Hari minggu tanggal 9 saya seharusnya dinas pagi tapi tukar ke siang karena ikut event Fun Run di Cikerai. Berangkat naik gocar jam 06.00 dengan Cita dan Christine lalu ketemuan dengan Kang Maman dan keluarga Kak Ainun di TKP. Acara dimulai sekitar pukul 08.00 peserta laki-laki dipersilahkan lari duluan disusul peserta perempuan. Mayoritas bocah cilik SD dan SMP karena hanya berjarak 3 km dan gratis. Start dari Waras Farm dan finish di Villa Ternak.
Selesai acara kami keliling Villa Ternak. Buat orang kota mungkin pengalaman yang beda bisa melihat kambing langsung di kandangnya. Apalagi anak-anak. Sedangkan orang desa seperti saya ya biasa banget mending pulang kampung kandangnya lebih besar dan kambingnya lebih banyak. Hampir setiap rumah punya. Mau bantu cari rumput, kasih makan atau minum pasti dipersilahkan dengan senang hati. Gratis pula tidak ada cerita tiket masuk. Sepuasnya mau tidur bareng kambing juga boleh. Bebas.
Jam 10.00 saatnya pulang cari gocar tidak ada. Jadinya hike hitching ke mobil orang dan diperbolehkan nebeng sampai JLS lalu pesan gocar yang banyak bertebaran.
Setelah istirahat mandi dan sholat dzuhur saya berangkat kerja jam 13.45. Dines bersama Christine dan Boss. Jam 16.00 sekalian keliling ruang perawatan saya bersama Christine nengok ibu kos yang sedang dirawat di Wijaya Kusuma kamar 7-1. Ibu terbaring lemas dengan selang oksigen menempel di hidung. Nafasnya tersengal sesak tampak berat sekali saat diajak ngomong. Tapi tetap berusaha menyambut saya dengan senyum ramahnya. Senyum khas ibu yang membuat matanya terlihat semakin sipit. Ibu memang jarang cemberut. Selama ngekos saya tidak pernah melihat ibu marah.
"Ibu kok belum pulang-pulang di rumah sepi" candaan saya seperti biasa saat ibu masuk rumah sakit. Dengan nafas tersengal ibu hanya menjawab lirih.
"Iyaaa..."
"Ibu sekarang yang dirasain apa?"
"Pengen pulang..."
"Iyaaa..."
"Ibu sekarang yang dirasain apa?"
"Pengen pulang..."
Tiga hari sebelumnya sempat dirawat di ICU. Sudah pindah ke perawatan biasa berarti telah membaik. Biasanya tak berapa lama diperbolehkan pulang dan semua pun berharap demikian. A Ridho dan kakaknya keluar kamar memberi kesempatan saya agar lebih nyaman bersama ibu. Tapi kondisi ibu tidak memungkinkan diajak ngobrol berlama-lama. Nafasnya sangat berat. Saya hanya memegang tangannya sambil lihat-lihatan dan melempar senyum. Wajah ibu tampak bersih. Tempat tidurnya ditinggikan menjadi setengah duduk. Tidak biasanya ibu selemas ini. Semoga 3 atau 4 hari lagi pemulihan ibu sehat kembali.
"Mau ambil darah ibu?" tanya ibu melihat formulir tes laboratorium yang saya pegang.
"Gak bu, ini buat pasien kamar sebelah"
"Ohh..."
"Ya sudah ibu jangan banyak ngobrol, ibu harus banyak istirahat biar cepat sembuh"
"Iyaa..."
"Saya ke sebelah dulu ya, ibu cepat pulang pokoknya kita tunggu di rumah"
"Makasih yaa..." jawab ibu dengan senyum yang tak pernah lepas.
"Gak bu, ini buat pasien kamar sebelah"
"Ohh..."
"Ya sudah ibu jangan banyak ngobrol, ibu harus banyak istirahat biar cepat sembuh"
"Iyaa..."
"Saya ke sebelah dulu ya, ibu cepat pulang pokoknya kita tunggu di rumah"
"Makasih yaa..." jawab ibu dengan senyum yang tak pernah lepas.
Saya melanjutkan tugas negara menyedot darah pasien di kamar yang lain dan membawa ke tempat saya sehari-hari berkutat di rumah sakit.
Keesokan harinya saya kembali dinas pagi. Pulang dinas jam 14.15 bertemu dengan Saddam anak terakhir ibu sedang duduk di teras. Pintu samping terbuka lebar tidak seperti biasanya. Terasa ada yang beda tapi susah dijelaskan.
"Ibu sudah pulang?"
"Belum..." jawab Saddam.
"Belum..." jawab Saddam.
