepang semua. Stasiun di Nagoya roamingnya lebih parah dari pada di Tokyo.
"Mbak kalau mau ke Kariya naik apa?" tanya saya ke mbak-mbak cantik yang baik banget. 
"Kariya?" mbak itu utak atik hpnya seperti browsing sesuatu, kemudian menunjukkan hpnya ke saya "Kariya, JR Line..". 
"JR Line tempatnya dimana?" 

Mbaknya susah menjelaskan jadi saya dianterin. Beliau juga masih bingung masih sambil mencari-cari. Orang Jepang aja bingung apalagi saya. 

Tiba-tiba saya melihat loket Meitetsu dan ada tulisan Kariya, "Mbak ini kereta Kariya juga kan, udah sampai sini aja arigatou gozaimas..." Karena mesin tiketnya bertuliskan Jepang semua saya ke loket sambil bilang "Kariya". Lalu petugas di loket memberi saya tiket mungil dengan tulisan Jepang. Saya baru ingat, kalau Line Meitetsu kan langsung beli ke Ogakie bukan Kariya. Saya coba ralat lagi " Sorry Ogakie..." Bapaknya malah bingung "Ogakie or Kariya?" "Saya mau ke Kariya setelah itu lanjut ke Ogakie". Dengan bahasa tarzan beliau menjelaskan "Ke Kariya aja dulu nanti kalau mau ke Ogakie beli lagi disana".

Beres tiket, saya mencari line kereta jurusan Toyohashi dan huuaaa... Ternyata susah juga. Banyak banget line kereta disana. Harus kemana saya sedangkan petunjuknya kebanyakan bahasa Jepang. Setelah mondar mandir ga jelas sambil mo nangis dan nanya ke beberapa petugas, akhirnya ketemu. Saya disuruh diem di dekat petugas itu, nanti kalau kereta datang akan diberi tau. Karena satu track bisa dilewati oleh banyak kereta dan kebanyakan tulisannya Jepang semua, meneketehe. Kira-kira lima kereta sudah lewat saya diberi isyarat oleh petugas itu untuk masuk ke kereta yang akan datang. Hanya sebentar banget pintu kereta kebuka, langsung menutup lagi dan kereta berangkat. Di dalam ada pengumunan tapi bahasanya Jepang, mampus gila ga ada bahasa Inggrisnya. Untungnya untuk penyebutan nama stasiun masih agak jelas. Yang pasti kalau ngomongnya panjang kemungkinan ada persimpangan rail dan bisa pindah line. 

Saya dengerin bener-bener tiap kali ada pengumuman menunggu kata-kata Chiryu karena saya harus pindah line. Benar saja tiba-tiba ada pengumuman panjang yang sepertinya ada kata Chiryu dan beberapa lama kemudian kereta berhenti. Saya turun dari kereta sambil memastikan, benarkah ini Stasiun Chiryu dan alhamdulillah benar. Setelah itu mencari kereta jurusan Kariya atau Hakinen, hanya 2 menit ada kereta datang. Kata orang disitu benar ke Kariya, lalu saya naik. Pengumuman di dalam kereta masih sama parahnya, pakai bahasa Jepang semua.

Tiket saya hanya sampai di Kariya, berhubung keretanya melewati Ogakie saya tidak akan turun di Kariya. Katanya kekurangan tiket bisa ditambah nanti setelah turun. Setelah melewati 4 stasiun termasuk Kariya, terdengar pengumuman "Ongakie.. Ongakie.. " Saya yakin pasti maksudnya Ogakie. Setelah kereta berhenti, saya turun. Lalu memasukkan tiket ke mesin di pintu keluar ternyata pintunya ga bisa kebuka, pasti karena bayarnya kurang. Saya melihat ke sekeliling untuk mencari bantuan, tapi tidak ada orang satupun. Di loket pun tidak ada petugasnya. Melihat pintunya masih ada celah sedikit masih muat buat kaki akhirnya saya menerobos. Maaf ya bukan maksud, salah sendiri ga ada petugasnya.

Sampai di luar saya mencari orang berkerudung, seandainya ga ada saya akan minta tolong orang yang lewat untuk sms atau menelpon, kebetulan pernah meminjam nomor telponnya untuk membooking bus. Dan ternyata ada satu mbak-mbak duduk di halte yang nunduk sambil mengutak-atik hp, tapi wajahnya ditutup masker, kalaupun dibuka saya juga belum tau wajahnya seperti apa karena belum pernah ketemu. Setelah agak dekat mbak itu menoleh dan teriak...

"Aaaauw...akhirnya nyampe juga, pas banget saya juga baru nyampe"
"Maaf mbak saya ga dapet wifi dari kemaren, trus tadi salah beli tiket jadi disitu bayarnya kurang"
"Kok bisa keluar?"
"Nerobos mbak"
"Hahahaha..."

