Jalan-jalan sendirian memang terdengar aneh. Memang tidak punya teman sama sekali? Tidak takut tersesat, diculik, dijahatin dan seabreg pertanyaan lainnya. Walaupun judulnya jalan-jalan sendiri tapi di perjalanan atau sampai di tempat tujuan pasti tidak akan sendiri. Banyak sekali teman. Malah kalau sudah merasakan sekali ada perasaan menyesal, hari gini baru solotravelling kemaren kemana aja?
Saya pernah membuktikan. Suatu hari dari Langkawi (Malaysia) hendak ke Satun, Hatyai lalu ke Krabi (Thailand). Dua hari sebelumnya saat baru tiba di Langkawi, ada bapak sopir taksi yang baik hati membantu saya membeli tiket ferry Langkawi - Satun. Beliau mencarikan sampai ketemu, sampai rela muter bolak balik di Jetty Point memastikan jadwal ferry agar saya bisa memperkirakan waktu sebelumnya.
Dua hari kemudian sambil menunggu imigrasi di Jetty Point saya duduk bersebelahan dengan turis Amerika. Kami bercerita tujuan masing-masing. Beliau bersama suaminya hendak ke Trang sedangkan saya ke Krabi lewat Hatyai. Saya belum tau dari Satun ke Hatyai naik apa, rencana sambil jalan sambil tanya. Ternyata dikasih tau beliau kalau ke Krabi tidak usah lewat Hatyai. Katanya jelek tidak ada apa-apa, mending lewat Trang. Bisa naik bus atau van. Oh baiklah suhu. Terimakasih.
Di pintu keluar imigrasi Satun, banyak sekali travel yang menjual tiket ke berbagai tempat di Thailand Selatan dari mulai Trang, Koh Lanta, Krabi, Koh Phi Phi, Phuket, Hatyai, Koh Samui dan masih banyak lagi. Saya asal beli tiket van ke Krabi pada ibu berkerudung seharga 600 THB. Rupanya tidak banyak yang beli ke ibu itu tapi ke travel sebelah yang teriakannya lebih kenceng. Sempat khawatir salah beli. Ternyata tidak, beli dimanapun harganya sama dan akan dikumpulkan untuk berangkat bersama.
Hanya menunggu 15 menit saya diantar oleh ibu penjual tiket ke mobil van berkapasitas 18 orang. Saat itu hanya saya dan sopirnya yang berkulit cokolate. Semua bule Eropa berkulit putih kemerahan dan berambut pirang. Untung pakai kerudung jadi tidak kelihatan rambut hitam saya. Ada dari Norwegia, Finlandia, Jerman, Belgia, Belanda dan Denmark. Kami duduk diatur oleh sopirnya sesuai dengan tujuan masing-masing. Yang paling jauh di kursi belakang dan yang akan turun duluan di dekat pintu. Begitu juga dengan ransel, yang paling atas yang akan turun duluan. Salut dengan mereka tidak ada yang protes satu pun. Padahal ada yang separo kursinya kena tas ransel sehingga duduknya agak berdesakkan. Tidak masalah.
Setengah perjalanan menuju Trang (setelah 2.5 jam) mobil berhenti di pom bensin. Kami diberi waktu 30 menit untuk istirahat. Saya ditunjukkan oleh pak sopir warung makanan yang penjualnya ibu berkerudung “Muslim muslim halal...” Wuih Alhamdulillah...
Saya pernah membuktikan. Suatu hari dari Langkawi (Malaysia) hendak ke Satun, Hatyai lalu ke Krabi (Thailand). Dua hari sebelumnya saat baru tiba di Langkawi, ada bapak sopir taksi yang baik hati membantu saya membeli tiket ferry Langkawi - Satun. Beliau mencarikan sampai ketemu, sampai rela muter bolak balik di Jetty Point memastikan jadwal ferry agar saya bisa memperkirakan waktu sebelumnya.
Dua hari kemudian sambil menunggu imigrasi di Jetty Point saya duduk bersebelahan dengan turis Amerika. Kami bercerita tujuan masing-masing. Beliau bersama suaminya hendak ke Trang sedangkan saya ke Krabi lewat Hatyai. Saya belum tau dari Satun ke Hatyai naik apa, rencana sambil jalan sambil tanya. Ternyata dikasih tau beliau kalau ke Krabi tidak usah lewat Hatyai. Katanya jelek tidak ada apa-apa, mending lewat Trang. Bisa naik bus atau van. Oh baiklah suhu. Terimakasih.
