Biarpun pejalan yang penuh pengiritan tapi saat itu kami tidak bermaksud mencari gratisan. Akibat ketidakmahiran dalam membaca peta sehingga peta dari Information Center tidak banyak membantu. Tujuan kami adalah ke Ayasoluk Castle yaitu benteng kuno peninggalan jaman romawi yang berada di atas bukit Ayasoluk tidak jauh dari penginapan. Berdasarkan pengamatan tinggal lurus aja, tapi saat mulai mendekat yang ada malah nyasar ke rumah penduduk semakin mendekat semakin masuk ke pemukiman.
Disaat kebingungan melanda, lewatlah seorang kakek berparas ganteng (jaman mudanya pasti lebih ganteng). Kami berharap beliau bisa menjelaskan jalan yang benar menuju reruntuhan benteng itu.
"Kakek kalo mau ke Ayasoluk lewat jalan ini bukan?" tanya saya pake bahasa sehari-hari.
"Yes" kakek langsung paham entah memang bisa bahasa Jawa apa karena bahasa isyarat saya yang menggemaskan.
"Yes" kakek langsung paham entah memang bisa bahasa Jawa apa karena bahasa isyarat saya yang menggemaskan.
Lalu kami jalan naik ke undak-undakan sempit berdasarkan petunjuk dari kakek. Undak-undakan curam itu menghubungkan ke sebuah jalan yang sedang dalam renovasi yang sepertinya akses menuju ke Ayasoluk Castle dan terhubung dengan pintu masuk. Tumpukan paving block dan beberapa gundukan pasir berserakan dipinggirnya. Garis pembatas plastik lorek hitam kuning dibentangkan memanjang memisahkan antara pemukiman penduduk dan area benteng.
"Nah ini dia jalannya Mel" seru saya menyemangati diri sendiri dan Amel sambil mengatur nafas.
"Tapi kok dipagerin, boleh masuk ga ya?"
"Iya ya, ga ada orang sih, kita langkahin aja, kalo dimarahin ntar kita balik"
"Trus pintu masuknya mana?"
"Lo nanya gw, gw nanya ke siapa?"
"Ga jelas banget sih kita"
"Ya udah kita foto-foto dulu aja disini, tampaknya okey juga" ajak saya ke Amel sambil mencoba memanjat bebatuan yang berada diantara pager. Saya pikir dibalik batu itu ada jalan ternyata hanya semak belukar bercampur bunga liar warna warni.
"Tapi kok dipagerin, boleh masuk ga ya?"
"Iya ya, ga ada orang sih, kita langkahin aja, kalo dimarahin ntar kita balik"
"Trus pintu masuknya mana?"
"Lo nanya gw, gw nanya ke siapa?"
"Ga jelas banget sih kita"
"Ya udah kita foto-foto dulu aja disini, tampaknya okey juga" ajak saya ke Amel sambil mencoba memanjat bebatuan yang berada diantara pager. Saya pikir dibalik batu itu ada jalan ternyata hanya semak belukar bercampur bunga liar warna warni.
"Kimchi diliatin orang!!" Amel biasa memanggil saya dengan nama makanan khas Korea.
Beberapa pekerja tampak memperhatikan kami dari kejauhan, tapi tak bereaksi apa-apa lalu melanjutkan pekerjaannya lagi.
"Gapapa kali kita cuma mo numpang foto sebentar, salah sendiri petunjuknya ga jelas, kita kan mau masuk lagi nyari jalan".
Tempat yang membingungkan tapi lumayan bagus buat memilih angle, dinding Ayasoluk Castle bisa tampak secara keseluruhan dipercantik dengan bunga-bunga liar yang bermekaran di bawahnya. Namun sayang dinding sebelah kanan banyak rangkaian besi dan kayu yang didirikan dalam rangka renovasi sehingga sedikit mengurangi keindahan.
Ayasoluk Castle - Go Back View I |
Saat kami asyik foto-fotoan dengan berbagai gaya tiba-tiba Amel mendengar suara gaib yang berasal atas. Seperti bisikan cinta yang ingin mengingatkan keberadaan kami. Semakin didengerin semakin jelas.
