Diawal masuk kerja saya sangat merindukan bangku kuliah. Hanya sekedar masih pengen pegang bolpoint, tip-ex, pensil, penghapus, kangen diomelin dosen, kangen contek-contekan ama temen, kangen pusing ngerjain tugas dan kangen dengan seabreg dunia kampus. Ga perlu kampus terkenal, favorit atau bukan yang penting bisa jadi mahasiswa lagi dan merasakan pusingnya bikin skripsi. Kalau sudah lulus kepakai syukur ga pun ya ga masalah. Ilmu tidak hanya berguna untuk mengembangkan karir. Walaupun tidak dipungkiri harapannya semoga bisa mengubah karir setelah lulus nanti. Kebayang sih gimana kata orang kalau ternyata setelah lulus masih begini-begini saja. Tapi ya biarlah pasti suatu saat akan sangat berguna.
Salah satu alasan yang membuat semangat yaitu melihat foto ibu saya memakai toga. Saya bangga sekali dengan semangat beliau. Biar tinggal di kampung nyelip di antara sawah dan ladang berbukit-bukit, yang mana para tetangga sekitar masih jarang yang sekolah apalagi kuliah tapi ibu tidak terpengaruh. Beliau tetap menomorsatukan pendidikan buat dirinya sendiri dan terutama buat anak-anaknya. Termasuk saya tentunya.
Dulu masih kecil saya sering ditinggal ibu pergi kuliah, seminar, penataran dan kemana lah yang pasti saya hanya mengharapkan oleh-olehnya sewaktu pulang. Sesekali saya diminta membantu menuliskan tugas kuliahnya karena waktu beliau terbagi untuk memasak dan membereskan segala urusan di rumah. Maklum jaman dulu belum jaman komputer segalanya ditulis manual atau paling keren pakai mesin ketik. Begitulah sedikit cerita perjuangan ibu saya sampai akhirnya bisa lulus dan naik golongan di kantornya.
Saat sudah punya gaji sendiri dan belum punya tanggungan, saya merasa malu teringat begitu besar semangat ibu. Sambil bekerja dan membesarkan kami berenam masih juga menyempatkan kuliah lagi. Teringat juga pesan-pesan dari beliau "Kamu harus lebih baik dari ibu, biar wong ndeso tapi harus sekolah". Dari situ saya bertekad pengen kuliah lagi agar sedikit melaksanakan amanah beliau sekalian buat menyamakan ijazah dengan kakak-kakak saya. Saya sadar jika harus lebih baik dari ibu atau kakak-kakak mungkin terlalu berat karena hanya semangat pergi kuliahnya saja tapi kadang susah untuk konsentrasi belajar akibat suka ngantuk di kelas.
Saya mencari kampus yang mudah dijangkau dari kost yang mana kost saya dekat dengan tempat kerja. Agar suatu saat jika ada kuliah sore masih bisa dikejar setelah pulang kerja dan ongkosnya juga tidak terlalu mahal. Bersyukur masih ada kampus di pinggiran Jakarta yang bisa dijangkau dengan sekali naik bus dari Cilegon, disambung sekali naik angkot 5 menit. Saya mengambil jurusan seadanya yang penting nyambung dengan ijazah sebelumnya.
Bulan pertama masuk kuliah masih lancar mulus tanpa ada gangguan apapun hanya tabungan jadi terkuras semua untuk membayar cicilan. Bulan berikutnya tiba-tiba bos membuat jadwal kerja yang menyedihkan. Saya diberi jadwal full shift sehingga hampir tidak ada waktu buat kuliah. Padahal beliau sebelumnya sudah mengijinkan saya kuliah lagi. Selama setahun lebih saya diberi jadwal kerja nonshift yang liburnya sabtu dan minggu. Tiba-tiba kok ditukar posisi dengan teman saya. Maksudnya mungkin dirolling, tapi dirollingnya kok mendadak banget, seperti ada unsur disengaja. Banyak yang menolak masuk nonshift, saya yang jelas-jelas bersedia dan memang membutuhkan malah digeser. Yah begitulah kadang dunia suka berputar. Hanya Allah yang tau.