Di pintu keluar imigrasi Satun, banyak sekali travel yang menjual tiket ke berbagai tempat di Thailand Selatan dari mulai Trang, Koh Lanta, Krabi, Koh Phi Phi, Phuket, Hatyai, Koh Samui dan masih banyak lagi. Saya asal beli tiket van ke Krabi pada ibu berkerudung seharga 600 THB. Rupanya tidak banyak yang beli ke ibu itu tapi ke travel sebelah yang teriakannya lebih kenceng. Sempat khawatir salah beli. Ternyata tidak, beli dimanapun harganya sama dan akan dikumpulkan untuk berangkat bersama.
Hanya menunggu 15 menit saya diantar oleh ibu penjual tiket ke mobil van berkapasitas 18 orang. Saat itu hanya saya dan sopirnya yang berkulit cokolate. Semua bule Eropa berkulit putih kemerahan dan berambut pirang. Untung pakai kerudung jadi tidak kelihatan rambut hitam saya. Ada dari Norwegia, Finlandia, Jerman, Belgia, Belanda dan Denmark. Kami duduk diatur oleh sopirnya sesuai dengan tujuan masing-masing. Yang paling jauh di kursi belakang dan yang akan turun duluan di dekat pintu. Begitu juga dengan ransel, yang paling atas yang akan turun duluan. Salut dengan mereka tidak ada yang protes satu pun. Padahal ada yang separo kursinya kena tas ransel sehingga duduknya agak berdesakkan. Tidak masalah.
Setengah perjalanan menuju Trang (setelah 2.5 jam) mobil berhenti di pom bensin. Kami diberi waktu 30 menit untuk istirahat. Saya ditunjukkan oleh pak sopir warung makanan yang penjualnya ibu berkerudung “Muslim muslim halal...” Wuih Alhamdulillah...
Inilah van kami. |
Dari Satun, Trang sampai Krabi banyak orang muslim jadi tidak susah mencari makanan halal. |
Tepat 30 menit kami semua kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Satu setengah jam kemudian mobil berhenti di depan stasiun Trang. Rupanya disini kami dipisah-pisah. Tujuan Koh Lanta dipindahkan ke mobil yang lain. Saya dan penumpang tujuan Krabi dan Phuket juga dipindahkan. Entahlah sisanya kemana. Di mobil yang baru bertemu lagi dengan teman baru. Salah satunya adalah mbak-mbak dari Australia yang bisa bahasa Thailand jadi bisa menerjemahkan dialog antara kami dengan sopir van. Saya dikira dari Malaysia, setelah tau dari Indonesia beliau merespon dengan baik karena pernah ke Bali.
Sampai di Krabi sopir van menawarkan, “Mau turun di Krabi Town dan naik songthew sendiri atau nyewa van lagi dengan menambah 100 THB?” Tentunya setelah 7 jam perjalanan kami sepakat menambah 100 THB diantar sampai penginapan. Pak sopir tanya ke semua penumpang "Where do you stay?" Ao Nang Villa, Ao Nang Resort, Beach Resort Suit Suit, Grand grand apalah... Dari namanya terlihat tempat berbintang semua. Giliran saya, Ao Nang Backpacker... Mak jleb!!! Tuiiingg.... Valing qere bok.
Saya orang kedua yang diturunkan oleh pak sopir setelah mbak Australia, tepat di depan hostel. Saya bertemu dengan teman baru di kamar female dorm 6 orang dengan harga 300 THB semalam (Rp 117.000). Sekamar dengan turis dari Finlandia 2, Belgia 1, Hawai 1 dan 1 lagi kalau tidak salah dari Denmark. Lagi-lagi kulit dan rambut saya beda sendiri. Alhamdulilah baik-baiiik semua. Mbak Belgia menawarkan jalan bareng besoknya, mbak Hawai ngajak cari makan bareng dan semua mengijinkan saya untuk sholat di kamar.
Sore hari saya jalan-jalan ke pantai Ao Nang, dalam keadaan masih galau antara ikut mbak Belgia, tour James Bond atau ke Phi Phi Island. Sebenarnya lebih tertarik ke Phi Phi tapi berat rasanya berpisah dengan teman sekamar yang baik-baik itu. Selesai sholat maghrib saya duduk di masjid menunggu isya sambil berdoa memohon pada Allah agar ditunjukkan kemana harus melangkah. Anak-anak kecil yang sedang belajar mengaji memberikan salam akrab seperti kedatangan teman baru. Semakin memberatkan langkah saya untuk pergi dari Ao Nang. Tak terasa air mata meleleh, lebay sih tapi disitu saya merasa sedih.
