Feb 12, 2018

Semangat 15 Menit

"Sudah deket kok tinggal 15 menit lagi" Yes!! Akhirnya perjalanan panjang yang melelahkan ini akan segera menemui ujungnya. Tanjakan menjulang dengan segala bentuk pijakan akan segera terlewati dan menghadiahkan surga dunia nan rupawan. Saya akan berada di puncak tertinggi sebuah gunung yang selama ini hanya mendengar dari cerita. Saya akan punya cerita sendiri dari pengalaman yang belum tentu dimiliki setiap orang. Tapi etapi 15 menit berlalu kok belum sampai juga? Baiklah 15 menit di gunung pastinya beda dengan di mall.

Beberapa jam berlalu masih menapaki tanjakan terjal diantara tebing dan jurang, kok belum juga ada tanda-tanda perjalanan akan berakhir. "Hayo semangat 15 menit lagi sampai, sebentar lagi ada nasi padang, ada es campur, ada indomaret". Begitulah seterusnya tiap kali berpapasan dengan pendaki lainnya. Perkataan tanpa dosa bikin pikiran melayang. Membayangkan nasi padang saat tenaga sedang terkuras, sendal pun jadi terlihat seperti ikan bakar. Air kali dan kerikil jadi seperti es campur dengan toping es krim serta coklat yang meleleh. Namun apa daya semua itu hanya bisa tergantikan dengan biskuit kering, selama persediaan masih ada.

Kata 15 menit lagi ini ternyata cukup menambahkan stamina. Dengan harapan bukan sekedar hoax. Pernah suatu ketika bertemu dengan pendaki yang teramat jujur "Masih jauh mas?" "Masih..." Waduh!! Ternyata bikin nyali semakin menciut seakan tiada harapan untuk segera makan indomie, makanan favorit saat mendaki gunung. Haruskah menyerah turun lagi? Oh tidak jalani saja, kalau capek berhenti istirahat sejenak lalu jalan lagi setapak demi setapak.

Apa sih yang dicari di atas gunung? Apa ya, tidak bisa dipungkiri memang cari capek dan menyusahkan diri. Capek jalan jauh dengan bawaan berat. Susah mau pipis tidak ada toilet. Jangankan bisa mandi, buat minum aja harus diirit-irit. Belum lagi harus meringkuk kedinginan tidur beralaskan tanah. Syukur-syukur kalau tidak turun hujan dan tenda bocor. Kalaupun tidak hujan pasti akan basah kena embun. Jadi tidak salah kan kalau dibilang cari capek dan susah.

Tapi percaya deh sekali coba pasti ketagihan. Saat masih menderita sih bilangnya kapok, ga akan lagi lagi. Tapi kalau sudah pulang dan merasakan betapa hangatnya pertemanan dan kekompakan di atas gunung, semua rasanya pengen terulang kembali. Pengalaman yang saya rasakan di atas gunung, disitulah segala kepribadian bakal terlihat. Memang tergantung setiap orang tapi kebanyakan berperilaku baik, menyenangkan, punya jiwa penolong dan pengertian yang didasari oleh ketulusan. Seolah puncak itu hanyalah bonus. Justru moment yang susah dilupakan adalah kebersamaannya. Seperti saling menyemangati di jalur pendakian dengan semangat 15 menit.

Biarpun bukan pendaki profesional setidaknya saya pernah beberapa kali merasakan betapa indahnya alam ciptaan Yang Maha Kuasa yang belum tentu terjangkau oleh semua orang. Tentunya tidak hanya kenangan foto saja yang saya dapatkan, banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari serta rasa syukur sepanjang waktu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setidaknya bisa diceritakan ke anak cucu kelak. Ciee...

Pertama kali naik gunung saya perempuan sendiri bersama 3 teman lainnya. Kami menginap di Kandang Badak dan memuncak keesokan harinya. Perlengkapan saya kurang memadai sehingga malam itu kedinginan dan tidak bisa tidur. Apalagi dibuatkan tenda sendiri dan merasa sedikit parno, takut ada binatang buas dan hal mistik. Hal paling lucu saat masak untuk makan malam. Seorang teman bernama Kang Armi membuat telur dadar dan menggoreng ikan asin. Saya hanya melihat sambil membantu doa, enaknya cewek sendiri diperlakukan seperti tuan putri. Selesai itu lalu merebus air untuk membuat kopi. Saya duduk mendekat kompor menghangatkan tangan yang mulai membeku. Lumayan hangatnya terasa sampai di pantat. Kenapa manasin tangan pantat ikutan anget ya? Astagaaa... Ternyata saya duduk diatas telur dan ikan yang baru selesai di goreng. Seketika tawa meledak dan diledek bersahut-sahutan. Namun tetap saja dimakan dibagi rata tanpa rasa jijik.

Kawah Mati Gunung Salak. Ini saat camping 3 hari di Gunung Bunder dan hanya trekking setengah hari. Tujuannya ingin ke Kawah Ratu tapi baru sampai di Kawah Mati turun hujan dan terpaksa harus segera kembali. Karena akan menyeberang sungai yang jika hujan bisa banjir. Selain itu jalur pendakiannya pun kebanyakan jalur air. Saya mempercepat langkah sampai tidak terasa kedua teman saya tertinggal jauh, dipanggil tidak ada jawaban. Di tengah hutan belantara gelap oleh pepohonan rimbun menunggu diam hanya membuat merinding. Apalagi di Gunung Salak yang punya seabreg cerita mistik. Dengan Bismillah dan dzikir tiada hentinya saya meneruskan langkah hingga sampai ke tenda penginapan. Tidak bertemu orang satu pun selama perjalanan. Selang 2 jam kedua teman saya baru sampai, berarti jarak kami lumayan jauh. Sempat bergidik jika teringat cerita tim evakuasi saat terjadi bencana pesawat Sukhoi, bertemu nenek-nenek tengah malem di jalur pendakian gunung itu. Masak iya nenek-nenek pergi ke gunung tengah malem mau ngapain? Kembali lagi ke niat keluyuran ke gunung, hanya ingin refreshing tidak untuk berbuat jahat, Insya Allah tidak akan ada apa-apa. Alhamdulillah sampai dengan selamat... 