Setelah dipikir kembali ternyata ada baiknya juga salah beli tiket ke Kariya, bukan Ogakie, karena ternyata ada Ogaki dan Ogakie (dibaca ongakie). Seandainya saya bilang "Ogaki" karena membaca versi Inggrisnya, bisa jadi pak petugas nangkepnya Ogaki yang satunya saya bisa diarahkan kesana. Jadi ini bukan kesalahan memang petunjuk dari Allah untuk memudahkan perjalanan saya, sehingga yang ada dipikiran saya hanyalah kata "Kariya". Alhamdulillah Ya Allah. Membayangkan kesasar jauh, kasian Mbak Dini yang sedang hamil bakal menunggu lama sambil khawatir.

Begitulah kisah saya saat menguraikan jalur kereta di Tokyo dan Nagoya. Sekedar tip buat teman-teman pemula yang akan naik kereta di Tokyo :
  1. Tidak usah panik, karena akan membuat segalanya semakin kacau. Kalaupun bingung bisa bertanya ke orang-orang di sekitar. Mereka kelihatannya cuek tapi baik-baiiik banget pasti akan dibantu walaupun dengan bahasa tarzan.
  2. Jangan berangkat ke stasiun terlalu mepet sediakan waktu luang untuk berjaga-jaga jika kesulitan mencari jalur kereta, kereta di Jepang sangat tepat waktu.
  3. Setiap jalur kereta di Tokyo memiliki simbol dan warna khusus, ikuti saja warna jalur kereta yang akan kita naiki.
  4. Setelah ketemu tracknya perhatikan lagi kereta yang lewat, karena satu track bisa dilewati oleh banyak kereta.
  5. Tetap konsentrasi dan banyak berdoa.
 Semoga sukses. Salam backpacker.
Suasana di stasiun, dari segala penjuru banyak orang berjalan cepat

Apr 13, 2015

Teh Jepang Horaenak

April 13, 2015 1 Comments
Saya menulis ini di dalam bus Willer Express jurusan Nagoya - Tokyo. Tadinya penumpang hanya saya sendiri karena suatu kesalahan. Saat baru sampai di Nagoya, saya tanya ke salah satu staf bus. "Pak dhe kalau mau balik lagi ke Tokyo nunggu busnya dimana? Bisa disini ga?" "Bisa neng" jawab beliau singkat dan penuh keyakinan.

Saya meninggalkan tempat itu menyisakan tanya. Masak sih di pinggir jalan di bawah rel kereta. Padahal di Tokyo tempatnya keren. Waiting roomnya di dalam gedung mewah. Mendekati keberangkatan dipindahkan ke boarding room mirip-mirip mau naik pesawat. Kok di Nagoya di pinggir jalan begini, ga banget deh. Tapi penjelasan pak dhe begitu, ya sudah ikutin aja. 

Saya segera ke stasiun mencari kereta ke Ogakie karena janjian dengan teman jam 08.00 di Stasiun Ogakie. Alhamdulillah tepat waktu. Beliau sampai saya pun sampai. Jepang memang terkenal dengan tepat waktu.

Setelah seharian maen di tempat mbaknya, jam 20.15 saya kembali ke Nagoya karena akan pulang ke Tokyo. Sampai di Stasiun Nagoya tentu saja mencari jalan tempat saya diturunkan oleh bus sebelumnya yaitu di Jalan Meiki Dori. 

Sempat salah exit ke arah berlawanan. Itu juga berdasarkan petunjuk dari salah satu staf kereta disana. Dari pada nanya kadang-kadang lebih baik mengandalkan feeling, karena banyak orang Jepang yang susah berbahasa Inggris. Seperti saya juga sih. Setelah muter-muter akhirnya ketemu juga walaupun jadinya lebih jauh.

Waktu masih longgar tidak terlalu terburu-buru. Saking lumayan jauh menggendong ransel rasa haus melanda. Tiba-tiba terlintas pengen teh manis yang dingin-dingin seger. Mampirlah ke Alfamaretnya Jepang di stasiun. Karena ga ngerti bahasanya asal pilih yang botolnya bagus bergambar bunga melati. Saya pikir botolnya aja bagus pasti rasanya lebih enak dibanding teh botolan di Indonesia. Jepang gitu loh. 

Tapi pas diminum jiiiaahh... Ga ada rasanya. Tawar cenderung pait blas ga ada enak-enaknya. Saya coba kocok kuat-kuat kali aja gulanya ngendap di bawah. "Ya Allah ubahlah menjadi manis. Kucuk kucuk kucuuuk... Bim Salabim...!" Tetap ga berubah apa-apa. Ajegile nyesegnyaaa... Itu lebih mahal diantara yang lain. Selain botolnya bagus juga berniat menghabiskan koin Yen yang mulai memenuhi dompet. Tau begini kan mending isi ulang air di kran yang gratis. Itulah teh tawar termahal yang pernah saya minum. 40 rebu sebotol.