Mbak Belgia mengajak rock climb, saya kurang tertarik karena takut ketinggian. Ikut tour James Bond rasanya masih trauma mabuk laut saat ke Anak Krakatau. Jadi yang sangat mungkin ke Phi Phi Island. Tiket ferry ke Phi Phi rata-rata 450 THB one way, banyak dijual di travel yang bertebaran di sepanjang pantai Ao Nang. Tapi alhamdulillah saya menemukan satu travel yang menjual 300 THB dijemput di penginapan.
Besoknya tepat jam 12 siang setelah cek out saya dijemput oleh mobil van bersama dengan 3 teman sepenginapan tapi beda kamar. Di dalam van sudah ada beberapa turis dari penginapan lain. Kami diantar ke pelabuhan tempat ferry jurusan ke Phi Phi. Masih sedih teringat segala suasana hangat selama di Ao Nang. Semoga di Phi Phi akan bertemu dengan teman yang baik lagi.
Setelah 1.5 jam mengarungi lautan, ferry merapat di pelabuhan Phi Phi. Begitu turun disambut oleh porter dan travel-travel yang menawarkan penginapan maupun paket tour. Saya bingung karena belum memegang peta. Beberapa tempat yang bertuliskan Information Center tidak mau membantu karena saya menolak menginap di hotel yang mereka tawarkan. Saya mencoba melangkah menyusuri lorong-lorong seperti pasar sambil bertanya dimana letak penginapan yang sudah saya booking. Hasilnya nihil.
Pundak saya mulai pegel kelamaan menggendong ransel. Saya pun pasrah dan akan menginap dimana saja. Saya coba menawar ke salah satu kamar dorm seharga 400 THB menjadi 300 THB. Kata pemiliknya kalau mau yang 300 THB akan diantar ke penginapannya yang satu lagi. Okey hanya buat selonjoran semalem yang murahan aja. Setelah melewati gang kecil dan belok belok akhirnya sampailah di penginapan yang bernama Lucky House. Dan ternyata penginapan inilah yang saya cari-cari sebelumnya. Lhadhalaah bikin tercengang, kok bisa sih nyasar ke tempat yang bener.
Penginapan itu memang punya review yang kurang bagus, tapi penasaran dengan stafnya yang katanya baik banget. Kalau tidak betah pengen pindah uangnya bisa dikembalikan. Saya diantar ke kamar dan ternyata benar adanya, seperti barak sekamar 20 orang campur cewek cowok, jarak antara bed hanya cukup dilewati sambil miring-miring. Sprei dan sarung bantalnya bersih tapi selimutnya agak bau, lantainya banyak pasir yang terbawa di kaki bule-bule yang abis dari pantai. Gubrakk... Sesuailah dengan harga.
Kalau diperhatikan sepertinya saya satu-satunya orang asia. Kebanyakan cowok berbadan gede dan berbulu. Hampir semuanya telanjang dada. Yang cewek hanya ber-6 termasuk saya. Semua bajunya hanya sepotong cukup untuk menutupi bagian yang terpenting. Biar sekamar rame-rame tapi semua cuek tidak saling mengganggu. Untungnya saya bisa menikmati segala suasana, malahan jadi membuka mata "Seganteng-gantengnya cowok bule pirang, I just wanna say no!" Cukup tau ajalah.
Setelah istirahat sejenak saya bermaksud melihat sunset ke view point. Muter kesana kemari mencari tangga menjulang yang katanya bikin nangis tidak ketemu. Petunjuknya tidak begitu jelas hanya nemu 2 kali itupun kecil-kecil. Tanya ke beberapa orang malah tersesat tembus ke pantai, ke penginapan orang dan akhirnya terdampar di warung makan halal. Sampai menjelang maghrib belum ketemu juga. Yo wes pindah haluan cari masjid. Ada petunjuk mosque tapi dicari tidak ketemu. Coba tanya ke salah satu orang eh malah diantar padahal lumayan jauh. Tampaknya tau ditunjukkin sampe dower juga tidak akan ketemu karena posisinya nyelip dipojokan dan tidak kelihatan seperti masjid. Alhamdulillah bertemu orang baik.
