Sore itu hujan deres di Manila. Saya baru saja cek in ke Hostel setelah melalui proses panjang untuk menemukan lokasinya yang nyelip di samping fly over. Di kamar khusus perempuan itu saya mengambil bed di pojok bawah bersebelahan dengan mbak dari Filipina bernama Rizza. Ga banyak yang bisa dilakukan kecuali ngobrol berkenalan dengan seluruh penghuni kamar. Di bed sebelah ada Carol dari China, di atasnya traveller dari Vietnam tapi belum pulang. Di atas bed saya crew hostel yang lagi pulas terbuai mimpi. Satu bed kosong di atasnya Rizza. Kami bercengkerama sampai akhirnya terlelap dengan sendirinya.
Keesokan harinya setelah mandi saya menyeduh mie instant dan cereal bekal dari Indonesia, di dapur lantai paling atas sebelah resepsionis. Ruangan berukuran 2x3 m itu menyediakan kitchen set yang lumayan lengkap diantaranya 3 rice cooker dengan berbagai ukuran, toaster dan microwave. Saya cukup pinjem mug dan sendok lalu nuang air panas dari dispenser.
Sarapan praktis bekal dari kost
Selesai mengganjal perut pakai mie rasa emesge, siaplah saya untuk muterin Manila. Saya akan ke Rizal Park tempat monumen pahlawan nasional Filipina dan ke Intramuros yang merupakan kota tua di Manila. Rizza berpesan hati-hati jangan berpenampilan mencolok, jaga tas baik-baik, jangan banyak ngobrol dengan sembarang orang, jangan naik taksi, cukup naik jeppney atau jalan kaki. Kalau ketauan orang asing katanya bakal dipalak. "Just jeepney or walking, no taksi" kalimat ini diulang berkali-kali buat meyakinkan saya. Takut takut gimana gitu tapi pasrah Allah always with me.
Denger cerita dari para suhu traveller memang kisah scam di Filipina lumayan tinggi. Makanya agak deg-degan saat tiket confirmed. Berhubung penasaran berangkat juga dengan Bismillah. Sampai disana pun ga seseram yang saya bayangkan. Asal ga banyak ngomong pasti dikira orang sana. Secara fisik mirip ama orang Indonesia.
Pagi itu saya berangkat bareng Rizza ke Stasiun Buendia yang berjarak kurang lebih 500 meter dari penginapan. Berbekal selembar peta dan sesekali nanya orang di jalan karena Rizza tidak yakin akan letak stasiun yang tinggal lurus aja. Berhubung asli Filipina pastinya tidak ada kendala dalam menggunakan bahasa lokal. Enak banget serasa punya guide gratis. Namun sayang kami harus berpisah di stasiun karena beda tujuan. Saya ke arah Taft Avenue dan Rizza ke sebaliknya.
Sampai Taft Avenue saya lanjut naik LRT 1 Yellow Line ke United Nation Station. Antrian panjang ke LRT lumayan membuat geleng-geleng karena harus melewati security bersenjata lengkap dan diperiksa satu per satu. Di Manila apapun dijaga security yang membawa senjata laras panjang, entah polisi atau security bahkan di toko atau di gerai fastfood.
Antrian ke LRT mengular sepanjang lantai mall
Keluar dari stasiun banyak di sambut oleh pedagang kaki lima persis kya di Jakarta. Salah satunya adalah pisang goreng yang ditusuk lidi dan dilumuri gula. Kirain gemblong kya di Bogor. Warnanya sangat menggoda. Saya beli 1 tusuk yang berisi 2 potong pisang. Rasanya beneran double sweety, udah pisangnya manis dilumurin gula full sampe ke ujung lidinya. Mak nyiirrr... Bikin gigi ngilu ngilu manja. Orang Filipina suka yang manis manis kyanya, makanya gue laris manis juga disono.. #wuueekkk...
