Pagi itu di terminal kota Chiang Mai yang masih gelap saya mencoba keliling melihat isi terminal. Saya menemukan pusat informasi, lalu meminta peta sambil tanya transportasi ke pusat kota. “Car, tuk-tuk or motor bike” kata petugasnya. Oke masalahnya saya harus kemana? Saya belum booking penginapan hanya mencatat beberapa nama tempat yang harganya sesuai di kantong dan itupun akan menjadi alternatif yang terakhir. Karena tidak percaya informasi dari website yang kadang tidak sesuai dengan kenyataan, maklum backpackernya masih amatiran.
Hampir jam 6 pagi tapi langit masih gelap baru ada sedikit cahaya kemerahan, saya tanya ke abang tuk-tuk tarif ke pusat kota. Katanya 120 THB. Lalu datang si abang motor bike (ojeg) nawarin 80 THB. Sudah pasti pilih yang lebih murah dan minta diantar ke tempat yang asal nunjuk peta di tempat yang kemungkinan banyak penginapan yaitu Night Bazar Place.
Hampir jam 6 pagi tapi langit masih gelap baru ada sedikit cahaya kemerahan, saya tanya ke abang tuk-tuk tarif ke pusat kota. Katanya 120 THB. Lalu datang si abang motor bike (ojeg) nawarin 80 THB. Sudah pasti pilih yang lebih murah dan minta diantar ke tempat yang asal nunjuk peta di tempat yang kemungkinan banyak penginapan yaitu Night Bazar Place.
Sekitar 20 menit menembus dinginnya kota Chiangmai, sampailah ke sebuah gang kecil dan ruko yang bertuliskan Night Bazar Place. Ternyata sepi hanya ada beberapa toko masih tutup semua. Sambil membayar ke abang ojeg saya pastikan sekali lagi...
"Benarkah ini Night Bazar Place Bang?"
"Yes!. Macid macid" kata abang ojeg menunjuk ke sebuah tempat. Saya kurang mengerti minta tambahan ongkos atau apa? Setelah diperhatikan rupanya sebuah tempat yang bertuliskan Mosque. Ooh... maksud abang MASJID.
"Oke, kob kun kha.." lalu abang ojeg pergi.
"Benarkah ini Night Bazar Place Bang?"
"Yes!. Macid macid" kata abang ojeg menunjuk ke sebuah tempat. Saya kurang mengerti minta tambahan ongkos atau apa? Setelah diperhatikan rupanya sebuah tempat yang bertuliskan Mosque. Ooh... maksud abang MASJID.
"Oke, kob kun kha.." lalu abang ojeg pergi.
Alhamdulillah Allah telah menuntun ke tempat yang benar. Lumayan bisa nebeng selonjoran di teras masjid menunggu siang. Tapi setelah mendekat ke pintu gerbangnya jadi menciut. Mesjidnya hanya kecil dan mojok diantara gedung tinggi seperti komplek sekolahan. Saya pikir bakal banyak orang ngaji atau sekedar duduk di teras. Ini tidak ada orang satu pun dan masjidnya tampak gelap. Jadi tidak berani masuk.
Masjidnya yang kubah kecil. Belakangan baru tau namanya Masjid Islam Hidayatul Banhaw. Foto dari google. |
Saya duduk di kursi yang kebetulan ada di dekat pagar. Ransel saya geletakkan di bawah. Tiba-tiba ada seorang bapak berusia sekitar 50 tahun, melintas di depan saya.
“Where are you from?”
“Indonesia”
“Oh come here, sit down there…”
Beliau mengajak saya masuk ke gedung di sebelah masjid. Di pojok ruangan ada meja dan kursi panjang. Bapak sibuk mengelap meja dan menata kursi lalu mempersilahkan saya duduk. Kemudian memanaskan air dan membuatkan saya kopi dan juga menyuguhi sepiring kurma. Saya hanya senyum-senyum seperti putri solo karena bapak juga tidak banyak ngomong. Wajahnya serius dan datar.
“Where are you from?”
“Indonesia”
“Oh come here, sit down there…”
Beliau mengajak saya masuk ke gedung di sebelah masjid. Di pojok ruangan ada meja dan kursi panjang. Bapak sibuk mengelap meja dan menata kursi lalu mempersilahkan saya duduk. Kemudian memanaskan air dan membuatkan saya kopi dan juga menyuguhi sepiring kurma. Saya hanya senyum-senyum seperti putri solo karena bapak juga tidak banyak ngomong. Wajahnya serius dan datar.
“Baru datang dari Indonesia?"
"Iya pak, kemarin pagi dari Jakarta ke Bangkok, lalu dari Bangkok kesini”
“Ini pertama ke Chiang Mai”
“Iya”
“Sendiri?”
“Iya, di sini aman kan pak?”