Selesai isya tiba-tiba ada mas-mas Pakistan menegur saya “Assalamu’alaikum, where are you from?" Sebut saja Mas X. Rupanya beliau merhatiin saya sejak maghrib, beliau adalah imamnya. Kami ngobrol sebentar lalu saya diantar ke restoran halal milik temannya untuk makan malam. Ternyata orang yang mengantarkan saya ke masjid sebelumnya. Lah... kok bisa? Biar disitu harganya mahal-mahal tapi okey lah sebagai rasa terima kasih.
Selesai makan saya dan Mas X jalan-jalan ke pantai, ngobrol sampai malem. Banyak yang lagi bermesraan tentunya kami tetap jaga jarak ya karena saya anak sholeha. Usut punya usut ternyata penginapan saya milik temannya. Dan orang yang punya penginapan seharga 400 THB juga temannya. Disitu tempat tinggal Mas X. Phi Phi sesempit daun kacang. Saat saya diantar pulang, pemilik penginapan keheranan dikira kami sudah saling kenal sebelumnya.
Saya tidur tidak nyenyak, suara pintu sebentar-sebentar bergeser dan juga bisik-bisik tiada habisnya. Entah apa yang dilakukan bule-bule itu. Saya berharap malam itu segera berlalu. Jam 04.00 kurang saya tidak bisa memejamkan mata lagi. Suasana sepi hanya terdengar suara mendengkur bersahut-sahutan. Pagi itu saya janjian dengan Mas X ke masjid, masih ada waktu 1 jam untuk sholat malam. Saat mau keluar, ternyata masih tersisa dua bule yang sedang maen film dewasa di depan kamar di sebuah kursi yang disediakan untuk bersantai. Saya tertahan di dalam menunggu mereka selesai. Astaqhfirullah….!! Kucing sepertinya lebih beradab.
Sampai di Masjid masih tersisa sedikit waktu untuk sholat malam sebelum adzan subuh berkumandang. Muadzin dan imamnya Mas X sendiri. Selesai sholat, dzikir dan ngaji, Mas X mengajak saya melihat sunrise ke view point. Tempat yang saya cari dari kemarin tidak ketemu. Alhamdulillah ada guide gratis.
Berlanjut trekking mengelilingi sebagian pulau Phi Phi. Lewat jalan setapak naik turun bukit, masuk ke kampung mirip kampung Baduy di Banten. Saya lebih excited kesini dari pada ikut tour james bond. Sudah kebayang paling begitu doank foto-fotonya di google juga seabreg. Kami berkeliling selama 4 jam sampai kakinya Mas X keseok-seok, alhamdulillah saya baik-baik saja.
Setelah mandi dan cek out saya tiduran di masjid menunggu sholat dzuhur. Lalu berpamitan dengan Mas X yang saat itu masih duduk berdzikir. Saya melanjutkan gelandangan ke Phuket naik ferry kedua jam 14.00. Saya pilih duduk di dalam ruang berAC bukan di atas seperti para bule kebanyakan. Sekejab saya tertidur, tiba-tiba terbangun karena mencium sesuatu seperti bau amis ikan busuk. Mak breenggg…. Setelah membuka mata rupanya di sebelah saya ada bapak-bapak gendut dari Perancis bersama pasangannya. Tiap kali bergerak mak breeng baunya. Hadeeuuhh… Bikin kepala pusing. Ada ya parfum aromanya ikan busuk. Untunglah tak berapa lama mereka pindah. Lega hidup saya.
Sampai di pelabuhan Phuket saya naik ojek ke Phuket town. Bosen tinggal di sekitar pantai kali ini akan menginap di tengah kota. Saya telah mengincar Win Backpacker Hostel seharga 200 THB semalam. Tempatnya cukup strategis dekat pangkalan bus, songthew ke segala arah dan fresh market yang ada makanan halal. Hanya saja tidak dekat masjid. Saya sekamar dengan cewek solo traveler dari Korea (Yoona) dan Swedia (Frida), dan cowok Argentina 2 orang, cowok Jerman 1 orang.
