Beragam cerita dari pahlawan devisa di Hongkong banyak menambah pengetahuan dan menjadi pelajaran buat saya. Mengingatkan untuk selalu bersyukur atas nikmat Sang Pencipta. Setiap orang punya jalan hidup masing-masing sesuai yang digariskan dan bagaimanapun semua sama di Mata Allah.
Bersyukur saya diberi kesempatan untuk melihat secuil dari dunia luas. Dengan lindungan-Nya saya bisa berangkat dan kembali pulang seperti sedia kala serta membawa sejuta kenangan yang tak terlupakan.
Sejak menjejakkan kaki di Hongkong aroma kental akan banyaknya pahlawan devisa mulai terasa. Kemanapun kaki melangkah pasti bertemu dengan sosok seseorang dengan bahasa yang tak asing lagi dan hampir semua mengira saya teman seperjuangannya.
Seperti saat di halte Tsim Sha Tsui, tiba-tiba ditanya oleh ibu-ibu...
"Mau ke Yuen Long ya dek?"
"Hmmm... Ga bu, mau ke Ngong Ping"
"Oh janjiannya disana?"
"Ga juga, saya sendiri aja"
"Lha temennya pada kemana?"
"Hmmm... Saya ga punya temen disini"
"Ooh masih baru ya?"
"Iya begitulah..."
Lalu ibu dan temannya pamitan ngajak salim cipika cipiki. Cipika cipiki disana agak beda yaitu 3 kali dimulai dari pipi kanan ke kiri lalu balik ke kanan lagi. Saya terbiasa hanya 2 kali ngerasa bingung trus pipi kanan sesi terakhir dianggurin aja. Barulah untuk seterusnya jadi ngikutin tiap kali kenalan dengan orang.
Ada lagi saat di Stasiun Mongkok, saya baru saja turun dari kereta tiba-tiba disamperin mbak-mbak yang gemetaran muka memerah sambil nunjukkin kertas kecil bertuliskan rute ke Macau dalam bahasa Inggris.
"Mbak badhe tanglet, nek badhe teng mriki numpak nopo?" (Mbak mau tanya, kalo mau kesini naik apa?)
"Mbak mo ngapain kesana?"
"Saya habis kontrak dari majikan yang sekarang, trus mo cari majikan baru suruh cari sendiri"
"Mbak naik kereta yang jalur oren, turun di Central, sampe Central pindah ke jalur biru, ayo tak tunjukin" jadi kepikiran bisa ga ya secara Stasiun Central gedenya sak holak. "Mbak disini udah berapa lama?"
"Setahun"
"Loh udah lama, emang kalo libur ga pernah keluar kok masih bingung?"
"Saya kan kerjanya jaga anak, jadi ga pernah libur setahun" waduh tega kali... pulang aja yuk mbak :(
Saat itu saya lagi menggeret koper mo pindahan ke Shenzhen, andai masih punya waktu di Hongkong rasanya pengen nganterin paling ga sampe naik ke ferry. Tapi mo gimana lagi, akhirnya hanya mendoakan semoga mbaknya diberi kemudahan, ketemu dengan orang yang bisa menolongnya.
Lalu saya melanjutkan niat untuk pindahan. Di Stasiun Kowloon Tong saya mencari lift atau eskalator ke lantai atas tempat kereta ke Lo Wu berada. Tapi ga nemu, jadilah adek harus angkat koper berat lewat tangga, selangkah demi selangkah bang yang penting nyampe. Tiba-tiba dari atas tampak mbak-mbak dengan tawa manisnya menyapa sambil setengah ngledek...
"Wooee... Kowe arep nyang ngendiii...?? Arep pindah majikan too...??"