Tadinya ga ngerti nih gorengan apa ngebayanginnya gurih kya seafood atau ayam ternyata mmuuaannisss... Karena kepoto sekalian aja buka kenorakan, saya kalo keluyuran ga pernah bawa dompet, duit cukup diselipin ke tempat yang paling aman. Buat ongkos harian misahin secukupnya diplastik ziplock bekas bungkus kacang. Tuh dilipat lipet sampe dekil... Sering diketawain lho tapi ya woddoamat...
Rizal Park hanya selemparan kolor dari UN Station bisa ditempuh dengan jalan kaki. Saya sempat membaur saat melewati kerumunan orang banyak yang saya pikir orang jualan atau travel fair dan sejenisnya tapi setelah diperhatiin kok sepertinya tempat maen judi atau apalah, banyak undian-undian, tapi ga ngerti juga sih bahasanya tagalog semua. Hiiyy takut..!! Balik badan seketika.
Rizal Park yang juga dikenal sebagai Luneta Park adalah sebuah taman seluas 58 hektar yang dibangun untuk mengenang pahlawan nasional Filipina yaitu Jose Rizal. Di dalamnya terdapat monumen tempat Jose Rizal dieksekusi mati oleh Spanyol pada tahun 1896 saat Filipina masih dijajah oleh Spanyol. Hanya beberapa meter dari tempat eksekusi terdapat monumen dari perunggu dan batu granit setinggi kurang lebih 12 meter yang dijaga oleh polisi konon adalah tempat penyimpanan jenazah Jose Rizal. Di depannya terdapat marka kilometer nol, titik awal pengukuran semua jarak di Filipina. Selain monumen juga terdapat taman Jepang dan Korea, berhubung masuknya pakai acara bayar jadinya dilewatkan, mending ke tempat aslinya aja. Foto di depan rumah orang aja bagus-bagus, gratis, dan asli pastinya.
Joze Rizal National Monument
Tempat eksekusi Pak Jose, masuknya bayar 5 Peso ada guide yang menerangkan
Relief ilustrasi
Marka Titik Nol
Setelah keliling sebagian dari Rizal Park saya beranjak ke intramuros yang jaraknya kurang lebih 1 km lewat pedestrian yang rindang oleh pepohonan. Abang calessa (semacam delman) yang sedari saya datang memata-matai, sangat mengganggu kenyamanan. Inget pesan temen sekamar "be careful only walking or jeepney". Katanya suka malak ga kira-kira. Pasang muka jutek aja walaupun deg-degan setengah mati.
Intramuros adalah distrik tertua dan inti dari sejarah Manila. Kota ini merupakan bagian dari pusat pemerintahan Spanyol selama masa Kolonial Spanyol di Filipina. Mirip kota tua kalau di Jakarta. Begitu sampai di salah satu gerbangnya sebentar sebentar saya diikuti abang becak yang nawarin keliling dengan berbagai tarif. Kemanapun pergi nongol lagi nongol lagi tuh si abang. Katanya kalo terganggu suruh bilang gini "I'm not interest don't follow me!!". Eh beneran pergi. Sebenernya pengen keliling pakai becak berhubung dikintilin mulu jadi ilfil lebih tepatnya sih takut. Tapi bangunan highlight yang banyak diceritakan di google tampaknya banyak yang udah terjabanin seperti Palacio De Gobernador, Gereja San Agustin yang digadang sebagai gereja tertua di Manila, Manila Metropolitan Cathedral Basilica dan masih banyak lagi bagunan tua yang sampai sekarang masih difungsikan dengan baik.
Istana Gubenur
Manila Metropolitan Cathedral Basilica
Seamen's Hospital, pengen masuk pura-pura jadi pasien cuma pengen tau dalemnya doank tapi lihat securitynya jadi ciut, ga jadi.