Malam itu saya bersama Frida dan Yoona jalan-jalan di sekitar Phuket Town, membeli buah ke pasar dan makan sea food di pinggir jalan. Saya tidak ikut makan karena ada menu pork. Saya hanya duduk menemani sambil makan buah dan telor rebus. Karena pelayannya susah berbahasa Inggris sehingga pesanan kami tidak sesuai semua. Seperti pesen nasi dikasih bubur. Jadi tidak mengenyangkan dan mencari tempat makan lagi. Ada salah satu cafe mewah yang di dalamnya banyak orang berkerudung. Tapi melihat tempatnya kami semua ragu takut mahal dan ternyata memang mahaal pemirsa tidak cucok untuk kantong backpacker. Ukuran orang Swedia aja mahal apalagi saya. “Oke I will come back tommorow” kata Frida. Sampai di luar “No... I don’t want to come back here “ Hahaha...
Kami kembali ke penginapan. Saya menyeduh bubur instan bekal dari Indonesia, mereka ikut mencicipi dan katanya enak. Kalau saya sih karena tidak ada makanan lagi jadi ya enak. Yoona suka dengan Indonesian food mie goreng with egg, karena masih menyimpan indomie maka saya bagikan satu-satu biar mengobati kerinduan mereka.
Saat saya sholat mereka diam melihat, lalu nanya-nanya pengen tau ini apa? Sajadah, Mukena. “Praying berapa kali?” “Sehari lima kali” “Haaahh…!! Banyak banget, I have no religion” hahahaa...
Jadwal biologis kami berbeda, saya jam 11 malem sudah teler sedangkan mereka masih pergi keluar entah kemana dan tidak tau pulang jam berapa. Pagi hari saya bangun mereka masih lelap. Saya keliling sendiri ke pasar bertemu ibu-ibu berkerudung yang semangat sekali menunjukkan tempat makanan halal. Padahal sudah duduk diatas bus jurusan Patong Beach tapi disuruh turun, katanya makanan halal di Patong susah dan mahal.
Di Patong Beach saya bertemu dengan pak cik dari Malaysia yang pada akhirnya ikut saya pulang ke Phuket Town. Jadi guide dadakan ceritanya. Alhamdulillah semuanya dibayarin dari ongkos bus, beli minum, jalan-jalan ke old town dan ke pasar. Sebelum perpisahan kami beli ayam goreng dan ketan lalu dimakan sambil duduk di pinggir jalan "Anggap aja kita duduk di cafe ya pak cik" hahaha....
Bersyukur sekali atas segala kemudahan yang Allah berikan. Rasanya bukan hanya kebetulan tapi Allah telah mengaturnya sedemikian rupa. Kembali juga pada niat, jika niat kita baik Insya Allah akan diberikan yang terbaik pula. Selain selalu bersama kita, Allah akan menghadirkan teman-teman baik yang tidak disangka-sangka. Jadi travelling sendirian siapa takut.
Perjalanan saya sebenarnya belum berakhir di Phuket masih berlanjut ke Bangkok dan bertemu dengan Simon (England) dan Summer (China) tapi nampaknya tulisan ini sudah kepanjangan jadi kapan-kapan dilanjut lagi ya... :)
Sampai di Krabi sopir van menawarkan, “Mau turun di Krabi Town dan naik songthew sendiri atau nyewa van lagi dengan menambah 100 THB?” Tentunya setelah 7 jam perjalanan kami sepakat menambah 100 THB diantar sampai penginapan. Pak sopir tanya ke semua penumpang "Where do you stay?" Ao Nang Villa, Ao Nang Resort, Beach Resort Suit Suit, Grand grand apalah... Dari namanya terlihat tempat berbintang semua. Giliran saya, Ao Nang Backpacker... Mak jleb!!! Tuiiingg.... Valing qere bok.
Saya orang kedua yang diturunkan oleh pak sopir setelah mbak Australia, tepat di depan hostel. Saya bertemu dengan teman baru di kamar female dorm 6 orang dengan harga 300 THB semalam (Rp 117.000). Sekamar dengan turis dari Finlandia 2, Belgia 1, Hawai 1 dan 1 lagi kalau tidak salah dari Denmark. Lagi-lagi kulit dan rambut saya beda sendiri. Alhamdulilah baik-baiiik semua. Mbak Belgia menawarkan jalan bareng besoknya, mbak Hawai ngajak cari makan bareng dan semua mengijinkan saya untuk sholat di kamar.
