Saya menulis ini di dalam bus Willer Express jurusan Nagoya - Tokyo. Tadinya penumpang hanya saya sendiri karena suatu kesalahan. Saat baru sampai di Nagoya, saya tanya ke salah satu staf bus. "Pak dhe kalau mau balik lagi ke Tokyo nunggu busnya dimana? Bisa disini ga?" "Bisa neng" jawab beliau singkat dan penuh keyakinan.
Saya meninggalkan tempat itu menyisakan tanya. Masak sih di pinggir jalan di bawah rel kereta. Padahal di Tokyo tempatnya keren. Waiting roomnya di dalam gedung mewah. Mendekati keberangkatan dipindahkan ke boarding room mirip-mirip mau naik pesawat. Kok di Nagoya di pinggir jalan begini, ga banget deh. Tapi penjelasan pak dhe begitu, ya sudah ikutin aja.
Saya segera ke stasiun mencari kereta ke Ogakie karena janjian dengan teman jam 08.00 di Stasiun Ogakie. Alhamdulillah tepat waktu. Beliau sampai saya pun sampai. Jepang memang terkenal dengan tepat waktu.
Setelah seharian maen di tempat mbaknya, jam 20.15 saya kembali ke Nagoya karena akan pulang ke Tokyo. Sampai di Stasiun Nagoya tentu saja mencari jalan tempat saya diturunkan oleh bus sebelumnya yaitu di Jalan Meiki Dori.
Sempat salah exit ke arah berlawanan. Itu juga berdasarkan petunjuk dari salah satu staf kereta disana. Dari pada nanya kadang-kadang lebih baik mengandalkan feeling, karena banyak orang Jepang yang susah berbahasa Inggris. Seperti saya juga sih. Setelah muter-muter akhirnya ketemu juga walaupun jadinya lebih jauh.
Waktu masih longgar tidak terlalu terburu-buru. Saking lumayan jauh menggendong ransel rasa haus melanda. Tiba-tiba terlintas pengen teh manis yang dingin-dingin seger. Mampirlah ke Alfamaretnya Jepang di stasiun. Karena ga ngerti bahasanya asal pilih yang botolnya bagus bergambar bunga melati. Saya pikir botolnya aja bagus pasti rasanya lebih enak dibanding teh botolan di Indonesia. Jepang gitu loh.
Tapi pas diminum jiiiaahh... Ga ada rasanya. Tawar cenderung pait blas ga ada enak-enaknya. Saya coba kocok kuat-kuat kali aja gulanya ngendap di bawah. "Ya Allah ubahlah menjadi manis. Kucuk kucuk kucuuuk... Bim Salabim...!" Tetap ga berubah apa-apa. Ajegile nyesegnyaaa... Itu lebih mahal diantara yang lain. Selain botolnya bagus juga berniat menghabiskan koin Yen yang mulai memenuhi dompet. Tau begini kan mending isi ulang air di kran yang gratis. Itulah teh tawar termahal yang pernah saya minum. 40 rebu sebotol.
Kata teman saya memang teh di Jepang tawar semua. Kalaupun ada yang manis ya hanya manis-manis jambu. Ga semanis teh botolan di Indonesia. Karena orang Jepang udah manis jadi tidak butuh pemanis lagi. Iya deh...
Sepertinya harus menambahkan gula sachet di dalam daftar bawaan kalau ke Jepang lagi. Akhirnya terasa sekali beruntungnya menjadi orang Indonesia dan tinggal di Indonesia. Setiap saat bisa merasakan nikmatnya makanan dan minuman yang diinginkan. Biar tinggal di negara modern nan masyur dikata orang tapi pengen teh botol aja ga keturutan kan sedih.
Pulang ke Indonesia nanti saya akan minta maaf kepada seorang teman yang suka sekali minum teh botolan. Bisa dibilang tiada hari tanpa minum teh itu.