Seketika badan lemes kaki pun serasa tak bertulang. Ada apa gerangan apa salah saya? Memang tidak ada perjanjian hitam diatas putih. Hanya sekedar cerita bahwa saya mengambil kuliah sabtu dan minggu berharap beliau bisa pengertian. Saat itu tidak mempermasalahkan malah seperti ikut senang ada anak buahnya yang masih semangat untuk belajar lagi. Sayapun janji bahwa kerja tetap nomer satu anggaplah kuliah hanya main-main. Ternyata begitulah yang terjadi dikemudian hari entah apa alasannya. Seandainya tidak setuju seharusnya bilang dari awal sehingga saya bisa memikirkannya kembali. Kok ya pas setelah semua terlanjur dibayar.
Badan lunglai nyungsep di kasur sesekali mewek teringat pesan ibu. Ya Allah apa yang harus kulakukan. Sebenarnya ga apa-apa ga jadi kuliah tapi masalahnya sudah terlanjur bayar yang buat saya tidak sedikit dan pastinya tidak akan bisa kembali. Bapak, ibu, mbak dan mas mohon doanya...
Suatu hari seperti biasa saya berangkat kerja. Rasanya berat sekali. Kaki susah melangkah seperti diganduli beban sekwintal. Pikiran melayang jauh terbawa angin entah kemana. Wajah tak berdosa teman-teman seangkatan menatap penuh tanya dan iba karena mendengar sendiri percakapan saya dengan bos sebelumnya. Walau tau hal yang sebenarnya tapi tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya mendoakan yang terbaik.
Tiba-tiba bos nomer 1 datang. Entahlah apa yang terjadi. Saya melihat bos nomer 2 keluar dari toilet dengan muka merah, mata sembab seperti habis menangis dan marah besar seakan mau menelan saya mentah-mentah. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi diantara bos-bos itu. Tiba-tiba saya melihat jadwal dikembalikan seperti semula. Jeddeeeerrr....!! Apakah saya senang? Tidak. Disisi lain memang ada rasa senang, tapi dibalik itu justru lebih menyeramkan lagi. Bos nomer 2 marah besar dan otomatis beberapa senior pun ikut-ikutan marah apalagi saya masih dianggap 'yesterday afternoon child'. "Anak baru udah macem-macem!!". Beeughhh....
Dari hari ke hari rasanya seperti berada di antara bara api. Segalanya harus super hati-hati agar tidak sampai melepuh kesenggol bara. Harus menjauhkan bahan-bahan yang mudah terbakar agar api tidak menjalar kemana-mana. Hanya teman seangkatan dan beberapa senior yang masih mau menegur saya. Sedangkan bos nomer 2 beliaulah yang paling mual muntah melihat saya diikuti oleh anak buahnya yang punya sengatan sehebat kalajengking. Sempat terlintas untuk mencari kerjaan baru tapi berpikir kembali disini sudah diberi waktu hanya harus bener-bener tebal muka, telinga dan perasaan. Sedangkan di tempat baru belum tentu jadi semakin mudah. Akhirnya saya bertahan dengan apapun yang terjadi. What ever will be will be.
Lama-lama jadi gondok sendiri melihat tingkah polah beberapa senior lebih gondok dari pada digosipin pacaran sama artis. Tidak ada urusan apapun, cembetat cembetut setiap hari mendiamkan saya. Dih siapa lo. Okey saya juga bisa kalo cuma diem. Lagian buat apa orang begitu dijadikan teman. Kalau dipikir-pikir apakah semua salah saya? Yang ada juga semua masalah yang seharusnya mulus malah dibikin ribet sendiri. Tapi pada akhirnya saya berterima kasih atas sikap mereka. Karena dibenci setiap hari justru itulah yang menjadikan semangat untuk melawan penyakit malas. Kalau ga ada kejadian seperti ini hidup saya juga datar aja ga akan seperti pelangi. Lihat aja bisa tahan berapa lama. Saya tandain kalender sejak pertama gendang berbunyi (ga ada kerjaan banget), tapi emang ngeselin awas aja kalau nanti lulus sampai ngebahas traktir-traktir hihihi... kesel buanget gitu ceritanya. Ternyata tidak lebih dari dua bulan semua telah baik-baik saja. Capek sendiri kan?