Sore hari saya jalan-jalan ke pantai Ao Nang, dalam keadaan masih galau antara ikut mbak Belgia, tour James Bond atau ke Phi Phi Island. Sebenarnya lebih tertarik ke Phi Phi tapi berat rasanya berpisah dengan teman sekamar yang baik-baik itu. Selesai sholat maghrib saya duduk di masjid menunggu isya sambil berdoa memohon pada Allah agar ditunjukkan kemana harus melangkah. Anak-anak kecil yang sedang belajar mengaji memberikan salam akrab seperti kedatangan teman baru. Semakin memberatkan langkah saya untuk pergi dari Ao Nang. Tak terasa air mata meleleh, lebay sih tapi disitu saya merasa sedih.
Mbak Belgia mengajak rock climb, saya kurang tertarik karena takut ketinggian. Ikut tour James Bond rasanya masih trauma mabuk laut saat ke Anak Krakatau. Jadi yang sangat mungkin ke Phi Phi Island. Tiket ferry ke Phi Phi rata-rata 450 THB one way, banyak dijual di travel yang bertebaran di sepanjang pantai Ao Nang. Tapi alhamdulillah saya menemukan satu travel yang menjual 300 THB dijemput di penginapan.
Selalu kangen dengan tempat ini |
Biar berantakan tapi kamar ini bersih dan tetap wangi, bed saya diatas yang selimutnya biru. |
Besoknya tepat jam 12 siang setelah cek out saya dijemput oleh mobil van bersama dengan 3 teman sepenginapan tapi beda kamar. Di dalam van sudah ada beberapa turis dari penginapan lain. Kami diantar ke pelabuhan tempat ferry jurusan ke Phi Phi. Masih sedih teringat segala suasana hangat selama di Ao Nang. Semoga di Phi Phi akan bertemu dengan teman yang baik lagi.
Ferry Ao Nang - Phi Phi |
Setelah 1.5 jam mengarungi lautan, ferry merapat di pelabuhan Phi Phi. Begitu turun disambut oleh porter dan travel-travel yang menawarkan penginapan maupun paket tour. Saya bingung karena belum memegang peta. Beberapa tempat yang bertuliskan Information Center tidak mau membantu karena saya menolak menginap di hotel yang mereka tawarkan. Saya mencoba melangkah menyusuri lorong-lorong seperti pasar sambil bertanya dimana letak penginapan yang sudah saya booking. Hasilnya nihil.
Pundak saya mulai pegel kelamaan menggendong ransel. Saya pun pasrah dan akan menginap dimana saja. Saya coba menawar ke salah satu kamar dorm seharga 400 THB menjadi 300 THB. Kata pemiliknya kalau mau yang 300 THB akan diantar ke penginapannya yang satu lagi. Okey hanya buat selonjoran semalem yang murahan aja. Setelah melewati gang kecil dan belok belok akhirnya sampailah di penginapan yang bernama Lucky House. Dan ternyata penginapan inilah yang saya cari-cari sebelumnya. Lhadhalaah bikin tercengang, kok bisa sih nyasar ke tempat yang bener.
Penginapan itu memang punya review yang kurang bagus, tapi penasaran dengan stafnya yang katanya baik banget. Kalau tidak betah pengen pindah uangnya bisa dikembalikan. Saya diantar ke kamar dan ternyata benar adanya, seperti barak sekamar 20 orang campur cewek cowok, jarak antara bed hanya cukup dilewati sambil miring-miring. Sprei dan sarung bantalnya bersih tapi selimutnya agak bau, lantainya banyak pasir yang terbawa di kaki bule-bule yang abis dari pantai. Gubrakk... Sesuailah dengan harga.
Kalau diperhatikan sepertinya saya satu-satunya orang asia. Kebanyakan cowok berbadan gede dan berbulu. Hampir semuanya telanjang dada. Yang cewek hanya ber-6 termasuk saya. Semua bajunya hanya sepotong cukup untuk menutupi bagian yang terpenting. Biar sekamar rame-rame tapi semua cuek tidak saling mengganggu. Untungnya saya bisa menikmati segala suasana, malahan jadi membuka mata "Seganteng-gantengnya cowok bule pirang, I just wanna say no!" Cukup tau ajalah.
