Di kota Madiun saya menghabiskan masa SMU. Sekamar dengan saudara yang punya hobby marah-marah sungguh menyakitkan. Hampir setiap hari makan sambel goreng ati cabe rawit pedas hingga level 30. Tidak ada pilihan lain sehingga harus menebalkan telinga, menguatkan bendungan mata dan melonggarkan pikiran agar sesak di dada tidak terlalu membebani. Sesekali jika bendungan itu rapuh ada gudang di sebelah kamar yang setia menampung bulir kristal itu berjatuhan. Lalu ada kamar mandi di sebelahnya yang siap membersihkan sisanya hingga tak berbekas.
Di kota Madiun ini pula saya pertama kali mengenal balet. Bukan karena sekolah balet, ikut les atau nonton pertunjukan. Tapi dari gudang tempat saya menyendiri menetralisir kesedihan tatkala Tuan Putri Cabe Rawit sedang datang bulan. Siklus Tuan Putri ini kadang bisa terjadi sepanjang bulan.
Serangkaian buku mungil berjejer di rak agak acak-acakan, berselimut debu dan sarang laba-laba. Di pojok rak di dekatnya berserakan butiran hitam seperti beras gosong yang tak lain adalah kotoran tikus. Bau khas gudang menjadi tempat favorit nyamuk untuk bersarang. Tampaknya sang pemilik buku yang telah beranjak dewasa dan kuliah di luar kota itu tak menghiraukan lagi koleksinya. Beliau adalah putri bungsu Pak Sarmo, bapak kost paling baik sepanjang masa.
Diam-diam saya mengambil volume 1 dan mengelapnya pakai baju bekas. Tokoh kartun cantik sedang menari menghiasi sampulnya. Mari Chan. Itulah judul komik Jepang yang saat itu bernasib merana. Karya Kimiko Uehara bertema mengenai balet (seri yang mana saya lupa). Lembar demi lembar bisa membantu saya mengalihkan perhatian sampai akhirnya terjebak penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Namun sayang harus terputus di volume 3. Buku berikutnya entah dimana.
Suatu hari saya coba mampir ke persewaan buku di dekat sekolah. Mata tak asing lagi dengan si mungil yang berjajar rapi di rak. Lengkap sekali. Tersedia juga serial Mari Chan yang lain seperti Silver Toe Shoes, Lovely, Nyanyian Angsa dan Happy Mari Chan. Bagaikan kucing disuguhi ikan asin. Sejak itu saya sering menyambangi untuk meminjamnya.
Marika yang biasa dipanggil Mari sejak kecil sudah akrab dengan dunia balet. Dia mendapatkan warisan sepatu perak dari ibunya yang juga seorang balerina. Suatu hari selesai pentas Mari dijemput tetangganya dari asrama untuk diajak pulang. Mari mendapati ibunya sedang sakit parah. Ibunya berpesan agar Mari mencari ayahnya ke Tokyo. Mari yang mengira ayahnya telah meninggal sangat terkejut. Lantas semua berubah menjadi duka karena tak lama kemudian ibunya meninggal. Sesuai pesan ibunya lalu Mari pergi ke Tokyo. Di perjalanan bertemu dengan Anita yang pada akhirnya diketahui ternyata mereka saudara kandung dan seterusnya.
Di seri yang lain Mari disukai oleh laki-laki pasangan narinya tapi laki-laki itu juga disukai oleh pesaingnya. Mari seharusnya menjadi pemeran utama di sebuah pentas namun akibat dicurangi oleh pesaingnya akhirnya gagal. Di seri yang lain lagi, ibunya Mari meninggal, karena ayahnya harus bertugas ke Amerika maka dimasukkan ke sekolah balet. Dengan berbagai tempaan hingga akhirnya menjadi prima balerina.
Itulah potongan cerita yang saya ingat dari komik Mari Chan. Hampir mirip dari semua seri yang ada yaitu kisah sedih lalu happy ending. Sayangnya komik ini alurnya terlalu cepat sehingga terasa seperti membaca ringkasan cerita. Sering kali masih fokus menikmati suatu cerita, tiba-tiba di lembar berikutnya sudah ganti cerita lagi.
Banyak pesan moral yang bisa diambil dari komik ini diantaranya ketangguhan dan kerja keras untuk menggapai cita-cita. Ketabahan untuk tetap bangkit saat dalam cobaan yang berat. Biarpun hanya fiktif namun dapat memberikan efek psikologis buat saya terutama saat menghadapi Tuan Putri Cabe Rawit. Saya mencontoh ketegaran Mari yang juga punya kakak kerap berlaku kasar. Bedanya kalau saya bukan dipukul tapi sering dikasih perkataan cinta yang nohok sekali.