"Kimchi ada yang teriak-teriak"
"Mana?" saya melihat ke sekeliling tidak ada orang selain pekerja yang tidak peduli.
"Itu dari atas"
"Atas mana?" saya masih belum percaya karena hanya mendengar suara jangkrik.
"Dari sini kelihatan"
"Mana?" saya melihat ke sekeliling tidak ada orang selain pekerja yang tidak peduli.
"Itu dari atas"
"Atas mana?" saya masih belum percaya karena hanya mendengar suara jangkrik.
"Dari sini kelihatan"
Saya keluar dari semak-semak bunga liar dan mencoba melihat ke arah yang tunjukkan oleh Amel. Ternyata benar di kejauhan ada sosok memakai seragam hitam putih lengkap dengan dasinya, berteriak sambil mengacungkan tongkat metal detektor.
"GO BACK...!! GO BACK...!!" teriakannya semakin diperjelas setelah saya nongol.
"OKAAYY...!!!" nah lo ga boleh kan ternyata.
"Sini gw fotoin cepetan bergaya" Amel belum sempet berfoto tadinya masih sibuk motoin saya. Nasib deh giliran dia kena go back.
"Gaya nunduk... Nengok... Tangannya disaku ngliat ke atas... ke belakang... ke samping... Okeee..." pose Amel paling ya itu itu aja, kalo udah lengkap berarti pemotretan selesai.
"Gaya nunduk... Nengok... Tangannya disaku ngliat ke atas... ke belakang... ke samping... Okeee..." pose Amel paling ya itu itu aja, kalo udah lengkap berarti pemotretan selesai.
"GO BACK...!! GO BACK...!! suara gaib itu terdengar lagi. "Bandel banget sih itu anak" mungkin gitu dalam hati bapak berdasi itu.
"OKAAY OOOM... OKAAYY...!! Let's Go... Kami segera meninggalkan tempat itu yang ternyata banyak rumput berduri. Clekit-clekit gatel kalau kena kaki. Lumayan sudah ada beberapa koleksi foto yang tersimpan di memory card. Belakangan baru terpikir, untung ga ada ular ya hiiyyy...
Kami kembali lewat jalan yang dilewati sebelumnya mencari pintu masuk yang benar. Kira-kira 200 meter kemudian ada belokan jalan nanjak dengan petunjuk papan kecil diantaranya "St.Basilica dan Isabey Camii" lengkap dengan tanda panahnya. Berdasarkan kira-kira kami menapaki jalan itu dan ternyata memang benar disitulah pintu yang sebenarnya. Disambut dengan loket berderet tempat penjualan tiket. Harga tiket 15 TL tapi kami sudah mengantongi kartu sakti Turkey Museum Pass sehingga tidak perlu membeli tiket lagi. Tinggal di"tap" dan pintu terbuka sendiri.
Pertama melangkahkan kaki saya mencari sosok "go back" diantara beberapa petugas yang berjaga. Tadinya dari kejauhan terlihat seperti seorang kakek, tapi yang kami lihat saat itu bapak-bapak tinggi dan gagah. Yang pasti saya ingin menunjukkan diri agar mister "go back" mengerti bahwa kami sebelumnya pakai acara nyasar bukan berusaha nyelinap.
Teriak GO BACK......!!! |
Selanjutnya kami lebih berhati-hati saat mencari angle agar tidak mendengar suara gaib lagi. Seperti saat di Kusadasi, kami bermaksud mencari jalan pintas untuk mendekati kapal pesiar gede yang lagi nongkrong di pelabuhan. Jauh lebih gede dari pada gedung di sebelahnya. Masuklah kami ke sebuah lorong yang tampak tak begitu rame kanan kiri banyak meja dan kursi. Ternyata itu adalah restoran mewah dengan view ke dermaga.
"Hello welcome..." sapa petugas ganteng yang hanya kami balas dengan senyuman manis.
"Emang kita mo makan disini Mel"
"Ga lah jelas mehong disini, kita numpang lewat ke belakangnya kyanya ada jalan tembus" dasar nekad.
"Hati-hati kena go back"
"Emang kita mo makan disini Mel"
"Ga lah jelas mehong disini, kita numpang lewat ke belakangnya kyanya ada jalan tembus" dasar nekad.