Menuju Puncak Salak I. Kami ber-6 dan saya perempuan sendiri. Jalur pendakian lewat Cidahu lumayan jumpalitan. Tebing setapak berlumpur, berlumut dan sangat licin. Banyak sekali menaiki tebing yang harus bergelantungan pakai tambang dan saling menjaga diantara yang lain. Disinilah kekompakan begitu terasa.


Sebenarnya kami ber-12, 9 orang dewasa dan 3 anak kecil. Tapi hanya camping di Ranukumbolo, yang sampai ke puncak Mahameru hanya ber-4, Saya, Kang Armi, Kang Udin dan Dokter Rudi. Total 5 hari 4 malam kami berada di alam nan indah tanpa sinyal. Alhamdulillah cuaca selalu cerah hanya hujan kipyik-kipyik tidak sampai membasahi baju, saat turun lagi ke Ranupane. Kami ber-4 menginap di Arcopodo saat hendak memuncak, tidur setenda memakai pakaian setebal mungkin yang kami bawa, bahkan Kang Udin ditambah jas hujan. Lalu meringkuk masing-masing di dalam sleeping bag. Eh ternyata tengah malam kegerahan. Ternyata suhu di Arcopodo tidak sedingin di Ranukumbolo. Jam 12 malem kami mulai memuncak hanya berbekal air dan beberapa makanan, semua ditinggalkan di tenda Arcopodo. Sekitar 1,5 km harus mendaki jalur berpasir setinggi lutut. Tiga langkah maju ke depan lalu mundur lagi 2 langkah. Kadang lebih mudah merangkak. Jalur berpasir terasa lebih berat. Semakin ke atas udara semakin dingin dan pasir semakin dalam. Tak jarang menimbulkan longsor yang bisa membahayakan pendaki di bawahnya. Kebetulan saat itu saya dalam keadaan dismenorrhea, sang tamu datang tepat di tengah jalur pendakian itu. Berbekal semangat dari teriakan pendaki diatas "Hayoo 15 menit lagi kita sampai...!!" Terus saja 15 menit, kenyataannya membutuhkan lebih dari 5 jam hingga sampai di puncak.

Mahameru, Puncak tertinggi di Pulau Jawa 3676 mdpl. Disini ada pendaki yang membawa puding mangga Nutrijel dan dibagi dimakan bareng-bareng. Saya cukup mengambil sesendok karena rame-rame biar yang lain juga kebagian. Rasanya itulah puding ternikmat yang pernah saya makan. Dingin seger kenyal-kenyal dan manisnya pas. Sampai-sampai saya berucap nanti jika pulang mau bikin yang banyak dan makan sepuasnya. Semenjak itu sampai sekarang, seringkali saya membawanya camping atau jalan-jalan sekedar ngumpul dengan teman-teman. Ternyata teman-teman pun juga merasakan nikmatnya puding mangga yang saya buat tanpa menambahkan apapun, hanya air secukupnya. Lalu mereka membuatnya sendiri di rumah. Terima kasih Nutrijel. Bukan iklan ya hanya sharing aja. Dibalik kebahagiaan ini sebenarnya saya lagi nahan pipis dan beabe serta pengen ganti pembalut. Berhubung di puncak tidak ada penghalang sama sekali, terpaksa saya menahannya hingga turun lagi ke Arcopodo, yang banyak semak belukar dan pepohonan untuk bersembunyi.
Puncak Prau, Jangan lupa sampahnya dibawa turun lagi ya gaes. Saya kesini hanya berdua dengan Pak Budi (senior Grupala in my office)

Para kaum adam sedang memasak. Lokasi : Jalur Pendakian Gunung Salak, belokan ke Kawah Ratu.

Puding Mangga Nutrijel menjadi menu favorit

Kaum hawa yang nyuci aja. Lokasi : Cilember.

Makaaann... Lokasi : Jalur Pendakian Gunung Salak.

Nasinya setengah gosong setengah mateng, nikmatnya tidak kalah dengan nasi Jepang

Behind the Scene, kalau ga nemu air ya pakai tissue basah.
Check Out, packing waktunya pulang. Lokasi : Kandang Badak Gunung Gede.

Kongkow sampe mid night. Om Adi dengan gitar favoritnya, Kang Armi siap menjadi vokalis dengan suara yang banyak keluar dari not nya. Yang penting Happy!!!

All Grupala, biasanya ibu-ibu dan balita bikin tenda di camping ground yang deket air biar anak-anak (junior grupala) bisa nyempung maen seharian. Nah bagi yang masih kuat silahkan memuncak. Lokasi : Cidahu Sukabumi.

Sumpah kangen banget dengan semua moment-moment ini. Jauh dari sinyal, listrik dan fasilitas seadanya adalah kenikmatan tiada tara. Penat sehabis kerja hilang seketika lalu kembali ke kantor dengan membawa semangat baru dan harapan baru semoga liburan nanti bisa mengulang kembali. Ingat selalu pesan nenek ya, jangan mengambil sesuatu kecuali gambar, jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak dan jangan membunuh sesuatu kecuali waktu. Be Smart Hikers!! Then I am so grateful for this life that Allah has given me. Alhamdulillah...!!!

No comments:

Post a Comment

Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.