Nov 20, 2018

Anak Kost Di Kapal Pesiar

Jam 22.00 waktu Tromso saya dan Amel pamit dari hotel. Smart Hotel Tromso. Setelah seharian titip koper dan numpang ngemper di lobby.

"Jam berapa kapal kalian?" tanya mbak resepsionis.
"Jam 01.30 mbak"
"Mending tunggu disini aja, jalan kesitu hanya 10 menit"
"Kata website jam 23.00 sudah bisa check in"
"Ya udah sejam lagi aja kalian kesana, diluar dingin"
"Gak apa-apa mbak kita nunggu disana aja"

Maklum takut telat. Takut proses check in nya lama. Mending menunggu di pelabuhan biar tenang. Suhu di luar minus 14 derajad. Tapi lumayan bersahabat tidak berangin dan tidak hujan salju. Salju sisa hujan seharian masih menumpuk di segala tempat. Menghalangi roda koper berputar sehingga semakin berat untuk digeret.

Sampai di pelabuhan, petunjuknya mengarahkan ke tempat terbuka di pinggir pantai. Tidak ada ruang tunggu maupun kantor. Tidak ada bangunan apapun hanya pelataran dibeton. Tidak ada pula kapal yang bersandar. "Lha trus ruang tunggunya dimana? Mosok kapal pesiar gak punya ruang tunggu, kalah dengan kapal roro di Merak" Tanya kemana ya? Entahlah tidak ada orang. Sepiiii...

Ditengah kebingungan, tiba-tiba angin datang disertai butiran salju turun dari langit. Semakin lama semakin lebat dan menghalangi jarak pandang. Dinginnya menusuk tulang. Badan membeku, menggigil, hidung meler dan pusing. Coba ya tadi dengarkan saran mbak resepsionis pasti tak akan jadi gembel begini. Pertama naik kapal pesiar pakai drama keleleran bok.

Amel sebelumnya pernah pelesiran dengan orang tuanya dari Singapura ke Thailand naik kapal pesiar. Menurutnya tidak ada acara membingungkan. Seperti biasa masuk ke pelabuhan, check in, menunggu di lounge mewah lalu naik ke kapal. Ya seperti difilm-film gitu deh.

Hujan salju semakin lebat. Bergumpal-gumpal. Nyelip diantara lipatan jaket, syal dan cupluk. Ajegile maaaakkk dinginnyaaaa...!! Satu-satunya tempat yang bisa dipakai berteduh hanya teras Hotel Scandic. Tidak jauh dari pelabuhan. Kami berteduh disana ternyata tetap tidak bisa melawan angin salju yang berhembus dari segala arah. Berlindung di balik tembok tetap dikejar salju. Tangan dan muka perih semua. Sadis.

Kami masuk ke lorong antara pintu masuk dan pintu lobby hotel. Lumayan bisa berlindung dari angin walaupun tidak terlalu hangat. Koper ditinggal di luar. Percaya tidak akan diambil orang. Norwegia negara aman negara kaya mana mau koper butut begitu.

Amel mencoba bertanya ke resepsionis, memastikan tempat untuk menunggu kapal. Jangan-jangan kami salah. Jangan-jangan kapalnya batal berangkat. Kenapa sudah sejam lewat belum juga ada penampakan. Kata mas resepsionis memang benar tempat tunggunya di depan Hotel Scandic. Tunggu saja kapalnya belum datang. Biasanya sudah datang tapi tampaknya telat.

Beberapa kali saya mengecek ke pinggir pantai belum juga ada penampakan. Hujan salju masih belum berhenti. Sekitar jam 00.30 barulah terlihat ada kapal besar menepi. Lampunya gemerlapan bagaikan gedung tinggi mengambang tengah laut. Semakin mendekat ke pelabuhan terbaca tulisan di bawahnya HURTIGRUTEN - MS Vesteralen. Ya, itulah kapal yang kami tunggu-tunggu, yang membuat kami bermandikan salju ditengah malam.

Hurtigruten adalah perusahaan kapal pesiar Norwegia yang melayani rute pantai barat dan utara Norwegia antara Bergen sampai kota yang berbatasan dengan Rusia yaitu Kirkenes. Lama perjalanan 12 hari pulang pergi. Kami tidak mengambil penuh rute ini hanya dari Tromso ke Svolvaer dengan lama perjalanan 17 jam. Selain di Norwegia, Hurtigruten juga mengoperasikan kapal pesiar di area lain seperti Greenland, Kanada, Amerika Selatan, Islandia, Svalbard dan Antartika.

Kapal semakin menepi hujan salju semakin lebat. Antrian penumpang mulai berderet tak mempedulikan serbuk es mulai menutupi Kota Tromso. Sering kali harus menggerakkan badan melawan dingin dan mengibaskan es yang menumpuk di badan.

Pintu di lambung kapal mulai dibuka. Setelah mendahulukan penumpang yang turun kami dipersilahkan naik ke kapal lalu antri check in di dalam. Amel menyodorkan tiket ditukar dengan kunci kamar mirip atm bertulisan nama kami dan kota tujuan. Kamar berada di lantai 4 nomer 428 di ujung lumayan jauh. Semua lantai dilapisi karpet seperti hotel berbintang.

Banyak fasilitas di kapal ini seperti sauna, lounge, tempat pertunjukan, souvenir shop, cafe dan restoran. Tidak ada yang ingin saya lakukan malam itu selain tidur dan tidur. Tak lupa mengaktifkan radio supaya terdengar pengumuman jika tiba-tiba muncul Aurora Borealis. Walaupun rasanya mustahil karena cuaca tidak cerah. Tapi ya siapa tau terjadi keajaiban. Sensasi naik kapal pesiar di daerah kutub saat musim dingin salah satunya melihat Aurora di malam hari. Orang bule menyebutnya Northen of Lights.