Masalah saya selesai, masih ada satu teman yang sama-sama kuliah lagi tapi beliau tidak seberuntung saya. Kami sama-sama berangkat bersama, saya diberi kesempatan walaupun sambil gonjang ganjing hebat sedangkan beliau tidak sama sekali. Bisa dibayangkan gimana rasanya. Walaupun dipihak yang beruntung rasanya miris melihat teman bernasib kurang baik. Saya tidak bisa berbuat apapun. Menyinggung sedikit aja bisa meledak lagi apalagi mau ngebahas. Hanya permintaan maaf dan doa dari lubuk hati yang paling dalam semoga Allah memberikan yang terbaik buat beliau. Di satu sisi saya ingin membahagiakan orang tua tapi di sisi lain ga tega melihat nasib teman. Hanya bisa pasrah.
Seiring berjalannya waktu, kuliah saya kadang lancar kadang tersendat. Tersendat karena benturan dengan waktu kerja. Saya harus merelakan tidak lulus di satu mata kuliah dari pada harus bermasalah lagi di tempat kerja. Kebetulan mata kuliah yang itu dosennya bener-bener killer. Saya pun hanya ikut kuliah dua kali tau-tau ujian. Wajar kan. Untuk mata kuliah yang lain masih bisa dikejar sepulang kerja. Malem kerja pulang pagi lanjut berangkat kuliah sampai sore. Pulang kuliah istirahat di dalam bus sampai di kost kerja malem lagi. Begitu seterusnya sampai 3 hari. Hari berikutnya baru bisa balas dendam tidur. Tak jarang badan saya berontak sampai beberapa kali harus bobok di ruang perawatan rumah sakit. Kadang berpikir buat apa sih sampai badan bobrok begini? Lagi-lagi alasannya karena foto dan pesan ibu. Membayangkan wisuda bapak dan ibu datang dari kampung mendampingi saya, wahh... Semangat sekali. Nyontek kata-kata bijak dari novel "Sekiranya aku berhasil di dalam hidup, keberhasilanku adalah keberhasilan ibu".
Dua tahun berlalu setelah jungkir balik mengatur jadwal, bolak balik mendengkur di bus Cilegon - Jakarta, ngutang temen untuk beli leptop, ngurus ijin PKL, ijin penelitian dan mual muntah ujian skripsi, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang juga. Saya menelpon bapak dan ibu untuk menghadiri acara wisuda di kampus. "Bapak, Ibu ternyata anakmu bisa lulus hehehe...". Dari suaranya terdengar senang sekali. Dan tiada yang membuat saya bangga selain melihat mereka tersenyum.
Alhamdulillah akhirnya bisa mempersembahkan ijazah buat orang tua walaupun hanya dengan IPK yang pas-pasan. Hiks...!! Mewek bahagia. Jadi kuliah cuma pengen wisudanya? Hmmm... Iya juga sih...
Saya yang sangat bersyukur, bapak, ibu, kakak nomer 4, kakak ipar dan keponakan. |
Inilah semangat saya, wisuda ibu Tahun 1995 (kalau ga salah) di Universitas Terbuka Malang. |
Sekarang ijazah saya masih mangkrak hanya buat alas tidur dan benar saja sering kali saya mendengar celetukan dari lingkungan sekitar, "Lo kuliah juga ga berguna kan, lo kuliah lagi tapi gaji kita sama aja ngapain juga repot-repot". Ya memang betul banget. Tapi dangkal sekali hari gini masih punya pikiran begitu. Dari pada berdebat dengan orang seperti itu lebih baik saving energi, anjing menggonggong katiyem tetap berlalu. Yakin deh pasti jauh di lubuk hatinya sebenarnya pengen juga tapi tidak kesampaian. Kalau ga pengen kenapa juga anak-anaknya disuruh sekolah. Tapi lagi-lagi perkataan seperti itulah yang membuat semangat sampai akhirnya bisa menulis blog ini.
Buat teman-teman saya nun jauh disana yang masih menyelesaikan kuliah, tetap semangat dan tetap memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan. Tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat.
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.