Penari balet di dunia nyata yang saya tau saat itu hanya Sherina cilik dan beberapa yang suka nongol di TV tidak tau namanya. Tapi agak heran kenapa tidak seperti di komik berdiri pakai ujung jari dan berputar-putar atau angkat kaki lurus sampai 180°. Apalagi tokoh Black Swan diceritakan bisa berputar sampai 32 kali. Benarkah gerakan seperti itu ada di dunia nyata? Atau fiktif belaka? Membahas tentang balet hanya akan ditertawakan teman-teman. Karena hanya golongan kelas atas saja yang mampu menonton pertunjukan ini. Dan hanya dari kalangan berduit juga yang menyekolahkan anaknya untuk menjadi penari balet. Sedangkan anak kost baca komik saja hanya bisa rental.
Belasan tahun berlalu kehidupan telah jauh berbeda namun penasaran tentang balet belum terlupakan. Entah kapan dan dimana bisa nonton balet seperti yang ada di komik. Rasa takut diledek menjadi alasan untuk memilih diam "Gaya banget mau nonton balet, kya ngerti aja".
Suatu hari tiada angin topan dan badai tiba-tiba saya mendapat pesan dari seorang sahabat yang saya kenal sejak 5 tahun belakangan yaitu ajakan ke Rusia. Negeri yang terkenal mempunyai pertunjukan balet spektakuler. Seperti mimpi. Masak iya saya bisa ke Rusia? Membaca sejarah Uni Soviet yang isinya tidak jauh dari peperangan rasanya menyeramkan sehingga tidak pernah terbayangkan bisa ke negeri yang konon banyak melahirkan balerina terkenal di segala penjuru dunia itu. Antara takut dan kepengen, saya dan sahabat saling menguatkan nyali lalu booking tiket Jakarta - Moscow untuk keberangkatan 6 bulan kemudian.
Semakin mendekati keberangkatan kami mulai menyusun itinerary. Sahabat selalu minta persetujuan saya sebelum memutuskan setiap rencana. Kecuali satu hal, tidak memaksakan harus ikut yaitu nonton balet. Mendengar kata balet saya tersentak, ingatan tentang dunia balet dari komik mendadak hadir dan memanas kembali. Mimpi yang berawal dari sebuah gudang yang hanya terpendam dalam-dalam tampaknya akan bisa terwujud dalam waktu dekat.
"Ikut please... Aku sukaaa..."
"Oh ya?? Kirain ga suka" sahabat lumayan kaget karena menurutnya jarang sekali bertemu dengan orang yang suka balet.
"Suka... Aku dulu suka baca komik Mari Chan"
"Loh sama, aku juga gara-gara baca komik, tapi yang Swan"
Beliau lebih berpengalaman soal balet. Selain komik yang dibacanya memang lebih bagus, sebelumnya pernah nonton di Singapura. Apalagi dompetnya mendukung jadi tanpa berpikir lagi langsung membeli tiket 2 pertunjukan sekaligus yaitu Romeo Juliet di Mariinsky dan Swan Lake di Mikhailovsky. Sedangkan saya masih perdana cukup yang di Mikhailovsky. Setidaknya bisa melihat Ratu Angsa berjalan jinjit pakai ujung jari dan berputar sampai 32 kali seperti yang diceritakan di komik. Pasti sangat bahagia dan bakal menjadi manusia yang paling gaya di warteg seberang jalan.
Tiba saatnya yang ditunggu-tunggu. Sehari setelah kami sampai di Saint Petersburg jam 19.00 waktu setempat adalah jadwal nonton di Mikhailovsky. Setelah seharian keliling, kami jalan kaki menuju gedung theatre yang didirikan sejak tahun 1833. Terletak tidak jauh dari penginapan. Tiga puluh menit sebelum acara penonton dipersilahkan masuk. Tidak ada kursi kosong sama sekali dari vvip sampai yang paling belakang. Kami membooking tempat di tengah-tengah sejak 3 bulan sebelumnya. Semakin dekat semakin mahal atau malah tidak kebagian.
Tepat jam 19.00 pertunjukan di mulai. Lampu perlahan meredup dan tirai dibuka. Penari berkostum persis seperti di komik mulai melenggak-lenggok mengikuti alunan musik symphoni orkestra yang mendayu-dayu. Saya sungguh terkesima dengan semua yang ada di depan mata. Gambar yang dahulunya hanya melihat di komik sekarang disajikan dalam bentuk nyata. Aksi para balerina cantik-cantik dan dekorasi panggung semua jauh lebih indah dari yang saya bayangkan. Benar-benar spektakuler. Sayangnya selama pertunjukan dilarang mengabadikan moment baik foto maupun video.
KISAH SWAN LAKE
KISAH SWAN LAKE
Cerita Swan Lake mengisahkan tentang Ratu Angsa Odette (diperankan oleh Anastasia Soboleva) yang disihir oleh The Evil Genius (Mikhail Venshchikov). Sang Ratu hanya bisa berwujud manusia antara tengah malam sampai fajar. Kutukan ini akan menghilang jika ada seorang laki-laki yang mau mengikrarkan janji cinta sejati.