"Seneng banget sih minum itu, emang apa enaknya? Ga beda jauh sama teh pait. Lama-lama hidup lo pait juga" setiap kali melihat beliau minum teh botolan pasti gatel pengen mencaci.
"Segernya kya gini kok dibilang pait" jawabnya sambil tetap menikmati disetiap tegukan. Seandainya beliau tau akan hal ini pasti saya diketawain abis.
Mulai sekarang saya akui memang bener teh botolan yang punya iklan "Apapun makanannya, minumnya teh onooo..." Itu teh seger banget dan ga pait apalagi kalau dingin pasti tambah nikmat.
Dari kemasannya kya yang enak banget. |
Lepas dari kasus teh saya melanjutkan mencari Jalan Meiki Dori. Sampai di sana tiba-tiba gemetaran karena tempatnya sepi sekali. Hanya ada 1 bus parkir, 1 orang staf dan 1 orang juru parkir. Lhadhalaah... Penumpang yang lain mana? Jangan-jangan saya ketinggalan, jangan-jangan tempatnya bukan disini... Nah lo...!!
Saya mendatangi petugas itu sambil menunjukkan tiket.
"Nengnya bisa ngomong Jepang?" tanya beliau.
"Ga bisa pak..."
"Begini neng nunggunya bukan disini tapi di kantor di dalam stasiun, dari sini jalan kaki 10 menit" jelas beliau pakai bahasa tarzan yang saya tau maksudnya.
Apaahh... Baru aja nyampe disuruh balik lagi? Sambil ngesot bisa sih pak, tapi nyari jalan keluar aja ruwet setengah mati. Kapok pak. Daripada kehilangan arah lagi mending mewek guling-guling disitu.
"Maaf pak kata staf bus sebelumnya bisa nunggu disini" kata saya sambil pasang muka memelas.
Kemudian pak dhe telpon-telpon entah ngomong apa "Ajinotomo toyota daihatsu... Hee masako masako"
Sambil menunggu saya minta ijin masuk ke dalam bus karena udara di luar bikin menggigil. Tak berapa lama beliau mengatakan "Neng tunggu disini aja, busnya 25 menit lagi datang".
Rasanya ga sampai 20 menit bus datang. Seorang pak dhe berseragam turun berlari menghampiri saya. Dengan sangat sopan menyapa "Sumimasen sumimasen... kdsfhdgsgak askdhobmapdui boiuhebsn ble ble ble..." lalu menunjukkan kertas daftar penumpang yang tulisannya keriting semua kecuali nama saya. Alhamdulillah nama saya terdaftar di Jepang.
"Benar pak ini nama saya!!!" teriak sekenceng-kencengnya di dalam hati.
Kemudian beliau membantu membawakan tas ransel dan mengajak masuk ke dalam bus. Di dalam bus dijelaskan lagi menggunakan bahasa tarzan jam berapa bus akan berangkat, istirahat, sampai Yokohama, sampai Tokyo, cara mengatur sandaran kursi, tempat carge hp, toilet dan sebagainya. Yang saya tau hanya kalimat terakhir "Arigatou gozaimasu..." bapaknya baik banget sopan dan penyayang. Terharu deh udah mah saya yang salah, dijemput, disayang-sayang pula eits...!!
Tak berapa lama bus melaju ke arah Stasiun Nagoya dan berhenti di sebuah tempat. Para penumpang yang lain masuk ke dalam bus menempati tempat duduk sesuai dengan nomor tiketnya. Beruntung kursi di sebelah kosong sehingga bebas bergerak. Tepat jam 23:00 bus mulai bergerak meninggalkan Stasiun Nagoya. Saya akhiri tulisan ini dan segera bersiap melelapkan diri. Semoga terbangun setelah sampai di Tokyo agar perjalanan tidak terasa lama. Bye bye Nagoya...
selera orang jepang sama orang indonesia mungkin beda , jadi teh jepang gak ada rasanya (menurut kita) ..
ReplyDelete