Setelah istirahat sejenak saya bermaksud melihat sunset ke view point. Muter kesana kemari mencari tangga menjulang yang katanya bikin nangis tidak ketemu. Petunjuknya tidak begitu jelas hanya nemu 2 kali itupun kecil-kecil. Tanya ke beberapa orang malah tersesat tembus ke pantai, ke penginapan orang dan akhirnya terdampar di warung makan halal. Sampai menjelang maghrib belum ketemu juga. Yo wes pindah haluan cari masjid. Ada petunjuk mosque tapi dicari tidak ketemu. Coba tanya ke salah satu orang eh malah diantar padahal lumayan jauh. Tampaknya tau ditunjukkin sampe dower juga tidak akan ketemu karena posisinya nyelip dipojokan dan tidak kelihatan seperti masjid. Alhamdulillah bertemu orang baik.
Selesai isya tiba-tiba ada mas-mas Pakistan menegur saya “Assalamu’alaikum, where are you from?" Sebut saja Mas X. Rupanya beliau merhatiin saya sejak maghrib, beliau adalah imamnya. Kami ngobrol sebentar lalu saya diantar ke restoran halal milik temannya untuk makan malam. Ternyata orang yang mengantarkan saya ke masjid sebelumnya. Lah... kok bisa? Biar disitu harganya mahal-mahal tapi okey lah sebagai rasa terima kasih.
Selesai makan saya dan Mas X jalan-jalan ke pantai, ngobrol sampai malem. Banyak yang lagi bermesraan tentunya kami tetap jaga jarak ya karena saya anak sholeha. Usut punya usut ternyata penginapan saya milik temannya. Dan orang yang punya penginapan seharga 400 THB juga temannya. Disitu tempat tinggal Mas X. Phi Phi sesempit daun kacang. Saat saya diantar pulang, pemilik penginapan keheranan dikira kami sudah saling kenal sebelumnya.
Saya tidur tidak nyenyak, suara pintu sebentar-sebentar bergeser dan juga bisik-bisik tiada habisnya. Entah apa yang dilakukan bule-bule itu. Saya berharap malam itu segera berlalu. Jam 04.00 kurang saya tidak bisa memejamkan mata lagi. Suasana sepi hanya terdengar suara mendengkur bersahut-sahutan. Pagi itu saya janjian dengan Mas X ke masjid, masih ada waktu 1 jam untuk sholat malam. Saat mau keluar, ternyata masih tersisa dua bule yang sedang maen film dewasa di depan kamar di sebuah kursi yang disediakan untuk bersantai. Saya tertahan di dalam menunggu mereka selesai. Astaqhfirullah….!! Kucing sepertinya lebih beradab.
Sampai di Masjid masih tersisa sedikit waktu untuk sholat malam sebelum adzan subuh berkumandang. Muadzin dan imamnya Mas X sendiri. Selesai sholat, dzikir dan ngaji, Mas X mengajak saya melihat sunrise ke view point. Tempat yang saya cari dari kemarin tidak ketemu. Alhamdulillah ada guide gratis.
Biasa aja kok tempatnya sama aja kya di Indonesia melihat sesuatu dari ketinggian. Tapi disitu saya merasa senang. |
Berlanjut trekking mengelilingi sebagian pulau Phi Phi. Lewat jalan setapak naik turun bukit, masuk ke kampung mirip kampung Baduy di Banten. Saya lebih excited kesini dari pada ikut tour james bond. Sudah kebayang paling begitu doank foto-fotonya di google juga seabreg. Kami berkeliling selama 4 jam sampai kakinya Mas X keseok-seok, alhamdulillah saya baik-baik saja.
Gubuknya penduduk Phi Phi |
Lewat jalan setapak |
Trekking |
Long Beach, pantainya resort-resort mahal |
Maya Bay (tempat syuting film James Bond) tampak dari kejauhan |
Loh Dalam Beach |
Island Hopping |
Saya dan Mas X |
Setelah mandi dan cek out saya tiduran di masjid menunggu sholat dzuhur. Lalu berpamitan dengan Mas X yang saat itu masih duduk berdzikir. Saya melanjutkan gelandangan ke Phuket naik ferry kedua jam 14.00. Saya pilih duduk di dalam ruang berAC bukan di atas seperti para bule kebanyakan. Sekejab saya tertidur, tiba-tiba terbangun karena mencium sesuatu seperti bau amis ikan busuk. Mak breenggg…. Setelah membuka mata rupanya di sebelah saya ada bapak-bapak gendut dari Perancis bersama pasangannya. Tiap kali bergerak mak breeng baunya. Hadeeuuhh… Bikin kepala pusing. Ada ya parfum aromanya ikan busuk. Untunglah tak berapa lama mereka pindah. Lega hidup saya.