Dalam sebuah pesta di istana, Pangeran Siegfried (Victor Lebedev) diminta ibunya untuk memilih calon istri. Sang pangeran bingung lalu memutuskan pergi berburu ke danau angsa di tengah hutan. Sang pangeran melihat sosok Odette dari kejauhan sedang menari di pinggir danau. Pangeran sangat terpesona dengan keanggunannya dan jatuh cinta.
Evil Genius murka mengetahui pangeran jatuh cinta pada Odette. Lalu menyandera Odette dalam sangkar besi. Kemudian menyihir wajah anaknya Odile, menjadi seperti Odette. Pangeran mengira Odile adalah Odette dan bersumpah akan menikahinya.
Pengkhianatan ini mengunci nasib Odette tidak bisa terbebas dari kutukan. Odette pergi ke danau angsa dengan kesedihan yang sangat mendalam. Pangeran yang akhirnya tersadar akan tipu daya Evil Genius menyusul Odette ke danau angsa dan meminta maaf. Dua sejoli ini masih bisa mengelakkan diri dari penyihir jahat dengan menceburkan diri ke danau. Tindakan cinta mengorbankan diri ini dapat membebaskan Dara-dara Angsa dari kutukan dan menghancurkan kekuatan sihir Evil Genius selamanya.
Anastasia Soboleva dan Victor Lebedev. Di kehidupan nyata mereka suami istri, benar kata si komik katanya pasangan nari adalah pasangan hidup. (kepo maksimal, foto nyomot dari Instagram mereka) |
Evil Genius muncul untuk mencegah pangeran bersatu dengan Odette namun mereka telanjur menceburkan diri ke danau. Kekuatan mantra Evil Genius sirna dan kekuasaannya hancur. Dia juga menyaksikan roh Pangeran Siegfried dan Odette naik ke langit untuk bersatu dalam kehidupan setelah kematian.
Tiba-tiba saya terperanjat oleh suara teriakan di dekat telinga kiri.
"Aduh!!"
"Kenapa mbak?"
"Hampir jatuh kurang keseimbangan"
"Siapa?"
"Itu penarinya"
"Oh ya..."
"Kasian kalo sampe jatuh ga ada yang mau pake dia lagi"
"Huaaaaa..."
"Kenapa kamu yang nangis"
"Ga lihat, aku ketiduran hiks..."
"Hahahaha... Makanya kalo cuma mo tidur ga usah nonton balet...!!"
Saat itu masih jetlag. Malam sebelumnya tidur selalu terbangun setiap setengah jam sekali. Sejak jam 2.30 tidak bisa tidur lagi. Sehingga masih sore sudah ngantuk berat. Setengah pertunjukan masih kinclong takjub dengan tarian dancer profesional yang selama ini hanya lihat di internet dan cuplikan video di youtube. Babak berikutnya harus berusaha ekstra keras melawan kantuk. Apalagi mendengar iringan musik klasik bagaikan dipuk-puk nina bobok.
"Keren banget ya" kata sahabat saat keluar dari ruang teater.
"Iya, kok bisa persis ya seperti yang di komik"
"Lha kan justru komik yang ngikutin mereka hahaha..."
"Duh.. Ketauan norak banget"
Maklum referensi tentang balet taunya hanya dari komik jadi segalanya disamakan dengan gambar-gambar kartun ciptaan orang Jepang itu. Rasa penasaran sejak belasan tahun yang lalu terjawab sudah. Gerakan-gerakan seperti gambar di komik benar-benar ada di dunia nyata.
Selesai nonton foto bareng poster teman saya Ekaterina Borchenko |
Sejak itu, setiap saat mengalirlah obrolan tentang balet tiada bosan antara saya dan sahabat. Mulai dari cerita komik lalu balerina legendaris yang menjadi tokoh dalam komik, gaji balerina hingga nasib kakinya. Dibalik tarian dongeng yang indah itu pasti tersimpan banyak penderitaan yang salah satunya pada kaki sang penari. Pastinya kaki mereka penuh dengan tragedi berdarah, kesleo, bengkak, kuku terlepas dan kapalan. Ya sudahlah itu pilihan mereka.
Alhamdulillah akhirnya kesampaian juga menyaksikan Ratu Angsa menari pakai ujung jari dan berputar 32 kali sekaligus dipertemukan dengan sahabat yang sama-sama menyukai balet. Semoga ke depannya diberi kesempatan lagi untuk nonton di theatre terbesar seperti yang sering disebut di komik yaitu Bolshoi Teater, Royal Opera, American Ballet dan yang lainnya dengan tema tidak hanya Swan Lake. Katanya sekedar punya mimpi sudah termasuk kemajuan diri, jadi saya akan bermimpi setinggi-tingginya berhubung mimpi itu gratis.
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.