“Aman tenang saja, banyak orang yang jalan-jalan kesini Insya Allah aman. Ada acara apa?”
“Liburan saja pak, tadi saya kesini karena pengen lihat mesjid” bohong banget memang sih mesjid ini ada di itinerary tapi ada diurutan yang kesekian.
“Iya sesama muslim harus saling silaturahmi”
“Masjid di sini hanya ini saja pak?”
“Tidak, di Chiang Mai ada 4 masjid, masjid Chang Klan agak dekat dari sini, tapi jangan tinggal di sana daerahnya kurang aman, dan dua lagi masjid tapi lumayan jauh, kamu tinggal dimana?"
“Ini pertama ke Chiang Mai”
“Iya”
“Sendiri?”
“Iya, di sini aman kan pak?”
“Aman tenang saja, banyak orang yang jalan-jalan kesini Insya Allah aman. Ada acara apa?”
“Liburan saja pak, tadi saya kesini karena pengen lihat mesjid” bohong banget memang sih mesjid ini ada di itinerary tapi ada diurutan yang kesekian.
“Iya sesama muslim harus saling silaturahmi”
“Masjid di sini hanya ini saja pak?”
“Tidak, di Chiang Mai ada 4 masjid, masjid Chang Klan agak dekat dari sini, tapi jangan tinggal di sana daerahnya kurang aman, dan dua lagi masjid tapi lumayan jauh, kamu tinggal dimana?"
“I don’t know, I am not reserve yet. Maybe I will stay in.…” saya sebut nama sebuah hostel.
“You moslem don’t stay there, not recommended for solo female because bla..bla..bla….”
“Oooh... Okay sir”
“Di belakang sini ada apartemen muslim kamu tinggal disitu saja, not expensive for you”
“Okay sir...” dalam hati beneran not expensive pak... Apartemen kan biasanya lebih mahal daripada dorm, tapi ya... Iya ajalah pasti bapak lebih tau.
“Rumah saya jauh seandainya dekat, kamu saya suruh menginap di rumah. Saya guru di sini dan tinggal di sini pulang seminggu atau sebulan sekali" Waah... Baik sekali. Punya anak laki-laki ga pak? Eh!!
“You moslem don’t stay there, not recommended for solo female because bla..bla..bla….”
“Oooh... Okay sir”
“Di belakang sini ada apartemen muslim kamu tinggal disitu saja, not expensive for you”
“Okay sir...” dalam hati beneran not expensive pak... Apartemen kan biasanya lebih mahal daripada dorm, tapi ya... Iya ajalah pasti bapak lebih tau.
“Rumah saya jauh seandainya dekat, kamu saya suruh menginap di rumah. Saya guru di sini dan tinggal di sini pulang seminggu atau sebulan sekali" Waah... Baik sekali. Punya anak laki-laki ga pak? Eh!!
Beliau bernama Bapak MS asli Chiang Mai sekolah di Libya. Sebelumnya tinggal di Arab Saudi selama 15 tahun dan baru kembali ke Chiang Mai 1.5 tahun. Baru tahu rupanya tempat ini adalah sekolah muslim. Pantesan bapak kelihatan serius, bahasa Inggrisnya bagus ternyata pak guru.
Perasaan dimana-mana seringnya ketemu pak guru dan rata-rata seusia dengan orang tua saya. Padahal harapannya ketemu sesama solotraveler yang seumuran terus jalan bareng terus cinlok yang kya di film-film terus berduaan ciieee...
Perasaan dimana-mana seringnya ketemu pak guru dan rata-rata seusia dengan orang tua saya. Padahal harapannya ketemu sesama solotraveler yang seumuran terus jalan bareng terus cinlok yang kya di film-film terus berduaan ciieee...
Setelah kopi mendingin saya buru-buru menghabiskannya agar bisa cepat berpamitan. Eh malah dibikinin lagi chinese tea, dan tidak bisa langsung diminum karena panas. Rasanya biasa aja seperti teh yang tidak pakai gula. Saat bapak masuk ke ruang sebelah, saya buang teh itu di wastafel karena tidak suka teh pait (maaf ya pak). Maksud hati gelas mau saya cuci tapi ketauan bapak diteriakin “Never mind... Never mind…” ya sudah ditaro gitu aja.
Lalu saya berpamitan untuk berkeliling sambil mencari penginapan. Ransel yang segede alaium gambreng saya titipkan beliau. Sebelum pergi saya tanya dimana yang jual halal food, beliau bilang di sepanjang jalan depan masjid ini tapi mulai buka nanti siang. Baru juga berbalik badan beliau memanggil lagi dan menawarkan untuk melihat masjid di tempat yang lain sambil mencari sarapan bersama. Wah oke banget pak dengan senang hati. Akhirnya saya diajak keliling kota Chiang Mai naik motor, salah satunya melihat mesjid Chang Klan.