Kampus Universitas, baca aja namanya
Puas keliling saya keluar area intramuros dari salah satu gerbang dan naik jeepney yang bertulisan TM Kalaw. Sebelumnya pernah lihat ada jeepney TM Kalaw lewat di tempat yang saya kira tempat judi. Tempat itu tidak jauh dari UN Station. Tak berapa lama jeepney sampai di tempat judi saya pun turun. Tiba-tiba saya melihat jeepney jurusan Buendia. Saya pikir pasti bakal lewat Stasiun Buendia, stasiun yang paling dekat dengan penginapan. Jadilah berubah haluan pengen pulang naik jeepney biar tau rute lain.
Ternyata pemirsa lha kok malah kemana-mana masuk perkampungan macet, belok sana belok sini dan ke daerah yang sama sekali ga saya kenal. Penumpang naik turun ganti-gantian entah berapa kali dari penuh, kosong, penuh lagi dan kosong lagi. Biarlah, saya tetap duduk cantik coba mau lihat sampai mana drama ini berakhir. Akhirnya sampailah di sebuah pasar tradisional lewat jalan-jalan sempit, semua penumpang turun dan pak sopir nanya ke saya pakai bahasa tagalog, mungkin artinya "Turun dimana?" Saya hanya bales dengan senyum manis lalu turun sambil pasang muka dipolos-polosin sok tau maksudnya biar ga kelihatan orang asing. Padahal dalam hati mewek Ya Allah ini dimanaa...??
Angkot Filipina
Saya minggir ke emperan toko di deket lampu merah. Di seberangnya ada mall mirip ramayana banyak baju diskonan diaduk-aduk di keranjang. Sekilas daerahnya mirip Pasar Baru Tangerang. Beruntung saya melihat segerombolan ibu-ibu berkerudung, tanpa pikir panjang saya deketin beliau dan nanya jalan pulang. Lalu saya dianter nyebrang perempatan dan ditungguin sampai naik jeepney. Katanya stasiun MRT ga seberapa jauh, tapi untuk ke Stasiun Buendia harus naik MRT melewati 3 stasiun lagi. Alhamdulillah saya telah kembali ke jalan yang benar.
Macetnye same aje kya di Jakarte
Lalu pulang ke penginapan untuk sholat dzuhur dijamak ashar, makan, istirahat dan dari pada tulisan ini kepanjangan nantikan cerita selanjutnya kapan-kapan disambung lagi...
Sarapan praktis bekal dari kost
Selesai mengganjal perut pakai mie rasa emesge, siaplah saya untuk muterin Manila. Saya akan ke Rizal Park tempat monumen pahlawan nasional Filipina dan ke Intramuros yang merupakan kota tua di Manila. Rizza berpesan hati-hati jangan berpenampilan mencolok, jaga tas baik-baik, jangan banyak ngobrol dengan sembarang orang, jangan naik taksi, cukup naik jeppney atau jalan kaki. Kalau ketauan orang asing katanya bakal dipalak. "Just jeepney or walking, no taksi" kalimat ini diulang berkali-kali buat meyakinkan saya. Takut takut gimana gitu tapi pasrah Allah always with me.
Denger cerita dari para suhu traveller memang kisah scam di Filipina lumayan tinggi. Makanya agak deg-degan saat tiket confirmed. Berhubung penasaran berangkat juga dengan Bismillah. Sampai disana pun ga seseram yang saya bayangkan. Asal ga banyak ngomong pasti dikira orang sana. Secara fisik mirip ama orang Indonesia.
Pagi itu saya berangkat bareng Rizza ke Stasiun Buendia yang berjarak kurang lebih 500 meter dari penginapan. Berbekal selembar peta dan sesekali nanya orang di jalan karena Rizza tidak yakin akan letak stasiun yang tinggal lurus aja. Berhubung asli Filipina pastinya tidak ada kendala dalam menggunakan bahasa lokal. Enak banget serasa punya guide gratis. Namun sayang kami harus berpisah di stasiun karena beda tujuan. Saya ke arah Taft Avenue dan Rizza ke sebaliknya.