Saya masuk ke kamar berbaring di kasur kesayangan di kosan Bu Haji Pur. Ibu bernama Alinah tapi biasa dipanggil Bu Haji Pur oleh tetangga sekitar. Baju kotor telah menumpuk tapi masih enggan untuk merendamnya. Nanti saja setelah sholat ashar. Saya sempat tertidur 30 menit dan terbangun saat adzan berkumandang.
Selesai sholat saya melanjutkan niat merendam baju lalu membuat pudding mangga nutrijel dan nasi goreng untuk buka puasa. Saya sedang puasa hari senin. Saat meletakkan HP diatas kulkas mata kiri tiba-tiba kedutan. Kalau kata orang kedutan di mata tandanya mau nangis. Halah mitos nangis apaan. Lupakan. Lalu sibuk menyiapkan menu berbuka.
Di kulkas tidak ada sayuran. Hanya ada teri, bakso dan telur puyuh. Paling praktis ya bikin nasi goreng karena bosan masakan warung. Besok pagi rencana saya jogging sambil lewat membeli sayur di tempat nenek langganan.
Tengah menumis bumbu nasi goreng tiba-tiba A Ridho masuk lewat pintu samping dengan terburu-buru dan hidungnya meler seperti sedang pilek sambil ngobrol di telpon. Ada ibu-ibu saudaranya yang mengikuti di belakangnya. Saya tidak memakai kerudung. Saya matikan kompor dan lari ke kamar mengambil kerudung. A Ridho mengejar saya berdiri di depan kamar kosong seberang kamar Cita.
"Mbak Cita" panggilnya dikira saya Cita.
"Cita ga ada lagi pulang" teriak saya dari balik pintu karena kerudung belum terpakai sempurna.
"Mbak maafin mama ya, MAMA UDAH GAK ADA" kata A Ridho dengan suara terisak.
"Cita ga ada lagi pulang" teriak saya dari balik pintu karena kerudung belum terpakai sempurna.
"Mbak maafin mama ya, MAMA UDAH GAK ADA" kata A Ridho dengan suara terisak.
Innalillahi wa innaillaili rajiun... Seketika kaki lemas bingung dan lupa apa yang akan saya lakukan. Wajah ibu saat bertemu kurang dari 24 jam yang lalu melintas dipelupuk mata. Masih salaman masih ngobrol masih tersenyum. Ya Allah... Benarkah sekarang sudah tidak ada?
Saya mengabari Cita dan Yuni di whatsapp. Yuni kebetulan sedang menuju ke kosan. A Ridho kembali ke rumah sakit. Saya dan Yuni menyusul ke rumah sakit ke Wijaya Kusuma kamar 7-1. Kemarin di kamar ini ibu masih tersenyum. Mata sipitnya masih terbuka. Tidur meninggi setengah duduk kakinya di dalam selimut. Sekarang ibu tertidur dengan posisi lurus ditutup kain jarik bukan selimut rumah sakit. Di balik kain jarik wajah ibu sangat pucat. Matanya menutup seperti tertidur pulas. Entah mata saya yang salah atau terlalu berharap, seolah perut ibu masih bergerak naik turun. Ibu seperti masih bernafas.
"Ibu kemaren saya bilang ibu cepat pulang maksudnya pulang ke rumah bukan pulang kesana..." Memang Allah lebih sayang ke ibu. Agar tidak merasakan sakit lagi. Tidak bolak balik ke rumah sakit untuk cek gula darah. Tidak perlu minum obat lagi. Insya Allah ibu diberikan tempat terbaik di sisi Allah karena sehari-harinya sholat, ngaji dan dzikirnya rajin sekali. Insya Allah husnul khatimah.
Malam itu juga ibu dibawa ke Jakarta untuk dimakamkan disana. Hanya singgah 1 jam ke rumah berpamitan dan didoakan tetangga sekitar. Setelah kepergian ibu kosan ini sepinya beda. Memang sering kosong ditinggal ke Jakarta atau kemana tapi kali ini beda. Ada keistimewaan di rumah ini yang tiba-tiba menghilang.
Malam itu di kosan hanya bertiga dengan Yuni dan Heni tidur di kamar masing-masing. Kami semua sulit memejamkan mata. Terbayang wajah ibu dan senyum ramahnya yang khas sekali. Dimanapun bertemu selalu tersenyum. Tapi senyum itu tidak akan ada lagi. Langkah ibu yang menyeret sandal tidak akan terdengar lagi. Batuk ibu dari dalam kamar tidak akan terdengar lagi. Dengkuran ibu saat saya lewat di pintu samping juga tidak terdengar lagi. Tidak ada lagi yang memanggil Cita memberitahu ada paket. Ibu telah kembali ke pangkuan-Nya. Alam yang beda. Semua pada akhirnya juga akan kesana. Selamat Jalan Ibu. Kebaikan ibu akan selalu terkenang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiinn. We gonna miss you Ibu.
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.