Pagi hari saya terbangun 30 menit sebelum alarm subuh berbunyi. Mata langsung kinclong biarpun baru tidur 2 jam. Masih merasakan efek jetlag. Selama di Scandinavia mata saya tetap terbiasa dengan jam di Indonesia. Masih sore sudah ngantuk, dini hari kinclong mencorong. Sedangkan Amel sudah terbiasa karena beberapa bulan terakhir sering berada di Eropa. Pagi itu masih pulas di dalam selimutnya tidak terusik dengan suara grusak grusuk saya yang sedang siap-siap sholat subuh.

Selesai subuh saya merebus air membuat minuman jahe dan mengisi termosnya Amel. Lalu masak ala anak kost, bihun rebus bekal dari Indonesia yang baunya bisa membangunkan Amel. Sisa air panas dipakai Amel untuk menyeduh bubur instant. Biarpun dapat jatah breakfast di restoran tapi bekal makanan tetap harus dimasak. Selain buat ganjel juga agar mengurangi bawaan. Sekalian untuk makan siang saya memasak nasi liwet dengan bahan seadanya, dicampur teri dan bawang putih ditambah sedikit garam. Lauk masih punya abon dan kering kentang, nanti bisa cari tambahan saat breakfast di restoran kata Amel bisa dibungkus. Perut Indonesia kalau belum makan nasi artinya belum makan.

Lihat Sunrise sebelum breakfast, dikira pakai jaket seadanya cukup ternyata harus didouble.

Breakfast menyediakan beragam menu. Kebarat-baratan semua tentunya dan tidak ada nasi. Saya mengambil jus buah, croisant, sereal, telur rebus, salad sayur dan sarden bermacam-macam ikan. Rasanya mirip sarden kalengan tapi lebih enak. Anak kost sudah menyiapkan tupperware buat ngebungkus. Tapi noleh ke kanan-kiri kok gak enak, gak jadi deh hahaha... Tapi pelan-pelan bisa mengantongi 3 telur rebus dan jeruk. Selagi perut masih muat dicoba semua sampai sekenyang-kenyangnya.

View sepanjang jalan "Gunung Digulain".
 
Penumpangnya oppa oppa dan omma omma semua, jarang ada brondong.

Selesai breakfast keliling melihat isi kapal. Kapal MS Verteralen diluncurkan tahun 1983 dengan panjang 108 meter, bisa mengangkut 510 penumpang. Kapal milik Hurtigruten memang tidak terlalu besar dibanding dengan kapal yang saya naiki setelahnya, dari Stockholm ke Estonia dan dari Estonia ke Helsinki yaitu Tallink-Silja Line. Nanti ya di cerita berikutnya. Fasilitas di dalamnya juga tidak selengkap Tallink Silja karena lebih mengutamakan view di luar daripada kegiatan di dalam kapal. Pertunjukan utama di Hurtigruten adalah menikmati pemandangan alam dari balik kaca yaitu fjord adalah semacam teluk yang berasal dari lelehan gletser, gunung es dan rumah berwarna-warni khas Scandinavia. Perjalanan ini bahkan disebut-sebut sebagai "The World's Most Beautiful Sea Voyage".

Kapal ini akan berhenti di beberapa tempat. Salah satunya adalah di Storkmarknes kota kecil yang berselimut salju seperti di negeri dongeng. Penumpang diberi waktu 1 jam untuk mengunjungi Museum Hurtigruten. Di sini, Kapten Richard With mendirikan Perusahaan Hurtigruten pada tahun 1893 dan kapal pertama disebut MS Vesteralen, di mana saat ini kami berlayar pada generasi ke-4. Selain museum juga dapat mengunjungi kapal MS Finnmarken yang dibangun pada tahun 1956.

Keluar masuk kapal wajib menunjukkan kartu dan discan oleh petugas. Selanjutkan kami banyak menghabiskan waktu di deck depan dengan view yang kurang lebih masih sama "Gunung Digulain". Disini waktu terasa sangat lambat. Mata dari mulai seger, ngantuk, kinclong, ngantuk lagi masih dengan pemandangan yang sama. Memang indah sekali, negeri dongeng berselimut salju yang selama ini hanya lihat di film sekarang bisa dinikmati sejauh mata memandang. Sampai sampai timbul rasa ingin segera turun. Tak tahan juga akhirnya tanya ke Amel yang sedang mengutak-atik hpnya.

"Mel lo jenuh gak sih?"
"Jenuh gw pengen cepetan turun"

Sudah ketebak. Saya dan Amel punya hobby yang hampir sama suka jalan serampangan kemana saja dan tidak betah diam di tempat. Diam di kapal seharian yang kemana-mana mentok berasa mati gaya sampai garing njengking. Beruntung sinyal masih okey hanya sesekali tersendat saat kapal menjauh ke tengah. Wifi disini bayar 50 NOK 12 jam, daripada bengong ya terpaksa beli. Kebayanglah gimana jika ikut paket one-way 6 hari atau round-trip 12 hari. Ikut yang 17 jam aja berasa laaama sekali. Alhamdulillah sudah lebih dari puas...

2 comments:

  1. Lha endog sing mbok kasak'i wes dipangan opo lali cik?

    ReplyDelete

Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.