Sampai Taft Avenue saya lanjut naik LRT 1 Yellow Line ke United Nation Station. Antrian panjang ke LRT lumayan membuat geleng-geleng karena harus melewati security bersenjata lengkap dan diperiksa satu per satu. Di Manila apapun dijaga security yang membawa senjata laras panjang, entah polisi atau security bahkan di toko atau di gerai fastfood.
Antrian ke LRT mengular sepanjang lantai mall
Keluar dari stasiun banyak di sambut oleh pedagang kaki lima persis kya di Jakarta. Salah satunya adalah pisang goreng yang ditusuk lidi dan dilumuri gula. Kirain gemblong kya di Bogor. Warnanya sangat menggoda. Saya beli 1 tusuk yang berisi 2 potong pisang. Rasanya beneran double sweety, udah pisangnya manis dilumurin gula full sampe ke ujung lidinya. Mak nyiirrr... Bikin gigi ngilu ngilu manja. Orang Filipina suka yang manis manis kyanya, makanya gue laris manis juga disono.. #wuueekkk...
Tadinya ga ngerti nih gorengan apa ngebayanginnya gurih kya seafood atau ayam ternyata mmuuaannisss... Karena kepoto sekalian aja buka kenorakan, saya kalo keluyuran ga pernah bawa dompet, duit cukup diselipin ke tempat yang paling aman. Buat ongkos harian misahin secukupnya diplastik ziplock bekas bungkus kacang. Tuh dilipat lipet sampe dekil... Sering diketawain lho tapi ya woddoamat...
Rizal Park hanya selemparan kolor dari UN Station bisa ditempuh dengan jalan kaki. Saya sempat membaur saat melewati kerumunan orang banyak yang saya pikir orang jualan atau travel fair dan sejenisnya tapi setelah diperhatiin kok sepertinya tempat maen judi atau apalah, banyak undian-undian, tapi ga ngerti juga sih bahasanya tagalog semua. Hiiyy takut..!! Balik badan seketika.
Rizal Park yang juga dikenal sebagai Luneta Park adalah sebuah taman seluas 58 hektar yang dibangun untuk mengenang pahlawan nasional Filipina yaitu Jose Rizal. Di dalamnya terdapat monumen tempat Jose Rizal dieksekusi mati oleh Spanyol pada tahun 1896 saat Filipina masih dijajah oleh Spanyol. Hanya beberapa meter dari tempat eksekusi terdapat monumen dari perunggu dan batu granit setinggi kurang lebih 12 meter yang dijaga oleh polisi konon adalah tempat penyimpanan jenazah Jose Rizal. Di depannya terdapat marka kilometer nol, titik awal pengukuran semua jarak di Filipina. Selain monumen juga terdapat taman Jepang dan Korea, berhubung masuknya pakai acara bayar jadinya dilewatkan, mending ke tempat aslinya aja. Foto di depan rumah orang aja bagus-bagus, gratis, dan asli pastinya.
Joze Rizal National Monument
Tempat eksekusi Pak Jose, masuknya bayar 5 Peso ada guide yang menerangkan
Relief ilustrasi
Marka Titik Nol
Setelah keliling sebagian dari Rizal Park saya beranjak ke intramuros yang jaraknya kurang lebih 1 km lewat pedestrian yang rindang oleh pepohonan. Abang calessa (semacam delman) yang sedari saya datang memata-matai, sangat mengganggu kenyamanan. Inget pesan temen sekamar "be careful only walking or jeepney". Katanya suka malak ga kira-kira. Pasang muka jutek aja walaupun deg-degan setengah mati.