**Aiih mimpi apa gw semalem...**
Lagi serius ngangkat berat jadinya ngebales cengar cengir doank. Beliau tampak menunggu sambil melihat saya yang jalannya kya keong. Usianya mungkin menjelang 30an, rambutnya diwarnai agak kecoklatan, bajunya keren, make up tebel, hidung bibir dan dagu tampak hasil operasi mirip mpok Atik (maaf) memang terlihat seperti itu. Gayanya pede banget jauh berbeda dengan mbak yang gemeteran sebelumya, tapi medok jawanya sama kental dan sama-sama bingung.
"Arep pindahan nyang ngendi?"
"Mau jalan-jalan aja, ke Shenzhen"
"Shenzhen iku ngendi?"
"Chino mbak"
"Ooo arep pindahan majikan ning Chino?"
"Ora jalan-jalan tok" haddeuuhh...
"Lah kok oleh jalan-jalan, gek pirang ndino?"
"3 hari"
"Ooo wenake iso libur telung dino, apik men majikane" haisshhh...
"Aku iki arep nyang Sha Tin goleki agen, aku arep pindah majikan"
"Kok ga dijemput?"
"Kudu goleki dewe, ngko dijemput ning stasiun. Nek nyang Sha Tin keretane sing ndi?"
"Kita searah, bareng aja mbak"
"Oh podo yo iso bareng"
"Nggih monggo"
Saya tarik koper ngikutin orang banyak menuju ke arah kereta Lo Wu sambil sesekali melirik peta dan petunjuk arah di dinding.
"Lha kowe ning kene jogo anak opo resik-resik omah?"
**Lhadhalah...!!!
Lagi konsentrasi nyari kereta, pertanyaan terakhir mbaknya hanya terpending di jidat. Ngakak dah jadi mengalihkan perhatian dari mikirin mbak yang gemeteran. Kelihatan gaul pede tapi susah dijelasin. Kebetulan kereta telah terparkir tanpa pikir panjang kami masuk ke salah satu gerbong dan mencari tempat duduk namun tiada sisa. Terpaksa berdiri berpegangan tiang.
"Keretane kok aneh yo tandane ora enek lampune, mbingungke, tapi bener to iki?"
"Bener mbak, lewat 2 stasiun mbak turun nanti tak tunjukin"
Berlanjut ngajakin cerita tentang pindahan majikannya. Lumayan jadi tau berbagai nasib orang diperantauan.
"Kowe numpak opo ko Indonesia"
"Malaysia Airlines"
"Oh nek Garuda larang yo"
"Iya pastinya langsung dari Jakarta ga pake transit"
"Iyo nek mondag mandeg aku yo wegah marai kesel"
"Kalo saya demi murah mbak gapapa transit dulu"
"Piro Jakarta Hongkong?"
"Sekianlah.. PP"
"Lha kok murah, aku suk mben nek muleh yo arep numpak sing murah, jare koncoku sing Airlines"
"APA??!!" takut salah denger.
"Air'lines" bener-bener dilafalkan seperti tulisannya ga dibaca ala Inggris.
**Hahahaa... Husshh ga ada yang lucu!!**
"Semua juga airlines mbak, tapi biasanya di depan ada namanya lagi" (bingung kaget geli tapi kasian pengen jelasin) "Misalnya Malaysia Airlines, Hongkong Airlines atau Air Asia..."
"Woh!! Aku ga berani naik Air Asia, ga mau pengen sing Airlines wae..." langsung dipotong.
Waktu terlalu singkat untuk ngobrol lebih mendetail dan suasananya pun kurang mendukung. Fokus jaga keseimbangan agar badan tak terhempas saat kereta melaju. Dua stasiun telah terlewati saatnya mbak turun. Disiapkan handphonenya untuk menghubungi agen yang akan menjemputnya. Setelah pamitan dadah-dadah mbaknya membaur keluar dan lenyap diantara lautan manusia. Pintu kereta menutup kembali dan kereta melaju kencang dengan kenangan airlines yang masih hangat dipikiran... Semoga majikan barunya baik ya mbak, betah kerjanya... Aamiin :)
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.