Sampai di pelabuhan Phuket saya naik ojek ke Phuket town. Bosen tinggal di sekitar pantai kali ini akan menginap di tengah kota. Saya telah mengincar Win Backpacker Hostel seharga 200 THB semalam. Tempatnya cukup strategis dekat pangkalan bus, songthew ke segala arah dan fresh market yang ada makanan halal. Hanya saja tidak dekat masjid. Saya sekamar dengan cewek solo traveler dari Korea (Yoona) dan Swedia (Frida), dan cowok Argentina 2 orang, cowok Jerman 1 orang.
Malam itu saya bersama Frida dan Yoona jalan-jalan di sekitar Phuket Town, membeli buah ke pasar dan makan sea food di pinggir jalan. Saya tidak ikut makan karena ada menu pork. Saya hanya duduk menemani sambil makan buah dan telor rebus. Karena pelayannya susah berbahasa Inggris sehingga pesanan kami tidak sesuai semua. Seperti pesen nasi dikasih bubur. Jadi tidak mengenyangkan dan mencari tempat makan lagi. Ada salah satu cafe mewah yang di dalamnya banyak orang berkerudung. Tapi melihat tempatnya kami semua ragu takut mahal dan ternyata memang mahaal pemirsa tidak cucok untuk kantong backpacker. Ukuran orang Swedia aja mahal apalagi saya. “Oke I will come back tommorow” kata Frida. Sampai di luar “No... I don’t want to come back here “ Hahaha...
Saya, Frida dan Yoona |
Kami kembali ke penginapan. Saya menyeduh bubur instan bekal dari Indonesia, mereka ikut mencicipi dan katanya enak. Kalau saya sih karena tidak ada makanan lagi jadi ya enak. Yoona suka dengan Indonesian food mie goreng with egg, karena masih menyimpan indomie maka saya bagikan satu-satu biar mengobati kerinduan mereka.
Saat saya sholat mereka diam melihat, lalu nanya-nanya pengen tau ini apa? Sajadah, Mukena. “Praying berapa kali?” “Sehari lima kali” “Haaahh…!! Banyak banget, I have no religion” hahahaa...
Jadwal biologis kami berbeda, saya jam 11 malem sudah teler sedangkan mereka masih pergi keluar entah kemana dan tidak tau pulang jam berapa. Pagi hari saya bangun mereka masih lelap. Saya keliling sendiri ke pasar bertemu ibu-ibu berkerudung yang semangat sekali menunjukkan tempat makanan halal. Padahal sudah duduk diatas bus jurusan Patong Beach tapi disuruh turun, katanya makanan halal di Patong susah dan mahal.
Di Patong Beach saya bertemu dengan pak cik dari Malaysia yang pada akhirnya ikut saya pulang ke Phuket Town. Jadi guide dadakan ceritanya. Alhamdulillah semuanya dibayarin dari ongkos bus, beli minum, jalan-jalan ke old town dan ke pasar. Sebelum perpisahan kami beli ayam goreng dan ketan lalu dimakan sambil duduk di pinggir jalan "Anggap aja kita duduk di cafe ya pak cik" hahaha....
Bersyukur sekali atas segala kemudahan yang Allah berikan. Rasanya bukan hanya kebetulan tapi Allah telah mengaturnya sedemikian rupa. Kembali juga pada niat, jika niat kita baik Insya Allah akan diberikan yang terbaik pula. Selain selalu bersama kita, Allah akan menghadirkan teman-teman baik yang tidak disangka-sangka. Jadi travelling sendirian siapa takut.
Perjalanan saya sebenarnya belum berakhir di Phuket masih berlanjut ke Bangkok dan bertemu dengan Simon (England) dan Summer (China) tapi nampaknya tulisan ini sudah kepanjangan jadi kapan-kapan dilanjut lagi ya... :)
kereeeen bangeeet..........................kpn2 gw temenin yaak.....,cik wen kamu kece bangeet hidupnya. ayoo ditulis lagi acara ngegelandangnya. dari jendela yang berbeda kita bisa melihat dunia dan lebih mengerti makna hidup dan kehidupan
ReplyDeleteAahh..dirimu sibuk aja bos, hayuklah sekali2 gelandangan bareng ke negeri orang...
Deletepadahal lagi seru baca tapi malah udahan , hehe
ReplyDelete