Intramuros adalah distrik tertua dan inti dari sejarah Manila. Kota ini merupakan bagian dari pusat pemerintahan Spanyol selama masa Kolonial Spanyol di Filipina. Mirip kota tua kalau di Jakarta. Begitu sampai di salah satu gerbangnya sebentar sebentar saya diikuti abang becak yang nawarin keliling dengan berbagai tarif. Kemanapun pergi nongol lagi nongol lagi tuh si abang. Katanya kalo terganggu suruh bilang gini "I'm not interest don't follow me!!". Eh beneran pergi. Sebenernya pengen keliling pakai becak berhubung dikintilin mulu jadi ilfil lebih tepatnya sih takut. Tapi bangunan highlight yang banyak diceritakan di google tampaknya banyak yang udah terjabanin seperti Palacio De Gobernador, Gereja San Agustin yang digadang sebagai gereja tertua di Manila, Manila Metropolitan Cathedral Basilica dan masih banyak lagi bagunan tua yang sampai sekarang masih difungsikan dengan baik.
Istana Gubenur
Manila Metropolitan Cathedral Basilica
Seamen's Hospital, pengen masuk pura-pura jadi pasien cuma pengen tau dalemnya doank tapi lihat securitynya jadi ciut, ga jadi.
Kampus Universitas, baca aja namanya
Puas keliling saya keluar area intramuros dari salah satu gerbang dan naik jeepney yang bertulisan TM Kalaw. Sebelumnya pernah lihat ada jeepney TM Kalaw lewat di tempat yang saya kira tempat judi. Tempat itu tidak jauh dari UN Station. Tak berapa lama jeepney sampai di tempat judi saya pun turun. Tiba-tiba saya melihat jeepney jurusan Buendia. Saya pikir pasti bakal lewat Stasiun Buendia, stasiun yang paling dekat dengan penginapan. Jadilah berubah haluan pengen pulang naik jeepney biar tau rute lain.
Ternyata pemirsa lha kok malah kemana-mana masuk perkampungan macet, belok sana belok sini dan ke daerah yang sama sekali ga saya kenal. Penumpang naik turun ganti-gantian entah berapa kali dari penuh, kosong, penuh lagi dan kosong lagi. Biarlah, saya tetap duduk cantik coba mau lihat sampai mana drama ini berakhir. Akhirnya sampailah di sebuah pasar tradisional lewat jalan-jalan sempit, semua penumpang turun dan pak sopir nanya ke saya pakai bahasa tagalog, mungkin artinya "Turun dimana?" Saya hanya bales dengan senyum manis lalu turun sambil pasang muka dipolos-polosin sok tau maksudnya biar ga kelihatan orang asing. Padahal dalam hati mewek Ya Allah ini dimanaa...??
Angkot Filipina
Saya minggir ke emperan toko di deket lampu merah. Di seberangnya ada mall mirip ramayana banyak baju diskonan diaduk-aduk di keranjang. Sekilas daerahnya mirip Pasar Baru Tangerang. Beruntung saya melihat segerombolan ibu-ibu berkerudung, tanpa pikir panjang saya deketin beliau dan nanya jalan pulang. Lalu saya dianter nyebrang perempatan dan ditungguin sampai naik jeepney. Katanya stasiun MRT ga seberapa jauh, tapi untuk ke Stasiun Buendia harus naik MRT melewati 3 stasiun lagi. Alhamdulillah saya telah kembali ke jalan yang benar.
Macetnye same aje kya di Jakarte
Lalu pulang ke penginapan untuk sholat dzuhur dijamak ashar, makan, istirahat dan dari pada tulisan ini kepanjangan nantikan cerita selanjutnya kapan-kapan disambung lagi...
Hi mba,
ReplyDeleteMaaf mau tanya, antrian lrt sepanjang itu perlu waktu berapa lama sampai dapat tiket? Kondisi di dalam lrt ke Intramuros seperti apa?
Kebetulan saya ada transit di manila dan pengen ke intramuros.
Waduh maafkan setelah 3 tahun lebih baru tau ada pertanyaan ini...
DeleteSemoga sehat selalu ya mbak hehehe...