"Hati-hati kena go back"
Dan ternyata itu jalan buntu tidak tembus kemana-mana. Hanya view memanjang di belakang restorannya horang kayah itu. Baiklah kami Go back sendiri secara teratur.
Sore hari jam 19.00 matahari saat itu masih terang benderang seperti jam 16.00 kalo di Indonesia, kami baru pulang dari Sirince. Melihat dunia yang masih terang kami masih melanjutkan jalan-jalan di kota Selcuk. Tapi tidak bisa ke tempat yang terlalu jauh, karena nanggung sebentar lagi maghrib dan susah angkutan umum.
Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan ke kuburan yang masih agak dekat dari penginapan. Nah kok ke kuburan, mau cari apa? Ga cari apa-apa, beberapa kali lewat di depannya sepertinya bagus banyak bunga bermekaran di atas nisan-nisan. Tadinya takut ga boleh masuk, bahasa kerennya kena "go back" lagi. Ternyata masuk masuk aja entahlah ada petugasnya apa ga, disitu juga ada beberapa orang yang lagi ziarah. Pastinya sih ga ada turis selain kami berdua.
Kirain namanya Ruhuna Fatiha, ternyata semua nisan bertuliskan itu. |
Bunganya bagus-bagus |
Baru seminggu meninggal |
Kami muter-muter di antara nisan sampai menjelang sunset. Ternyata masih luas, yang terlihat dari jalan hanya satu blok saja. Masih ada beberapa blok lagi yang di payungi oleh pepohonan rindang. Bunga-bunga di atas nisannya juga lebih bagus. Tapi melihat dari kejauhan aja rasanya merinding ditambah lagi sinar matahari mulai meredup. Bisa-bisa diteriakin go back ama yang ga kelihatan. Aauuw pulang ah.. Laper.
Keesokan harinya jam 08.15 kami cek out dari hotel dan melanjutkan perjalanan ke Pamukkale. Masih ada waktu 15 menit untuk menuju ke otogar (terminal). Kami sudah membeli tiket bus yang paling pagi sehari sebelumnya. Rupanya bukan bus besar yang akan mengangkut kami, tapi digabungkan dengan mobil privat tour yang hanya berisi 3 orang. 2 orang peserta tournya 1 orang lagi sepertinya penumpang titipan seperti kami. Sepanjang jalan mbak guidenya bercerita ke peserta tournya yang agak bawel nanya-nanya mulu, lumayan kami bisa nguping.
Dibanding naik bus, mobil ini jalannya juga lebih cepat. Sepertinya tidak ada bus yang sampai di Pamukkale, semua hanya sampai di terminal Denizli dan nyambung lagi dolmus ke Pamukkale. Beruntungnya pagi itu kami diturunkan di Pamukkale depan pintu masuk ke Travertine.
Kami tidak akan menginap di Pamukkale sehingga sebelum jalan-jalan kami membeli tiket ke Fethiye sambil menitipkan tas di kantor agen bus. Beres urusan tiket kami siap mengeksplor travertine atau istana kapas yang membentang luas sebukit. Sekilas tampak seperti salju tapi bukan yaitu batu mineral karbonat. Di tengahnya ada sungai kecil berisi air hangat.
Saatnya kamera beraksi. Masih di dekat pintu masuk, saya mulai berpose duduk agak ke atas dan Amel menjepret saya berkali-kali. Sempat was-was dilarang naik disitu. Tapi petugas yang di dekat saya hanya melihat sekilas saja. Artinya masih diijinkan. Ya memang hanya naik sejengkal sih ga sampe ke atas banget.
Di travertine, duduk disini masih okey - Go Back View II |
Giliran Amel yang berpose, saya gantian ready dengan kameranya. Mungkin tidak ingin tempatnya sama dengan saya jadi naik sedikit ke dekat dinding. Baru juga mau berpose tiba-tiba teriakan gaib terdengar lagi.
"Priitt priiitt.. GO BACK...!!"
"Hahahaa... Go back Mel Go back... Lo lagi yang kena ya bukan gw hahahaa..."
No comments:
Post a Comment
Comment tapi jangan spamming yess!! Salam hormat High Quality Gembel.