Lalu saya berpamitan untuk berkeliling sambil mencari penginapan. Ransel yang segede alaium gambreng saya titipkan beliau. Sebelum pergi saya tanya dimana yang jual halal food, beliau bilang di sepanjang jalan depan masjid ini tapi mulai buka nanti siang. Baru juga berbalik badan beliau memanggil lagi dan menawarkan untuk melihat masjid di tempat yang lain sambil mencari sarapan bersama. Wah oke banget pak dengan senang hati. Akhirnya saya diajak keliling kota Chiang Mai naik motor, salah satunya melihat mesjid Chang Klan.
Kembali ke jalan utama, tak jauh dari masjid ini ada warung kecil yang menjual berbagai makanan halal. Hanya sebuah tenda dipinggir jalan mirip yang berjualan nasi uduk pagi-pagi di Jakarta dengan menu makanannya yang banyak dan beraneka.
“Mau makan apa?” tanya bapak.
“Saya mau nasi pak” perut saya kan asli Indonesia.
“Mau makan apa?” tanya bapak.
“Saya mau nasi pak” perut saya kan asli Indonesia.
Melihat makanan yang serupa dengan kampung halaman saya ingin kasih tau bapak "Ini sama seperti di Indonesia pak” Eh malah dipesen semua. Ada ayam kentaki-ketakian, ayam cincang, sayur tahu campur toge dan masih ditawarin lagi terserah mau apa. Jadi malu hidangan saya banyak banget. Sedangkan bapak hanya semangkok gulai kambing tanpa nasi. Uniknya biarpun udara dingin kebiasaan orang di sana kalau minum selalu pake es batu. Bukan teh anget atau wedang jahe.
Karena kekenyangan, ayam gorengnya jadi ga kemakan. “Pak saya ga abis ini dibungkus plastik aja ya” beneran dibungkusin hihihi... Lumayan lah buat makan siang.
Selesai makan bapak membayar semuanya dan kami kembali lagi ke masjid. Kali ini lebih banyak lewat gang-gang kecil. Tiba-tiba motor berhenti di sebuah tempat mirip kos-kosan. “Kita cari penginapan buat kamu” kata beliau. Rupanya apartemen muslim yang pernah bapak jelaskan. Bapak ngobrol dengan penjaganya pakai bahasa Thailand, kira-kira maksudnya tidak ada kamar kosong untuk satu orang, tinggal kamar yang besar. Sepertinya sih begitu. Akhirnya kami kembali lagi ke masjid.
Sepertinya Bapak MS ini guru besar, ustadz, atau orang besar apalah karena sepanjang jalan setiap ketemu orang pasti pada hormat. Tentunya saya dihormati juga. Anak-anak kecil disuruh cium tangan saya. Wah keren ga sih di negara orang digituin… **biasa aja.
Sampai di masjid sudah banyak staf sekolah di tempat saya dan bapak minum kopi sebelumnya. Melihat kedatangan bapak mereka semua memberikan salam hormat selayaknya ada orang besar datang. Dari tatapan matanya seperti bertanya-tanya bapak mbonceng siapa? Saya hanya ikutan mengangguk dari jauh lalu berpamitan.
“Terimakasih banyak pak saya pergi dulu, tapi titip tas disini ya”
Selesai makan bapak membayar semuanya dan kami kembali lagi ke masjid. Kali ini lebih banyak lewat gang-gang kecil. Tiba-tiba motor berhenti di sebuah tempat mirip kos-kosan. “Kita cari penginapan buat kamu” kata beliau. Rupanya apartemen muslim yang pernah bapak jelaskan. Bapak ngobrol dengan penjaganya pakai bahasa Thailand, kira-kira maksudnya tidak ada kamar kosong untuk satu orang, tinggal kamar yang besar. Sepertinya sih begitu. Akhirnya kami kembali lagi ke masjid.
Sepertinya Bapak MS ini guru besar, ustadz, atau orang besar apalah karena sepanjang jalan setiap ketemu orang pasti pada hormat. Tentunya saya dihormati juga. Anak-anak kecil disuruh cium tangan saya. Wah keren ga sih di negara orang digituin… **biasa aja.
Sampai di masjid sudah banyak staf sekolah di tempat saya dan bapak minum kopi sebelumnya. Melihat kedatangan bapak mereka semua memberikan salam hormat selayaknya ada orang besar datang. Dari tatapan matanya seperti bertanya-tanya bapak mbonceng siapa? Saya hanya ikutan mengangguk dari jauh lalu berpamitan.
“Terimakasih banyak pak saya pergi dulu, tapi titip tas disini ya”
“Okay take care... Kalau ada apa-apa datanglah kesini cari saya"
Bersambung....
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.