Kata teman saya memang teh di Jepang tawar semua. Kalaupun ada yang manis ya hanya manis-manis jambu. Ga semanis teh botolan di Indonesia. Karena orang Jepang udah manis jadi tidak butuh pemanis lagi. Iya deh...

Sepertinya harus menambahkan gula sachet di dalam daftar bawaan kalau ke Jepang lagi. Akhirnya terasa sekali beruntungnya menjadi orang Indonesia dan tinggal di Indonesia. Setiap saat bisa merasakan nikmatnya makanan dan minuman yang diinginkan. Biar tinggal di negara modern nan masyur dikata orang tapi pengen teh botol aja ga keturutan kan sedih.

Pulang ke Indonesia nanti saya akan minta maaf kepada seorang teman yang suka sekali minum teh botolan. Bisa dibilang tiada hari tanpa minum teh itu.

"Seneng banget sih minum itu, emang apa enaknya? Ga beda jauh sama teh pait. Lama-lama hidup lo pait juga" setiap kali melihat beliau minum teh botolan pasti gatel pengen mencaci.

"Segernya kya gini kok dibilang pait" jawabnya sambil tetap menikmati disetiap tegukan. Seandainya beliau tau akan hal ini pasti saya diketawain abis. 

Mulai sekarang saya akui memang bener teh botolan yang punya iklan "Apapun makanannya, minumnya teh onooo..." Itu teh seger banget dan ga pait apalagi kalau dingin pasti tambah nikmat.


Dari kemasannya kya yang enak banget.

Lepas dari kasus teh saya melanjutkan mencari Jalan Meiki Dori. Sampai di sana tiba-tiba gemetaran karena tempatnya sepi  sekali. Hanya ada 1 bus parkir, 1 orang staf dan 1 orang juru parkir. Lhadhalaah... Penumpang yang lain mana? Jangan-jangan saya ketinggalan, jangan-jangan tempatnya bukan disini... Nah lo...!!

Saya mendatangi petugas itu sambil menunjukkan tiket. 
"Nengnya bisa ngomong Jepang?" tanya beliau. 
"Ga bisa pak..."
"Begini neng nunggunya bukan disini tapi di kantor di dalam stasiun, dari sini jalan kaki 10 menit" jelas beliau pakai bahasa tarzan yang saya tau maksudnya.

Apaahh... Baru aja nyampe disuruh balik lagi? Sambil ngesot bisa sih pak, tapi nyari jalan keluar aja ruwet setengah mati. Kapok pak. Daripada kehilangan arah lagi mending mewek guling-guling disitu.

"Maaf pak kata staf bus sebelumnya bisa nunggu disini" kata saya sambil pasang muka memelas.

Kemudian pak dhe telpon-telpon entah ngomong apa "Ajinotomo toyota daihatsu... Hee masako masako"

Sambil menunggu saya minta ijin masuk ke dalam bus karena udara di luar bikin menggigil. Tak berapa lama beliau mengatakan "Neng tunggu disini aja, busnya 25 menit lagi datang".

Rasanya ga sampai 20 menit bus datang. Seorang pak dhe berseragam turun berlari menghampiri saya. Dengan sangat sopan menyapa "Sumimasen sumimasen... kdsfhdgsgak askdhobmapdui boiuhebsn ble ble ble..." lalu menunjukkan kertas daftar penumpang yang tulisannya keriting semua kecuali nama saya. Alhamdulillah nama saya terdaftar di Jepang. 

"Benar pak ini nama saya!!!" teriak sekenceng-kencengnya di dalam hati. 
Kemudian beliau membantu membawakan tas ransel dan mengajak masuk ke dalam bus. Di dalam bus dijelaskan lagi menggunakan bahasa tarzan jam berapa bus akan berangkat, istirahat, sampai Yokohama, sampai Tokyo, cara mengatur sandaran kursi, tempat carge hp, toilet dan sebagainya. Yang saya tau hanya kalimat terakhir "Arigatou gozaimasu..." bapaknya baik banget sopan dan penyayang. Terharu deh udah mah saya yang salah, dijemput, disayang-sayang pula eits...!!

Tak berapa lama bus melaju ke arah Stasiun Nagoya dan berhenti di sebuah tempat. Para penumpang yang lain masuk ke dalam bus menempati tempat duduk sesuai dengan nomor tiketnya. Beruntung kursi di sebelah kosong sehingga bebas bergerak. Tepat jam 23:00 bus mulai bergerak meninggalkan Stasiun Nagoya. Saya akhiri tulisan ini dan segera  bersiap melelapkan diri. Semoga terbangun setelah sampai di Tokyo agar perjalanan tidak terasa lama. Bye bye Nagoya...