Feb 11, 2015

Post Holiday Blues

Saya baru saja kembali dari liburan “solobackpacking” selama 10 hari. Menghabiskan sisa cuti tujuh hari digabungkan dengan libur tiga hari. Lumayan lama buat yang jatah cutinya hanya 12 hari setahun seperti saya. Saya mengambil rute Jakarta - Penang – Langkawi – Satun – Trang –Krabi – Phi Phi Island – Phuket - Bangkok – Jakarta. Hanya dua negara Malaysia dan Thailand tapi dijabanin dengan jalur darat dan air (naik ferry) kecuali berangkat dan pulang ke Jakarta pastinya lewat udara. 

Saya berangkat dengan flight pertama jam 06.00 dan pulang dengan flight terakhir jam 23.30 agar 10 hari terasa full. Biarpun begitu 10 hari ternyata sangat sebentar sekali. Gimana tidak sambil liburan sering dibayangi rasa sedih karena menghitung hari, 2 hari lagi, sehari lagi dan sebentar lagi pulang. Artinya harus kembali lagi bekerja.

Narsis sebelum naik ferry dari Langkawi ke Satun

Rupanya masih ada sesuatu yang terasa lebih berat lagi dan susah untuk menghilang adalah ‘penyakit’ sehabis liburan. Ya, penyakit ini saya sering merasakannya. Bahasa kerennya setelah saya browsing di google disebut Post Holiday Blues (Irlandia dan beberapa negara persemakmuran) atau Post Vacation Blues (Kanada dan US). Post Holiday Blues adalah semacam kondisi depresi yang terasa setelah seseorang kembali dari perjalanan panjang (biasanya liburan) yang dapat mempengaruhi mood. Setiap orang yang menyandu wisata pasti mengalami hal ini. Ada perasaan seolah tidak berminat kembali ke rutinitas hidup, entah sekolah, bekerja atau kehidupan sehari-hari yang bisa jadi merupakan sumber stres, disorientasi dan ketidaknyamanan. Seolah merasa tidak betah berlama-lama menetap, selalu ingin beperjalanan (Astri Apriyani/Intisari-online.com).

Saya sering mengalami hal ini dan lebih lama dari pada waktu liburannya. Setiap tidur masih kebawa mimpi perasaan masih disana, bangun tidur suka bingung ini dimana, bingung mau ngapain, teringat kembali kemarin jam segini disana lagi ngapain. Kangen dengan teman-teman baru selama diperjalanan tapi siapa mereka dan dimana sekarang. Sedih pengen nangis tapi apa yang mau ditangisin, pengen balik lagi. Bah, seabrek lah pokoknya pikiran susah berhenti melayang.

Efeknya jadi males makan, pengen nyungsep aja ke bantal walaupun ga ngantuk dan sering lupa. Lupa makan tau-tau gemetaran, lupa hari, lupa pakai seragam warna apa harusnya biru pakai merah, bikin teh manis yang diambil garam, bikin telor ceplok yang diambil gula. Kucrut kan. Ini masih mending dibanding teman saya yang sampai lupa pin atm dan password pc di ruang kerjanya. Secara hati dan pikiran masih di tempat liburan tapi jiwa raga telah terperangkap di tempat kerja. Mohon maklumlah.

Kabar baiknya adalah bahwa perasaan seperti ini konon normal-normal saja dan bisa dibilang pasti muncul setelah liburan, apalagi kalau liburannya menyenangkan. Setelah satu atau dua minggu pasti akan kembali seperti semula, kata psikolog durasi rata-rata Post Holiday Blues adalah satu setengah kali lipat dari lama liburan. Memang benar saya merasakan liburannya cuma sebentar tapi kepikirannya lama banget ga ilang-ilang.

Salah satu cara yang paling mujarab untuk menghilangkannya yaitu merencanakan liburan lagi walaupun pada akhirnya hanya rencana belaka, atau liburan ke tempat yang berdekatan dengan rumah dan murah meriah seperti camping di kebun. Selain itu gerakan bersih-bersih kamar juga penting karena berantakan semakin menambah pusing. Membongkar ransel, mencuci semua baju kotor dan menyimpan lagi ke tempat semula seperti sebelum liburan. Jika pernah bertukar email atau nomer telpon dengan teman-teman baru coba hubungi mereka untuk sekedar say hello. Menulis blog dan diary untuk sekedar meluapkan segala kagalauan. Nah yang paling penting ini sholat, dzikir, ngaji agar pikiran bisa kinclong lagi. Pelan-pelan hehehe...

No comments:

Post a Comment

Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.